Rei mendadak memiliki firasat tidak baik, jadi dia mengulum senyumnya dan menginterogasi, "Pankoc, apa yang kau rencanakan dengan menatapku seperti itu?"
Felia menarik tatapannya, menggerakkan kepalanya dan berpura-pura memperhatikan tuts piano, sementara pikirannya sedang berkelana ke antah berantah.
"Tidak ada, hanya memikirkan sesuatu yang tidak masuk akal. Reirei, sampai kapan kau akan menahanku di sini? Bisakah aku pergi keluar? Di sini membosankan," keluhnya panjang lebar dengan nada lemah.
"Aku sedang mempertimbangkannya, jadi tetaplah di sini, dan ... jangan kabur," bisiknya pelan seperti ancaman terselubung.
"Reirei, kau jadi menakutkan, ini tidak seru," balas Felia seraya menekan beberapa tuts piano dan membuat nada getar yang kuat.
Sudut mulut Rei berkedut. Dia agak kesal sekarang. Sungguh sulit memahami wanita aneh di depannya, tidak peduli bagaimana dia mencoba melakukannya. Terkadang bersikap kekanak-kanakan, tetapi di waktu lain benar-benar terlihat seperti orang yang berbeda dengan pikiran dewasa.
"Aku menyelamatkanmu, kau tahu itu. Nah, bagaimana caramu membalasnya," ujarnya meski dia tidak membutuhkan balasan.
Namun, mungkin dia tidak menduga bahwa Felia cenderung memikirkan hutang dengan serius, apalagi dia berhutang nyawa padanya. Seketika, keheningan yang mengkhawatirkan timbul selama beberapa menit sampai Rei tidak tahan lagi dan hendak menarik kembali ucapannya yang dia sesali itu.
Sayangnya, Felia telah memikirkan jawabannya.
"Aku akan menyelamatkanmu jika kau dalam bahaya suatu hari," ucapnya sambil membalikkan badannya dan berhadapan dengan Rei.
Rei terkekeh, dia pikir apa, ternyata semacam janji. Yah, dia bisa melindungi dirinya sendiri, jadi masa ketika janji itu dipenuhi tidak akan terjadi, setidaknya menurutnya.