Namun, penggunaan diskresi juga harus dilakukan dengan hati-hati dan bertanggung jawab. Dalam konteks penegakan hukum, diskresi yang digunakan secara sembarangan dapat mengakibatkan ketidakadilan dan penyalahgunaan kekuasaan. Oleh karena itu, penting bagi aparat penegak hukum untuk memiliki pedoman yang jelas dan transparan dalam menggunakan diskresi mereka. Pelatihan dan pendidikan yang memadai bagi aparat penegak hukum sangat penting untuk memastikan bahwa diskresi digunakan dengan cara yang etis dan bertanggung jawab.
Â
Contoh kasus yang relevan adalah penanganan kasus tindak pidana ringan, seperti pelanggaran lalu lintas. Dalam banyak kasus, aparat penegak hukum memiliki kebijakan untuk tidak memberikan sanksi yang berat kepada pelanggar yang menunjukkan itikad baik, seperti meminta maaf atau berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan. Pendekatan ini tidak hanya membantu mengurangi beban sistem peradilan, tetapi juga memberikan kesempatan bagi pelanggar untuk memperbaiki perilakunya. Hal ini sejalan dengan prinsip restorative justice, yang menekankan pentingnya pemulihan hubungan antara pelanggar dan masyarakat.
Â
Dengan demikian, diskresi dalam penegakan hukum dapat berfungsi sebagai alat yang efektif untuk mencapai keadilan, asalkan digunakan dengan bijak dan bertanggung jawab. Dalam konteks ini, penting bagi semua pihak untuk memahami bahwa diskresi bukanlah kebebasan tanpa batas, melainkan kewenangan yang harus dijalankan dengan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. Sebagai langkah ke depan, perlu ada kerangka kerja yang jelas untuk mengatur penggunaan diskresi dalam penegakan hukum di Indonesia, sehingga dapat meminimalkan risiko penyalahgunaan dan memastikan bahwa keadilan dapat dicapai secara merata di seluruh lapisan masyarakat.
Â
- Diskresi dalam Konteks Penegakan Hukum yang Fleksibel
Â
Konteks penegakan hukum yang fleksibel sangat penting dalam penerapan diskresi. Fleksibilitas ini memungkinkan aparat penegak hukum untuk menyesuaikan tindakan mereka dengan situasi yang dihadapi, yang sering kali kompleks dan tidak terduga. Dalam banyak kasus, hukum yang tertulis tidak dapat mencakup semua kemungkinan situasi yang ada di lapangan. Oleh karena itu, diskresi menjadi alat yang vital untuk menjawab tantangan tersebut. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahardjo, fleksibilitas dalam penegakan hukum dapat meningkatkan efektivitas sistem hukum, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan kejahatan ringan atau pelanggaran administratif.[28]
Â
Contoh dari penerapan diskresi yang fleksibel dapat dilihat dalam kasus penanganan tindak pidana narkoba. Di beberapa daerah, aparat penegak hukum diizinkan untuk menggunakan diskresi dalam menentukan apakah seorang pelanggar harus ditangkap dan diproses secara hukum atau diberikan rehabilitasi. Data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2022 menunjukkan bahwa penggunaan diskresi dalam penanganan kasus narkoba dapat mengurangi angka penjara yang berlebihan dan lebih fokus pada rehabilitasi bagi pengguna narkoba. Hal ini menunjukkan bahwa diskresi tidak hanya berfungsi untuk menegakkan hukum, tetapi juga untuk memberikan kesempatan kedua bagi individu yang terjebak dalam masalah hukum.
Â