Di tengah ketegangan itu, tiba-tiba salah satu anggota dewan dari fraksi independen, Hendra, berdiri. "Saya ingin menambahkan sesuatu," ucapnya dengan nada tenang namun tegas. "Memang benar, pemerintahan Yono tidak sempurna, dan kita menghadapi banyak masalah. Namun, apakah kita siap menyerahkan negara ini kembali ke tangan mereka yang dulu menciptakan masalah itu?"
Hendra melanjutkan dengan nada yang lebih keras. "Apa kita lupa siapa sebenarnya yang memulai sistem korupsi ini? Para pengusaha besar dan politisi yang sekarang menuntut kejatuhan Yono, merekalah yang selama ini memegang kendali. Kita tidak boleh menjadi alat permainan mereka!"
Kata-kata Hendra memancing keheningan di dalam ruangan. Beberapa anggota dewan yang semula mendukung Rendra mulai tampak ragu. Kebenaran yang disampaikan Hendra mulai menggoyahkan keyakinan mereka.
Rendra, yang merasa posisinya terancam, mencoba kembali menguasai suasana. "Ini bukan soal siapa yang memulai, Hendra! Ini soal bagaimana kita menghadapi kenyataan bahwa pemerintahan ini tidak lagi berfungsi."
Namun, keraguan telah menyebar. Yono, yang sejak tadi menyimak jalannya sidang dari ruangannya di istana, tahu bahwa inilah saatnya untuk bertindak. Ia mengangkat telepon dan menghubungi Wahyudi.
"Kita harus memastikan bahwa bukti reformasi yang kita lakukan sampai ke tangan publik sekarang juga," kata Yono tegas. "Jika mereka melihat apa yang sebenarnya terjadi, mosi ini bisa kehilangan kekuatannya."
Dalam waktu singkat, berbagai media independen mulai mempublikasikan laporan yang dikirim dari istana. Fakta-fakta mengenai proyek reformasi besar yang dilakukan Yono mulai mencuat. Dari langkah-langkah pengetatan aturan anti-korupsi hingga hasil nyata yang dirasakan di beberapa sektor, semua dirilis secara terbuka.
Para jurnalis yang selama ini terhalang oleh media mainstream yang dikuasai pengusaha besar, akhirnya mendapatkan kesempatan untuk menyuarakan kebenaran. Dan seiring berjalannya waktu, opini publik mulai berubah.
Di luar gedung parlemen, demonstrasi mulai mereda. Massa yang awalnya terpancing oleh narasi oposisi, kini mulai mempertanyakan alasan di balik tuntutan pengunduran Yono. Banyak dari mereka yang akhirnya pulang, membiarkan jalanan Jakarta mulai kosong.
Kembali di dalam gedung parlemen, Rendra merasa tekanan semakin berat. Meskipun masih ada dukungan, namun tampaknya banyak yang sudah goyah. Ia tahu, jika mosi ini gagal, maka karier politiknya juga akan hancur.
Sidang parlemen yang panas itu terus berlanjut, namun hasilnya masih belum bisa dipastikan. Di tengah ketidakpastian itu, satu hal yang jelas: pertarungan ini belum selesai, dan Yono tidak akan menyerah begitu saja.