Andi termenung, menimbang semua yang telah terjadi. Meski banyak pihak menuduh Yono terlibat dalam berbagai kontroversi, ia juga melihat betapa kerasnya sang presiden berusaha membersihkan sistem yang sudah lama membusuk. Ada sesuatu dalam diri Yono yang membuatnya berbeda dari para pemimpin sebelumnya.
"Kita rilis setelah sidang parlemen selesai," kata Andi akhirnya. "Jika Yono berhasil bertahan, publik berhak tahu siapa saja yang sebenarnya bermain di balik layar. Tapi kalau dia jatuh... laporan ini akan menjadi bukti bahwa bukan Yono satu-satunya yang harus disalahkan."
Rina mengangguk setuju, meskipun bayangan ketidakpastian masih menyelimuti mereka. Mereka tahu bahwa apapun yang terjadi malam ini, Indonesia tidak akan pernah sama lagi.
Di gedung parlemen, sidang mosi tidak percaya dimulai. Para anggota dewan mulai berdebat, beberapa mendukung Yono sementara yang lain dengan tegas menuntut pengunduran dirinya. Rendra, sebagai penggerak utama mosi, tampil percaya diri. Ia tahu bahwa sebagian besar anggota parlemen sudah berada di bawah kendalinya.
"Saudara-saudara sekalian," ujar Rendra dengan suara lantang, "kita di sini bukan untuk menjatuhkan seseorang tanpa alasan. Pemerintahan ini telah melampaui batas dalam memaksakan kebijakan-kebijakan yang berbahaya bagi stabilitas negara. Kita harus bertindak sekarang sebelum semuanya terlambat."
Di sudut ruangan, beberapa anggota dewan yang mendukung Yono terlihat cemas. Mereka sadar bahwa situasi semakin tidak menguntungkan, dan mosi tidak percaya ini mungkin akan segera disahkan.
Namun, di saat yang bersamaan, pintu ruang sidang terbuka. Seorang staf parlemen masuk membawa sebuah surat yang segera diserahkan kepada Ketua Sidang.
"Saudara-saudara," ujar Ketua Sidang setelah membuka surat tersebut, "saya baru saja menerima surat dari Istana Negara. Presiden Yono telah mengajukan permintaan untuk memberikan pernyataan langsung di depan sidang ini."
Ruangan menjadi riuh. Semua mata tertuju pada Ketua Sidang, dan beberapa anggota parlemen tampak terkejut. Mereka tidak menyangka Yono akan menghadapi mereka secara langsung.
Beberapa saat kemudian, Presiden Yono memasuki ruang sidang dengan langkah mantap. Sorotan kamera dan pandangan tajam dari anggota dewan tidak membuatnya gentar. Ia berdiri di podium, menatap seluruh ruangan, lalu mengambil nafas panjang.
"Saudara-saudara sekalian," Yono memulai, suaranya tenang namun penuh keyakinan. "Saya berdiri di sini bukan untuk membela diri saya, tapi untuk membela prinsip yang telah saya pegang sejak awal memimpin negara ini. Reformasi yang saya usung bukan untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu, melainkan demi masa depan bangsa kita."