Budi mengangguk. "Kita perlu membagi informasi ini dengan cara yang jelas. Dimas akan hadir dan siap menjelaskan semua yang dia tahu."
Rina menambahkan, "Kita juga harus mempersiapkan pertanyaan dari media. Mereka pasti akan menggali lebih dalam, jadi kita harus siap dengan jawaban yang tepat."
Saat waktu semakin dekat, Yono merasakan adrenalin mengalir dalam dirinya. Ia tidak bisa mengabaikan rasa cemas yang menyelimuti hatinya, tetapi ia tahu bahwa tidak ada jalan mundur. Dengan penuh keyakinan, ia berjalan ke podium dan mempersiapkan diri untuk berbicara di depan publik.
Di luar gedung, kerumunan masyarakat mulai berkumpul. Berbagai organisasi, mahasiswa, dan aktivis berbondong-bondong datang untuk mendukung Yono. Mereka membawa spanduk yang bertuliskan tuntutan untuk transparansi dan keadilan.
"Yono, kami mendukungmu!" teriak seorang mahasiswa dari kerumunan. Suara dukungan itu memberikan semangat tambahan bagi Yono saat ia melangkah ke podium.
"Terima kasih atas kehadiran Anda semua di sini," kata Yono, mengawali konferensi pers. "Hari ini, kami akan membagikan informasi penting yang menunjukkan komitmen kami terhadap transparansi dan akuntabilitas."
Ia melanjutkan dengan menjelaskan tentang pertemuan Dimas dengan Hendra dan bagaimana Dimas bersedia menjadi saksi untuk mengungkap rencana jahat yang sedang berlangsung di dalam pemerintahannya. Ketika Yono mengungkapkan fakta-fakta ini, riuh suara kerumunan terdengar.
"Ini adalah langkah pertama dalam membongkar skandal korupsi yang melibatkan pejabat tinggi," lanjut Yono. "Kami berkomitmen untuk menindaklanjuti setiap laporan dan menjaga agar pemerintah tetap bersih dari korupsi."
Dimas, yang berdiri di samping Yono, menjelaskan lebih lanjut tentang bagaimana Hendra dan beberapa anggota lainnya berusaha menjatuhkan pemerintahan. Ia memberikan detail tentang pertemuan-pertemuan yang diadakan dan tawaran yang diterimanya.
Di tengah konferensi, Hendra dan timnya yang sedang memantau di luar gedung merasa terkejut dengan pengungkapan ini. "Ini tidak mungkin terjadi," gumam Hendra, wajahnya berubah menjadi merah karena marah. "Kita tidak bisa membiarkan mereka melanjutkan rencana ini."
"Bagaimana jika kita membalas? Kita perlu menghentikan mereka sebelum Dimas memberi kesaksian lebih lanjut," salah satu rekannya menyarankan.