Akhirnya, diskresi dalam penegakan hukum juga dapat dilihat dalam konteks penanganan kasus-kasus korupsi. Dalam beberapa situasi, jaksa atau penyidik diberi kebebasan untuk menentukan apakah suatu kasus layak untuk dilanjutkan ke pengadilan atau tidak. Misalnya, dalam kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi, sering kali ada pertimbangan politik dan sosial yang mempengaruhi keputusan tersebut. Diskresi dalam konteks ini sangat sensitif dan dapat mempengaruhi kepercayaan publik terhadap sistem hukum.[26]
Diskresi dalam Penegakan Hukum di IndonesiaÂ
Peran Diskresi dalam Penegakan HukumÂ
- Diskresi Sebagai Alat untuk Mencapai Keadilan
Diskresi dalam penegakan hukum merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Dalam konteks hukum, diskresi dapat diartikan sebagai kewenangan yang dimiliki oleh aparat penegak hukum untuk mengambil keputusan dalam situasi tertentu yang tidak diatur secara eksplisit oleh undang-undang. Hal ini menjadi penting, terutama dalam upaya untuk mencapai keadilan, karena tidak semua situasi dapat dijelaskan dengan norma hukum yang kaku. Sebagai contoh, dalam kasus-kasus yang melibatkan anak di bawah umur, aparat penegak hukum sering kali harus mempertimbangkan faktor-faktor kemanusiaan dan sosial yang tidak selalu tercantum dalam undang-undang. Menurut Supriyadi, dalam situasi seperti ini, diskresi dapat digunakan untuk memberikan keputusan yang lebih manusiawi dan adil.[27]Â
Penggunaan diskresi dalam penegakan hukum dapat berkontribusi pada penurunan angka kriminalitas. Sebuah studi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa daerah yang menerapkan pendekatan diskresi dalam penegakan hukum mengalami penurunan angka kejahatan sebesar 15% dibandingkan dengan daerah yang menerapkan hukum secara ketat tanpa mempertimbangkan konteks sosial. Hal ini menunjukkan bahwa diskresi dapat menjadi alat yang efektif untuk mencapai tujuan hukum yang lebih luas, yaitu keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Namun, penggunaan diskresi juga harus dilakukan dengan hati-hati dan bertanggung jawab. Dalam konteks penegakan hukum, diskresi yang digunakan secara sembarangan dapat mengakibatkan ketidakadilan dan penyalahgunaan kekuasaan. Oleh karena itu, penting bagi aparat penegak hukum untuk memiliki pedoman yang jelas dan transparan dalam menggunakan diskresi mereka. Pelatihan dan pendidikan yang memadai bagi aparat penegak hukum sangat penting untuk memastikan bahwa diskresi digunakan dengan cara yang etis dan bertanggung jawab.Â
Contoh kasus yang relevan adalah penanganan kasus tindak pidana ringan, seperti pelanggaran lalu lintas. Dalam banyak kasus, aparat penegak hukum memiliki kebijakan untuk tidak memberikan sanksi yang berat kepada pelanggar yang menunjukkan itikad baik, seperti meminta maaf atau berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan. Pendekatan ini tidak hanya membantu mengurangi beban sistem peradilan, tetapi juga memberikan kesempatan bagi pelanggar untuk memperbaiki perilakunya. Hal ini sejalan dengan prinsip restorative justice, yang menekankan pentingnya pemulihan hubungan antara pelanggar dan masyarakat.
Dengan demikian, diskresi dalam penegakan hukum dapat berfungsi sebagai alat yang efektif untuk mencapai keadilan, asalkan digunakan dengan bijak dan bertanggung jawab. Dalam konteks ini, penting bagi semua pihak untuk memahami bahwa diskresi bukanlah kebebasan tanpa batas, melainkan kewenangan yang harus dijalankan dengan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. Sebagai langkah ke depan, perlu ada kerangka kerja yang jelas untuk mengatur penggunaan diskresi dalam penegakan hukum di Indonesia, sehingga dapat meminimalkan risiko penyalahgunaan dan memastikan bahwa keadilan dapat dicapai secara merata di seluruh lapisan masyarakat.Â
- Diskresi dalam Konteks Penegakan Hukum yang Fleksibel
Konteks penegakan hukum yang fleksibel sangat penting dalam penerapan diskresi. Fleksibilitas ini memungkinkan aparat penegak hukum untuk menyesuaikan tindakan mereka dengan situasi yang dihadapi, yang sering kali kompleks dan tidak terduga. Dalam banyak kasus, hukum yang tertulis tidak dapat mencakup semua kemungkinan situasi yang ada di lapangan. Oleh karena itu, diskresi menjadi alat yang vital untuk menjawab tantangan tersebut. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahardjo, fleksibilitas dalam penegakan hukum dapat meningkatkan efektivitas sistem hukum, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan kejahatan ringan atau pelanggaran administratif.[28]Â
Contoh dari penerapan diskresi yang fleksibel dapat dilihat dalam kasus penanganan tindak pidana narkoba. Di beberapa daerah, aparat penegak hukum diizinkan untuk menggunakan diskresi dalam menentukan apakah seorang pelanggar harus ditangkap dan diproses secara hukum atau diberikan rehabilitasi. Data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2022 menunjukkan bahwa penggunaan diskresi dalam penanganan kasus narkoba dapat mengurangi angka penjara yang berlebihan dan lebih fokus pada rehabilitasi bagi pengguna narkoba. Hal ini menunjukkan bahwa diskresi tidak hanya berfungsi untuk menegakkan hukum, tetapi juga untuk memberikan kesempatan kedua bagi individu yang terjebak dalam masalah hukum.Â
Tetapi, fleksibilitas ini juga membawa risiko, terutama jika tidak ada pengawasan yang memadai. Ketiadaan pengawasan dapat menyebabkan ketidakadilan dan diskriminasi dalam penegakan hukum. Oleh karena itu, sangat penting untuk menciptakan mekanisme pengawasan yang efektif untuk memastikan bahwa diskresi digunakan secara adil dan bertanggung jawab. Menurut Hasan, pengawasan yang baik dapat mengurangi potensi penyalahgunaan diskresi dan memastikan bahwa keputusan yang diambil oleh aparat penegak hukum selalu berlandaskan pada prinsip keadilan.[29]Â