Keterbatasan dalam pengawasan juga berakar dari budaya organisasi di dalam lembaga penegak hukum itu sendiri. Dalam beberapa kasus, terdapat tekanan internal untuk mencapai target tertentu, yang dapat mempengaruhi keputusan yang diambil oleh aparat. Misalnya, dalam upaya menekan angka kriminalitas, aparat mungkin lebih cenderung menggunakan diskresi untuk mengabaikan pelanggaran kecil demi fokus pada kasus yang lebih besar. Hal ini dapat menciptakan persepsi bahwa hukum dapat dipilih-pilih, sehingga mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem hukum.[41]Â
Dalam rangka meningkatkan pengawasan dan akuntabilitas dalam penerapan diskresi, diperlukan reformasi yang komprehensif. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan memperkuat lembaga pengawas independen yang memiliki kewenangan untuk menilai dan mengevaluasi keputusan yang diambil oleh aparat penegak hukum. Dengan adanya sistem pengawasan yang lebih transparan dan akuntabel, diharapkan penggunaan diskresi dapat lebih terarah dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan yang diharapkan oleh masyarakat.[42]Â
Diskresi dan Prinsip-Prinsip Hukum
Hubungan Diskresi dengan Prinsip KeadilanÂ
- Keadilan Substantif Vs. Keadilan Prosedural
Diskresi dalam penegakan hukum merupakan suatu alat yang memungkinkan aparat penegak hukum untuk mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan yang ada, meskipun hal tersebut tidak diatur secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan. Dalam konteks ini, penting untuk memahami hubungan antara diskresi dan prinsip keadilan, yang dapat dibedakan menjadi dua kategori utama: keadilan substantif dan keadilan prosedural. Keadilan substantif berfokus pada hasil akhir dari suatu keputusan hukum, sedangkan keadilan prosedural menekankan pada proses yang diikuti untuk mencapai keputusan tersebut.[43]Â
Keadilan substantif menuntut agar hasil dari suatu keputusan hukum mencerminkan nilai-nilai moral dan etika masyarakat. Dalam hal ini, diskresi dapat berfungsi untuk mencapai keadilan substantif dengan memberikan ruang bagi aparat penegak hukum untuk mempertimbangkan konteks dan nuansa dari setiap kasus yang dihadapi. Misalnya, dalam kasus pencurian yang melibatkan individu yang terpaksa melakukan tindakan tersebut karena kondisi ekonomi yang mendesak, penggunaan diskresi dapat memungkinkan hakim untuk memberikan hukuman yang lebih ringan atau alternatif hukuman yang lebih rehabilitatif .Â
Sementara itu, keadilan prosedural menekankan pentingnya proses yang adil dan transparan dalam pengambilan keputusan hukum. Dalam konteks ini, diskresi harus digunakan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan ketidakadilan atau penyalahgunaan kekuasaan. Jika diskresi digunakan secara sewenang-wenang, maka dapat mengakibatkan keputusan yang tidak adil, meskipun hasilnya mungkin tampak adil secara substantif. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa diskresi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Data dari survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa masyarakat cenderung lebih mempercayai sistem hukum ketika mereka merasa bahwa proses hukum yang dijalani adalah adil. Dalam survei tersebut, sekitar 70% responden menyatakan bahwa mereka merasa lebih puas dengan keputusan hukum ketika prosesnya transparan dan melibatkan partisipasi publik (BPS, 2020). Hal ini menunjukkan bahwa keadilan prosedural memainkan peran penting dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum, yang pada gilirannya dapat mendukung pencapaian keadilan substantif.
Contoh kasus yang relevan adalah kasus yang melibatkan seorang pemuda yang dituduh melakukan pencurian untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Dalam proses peradilan, hakim menggunakan diskresi untuk mempertimbangkan latar belakang sosial dan ekonomi pemuda tersebut, dan akhirnya memutuskan untuk memberikan hukuman percobaan. Keputusan ini mencerminkan keadilan substantif, namun juga harus diambil melalui proses yang transparan dan adil untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat merasa dihargai dan didengar.[44]Â
- Peran Diskresi dalam Menciptakan Keadilan
Diskresi memiliki peran yang signifikan dalam menciptakan keadilan, terutama dalam situasi di mana hukum tidak dapat memberikan solusi yang memadai. Dalam praktiknya, diskresi sering kali digunakan oleh aparat penegak hukum untuk menyesuaikan tindakan mereka dengan keadaan khusus yang ada. Misalnya, dalam kasus penyalahgunaan narkoba, seorang hakim mungkin memutuskan untuk memberikan rehabilitasi daripada hukuman penjara bagi pelanggar yang terlihat memiliki potensi untuk berubah. Keputusan ini mencerminkan penggunaan diskresi untuk mencapai keadilan substantif, di mana tujuan utama adalah untuk memulihkan individu dan mencegah pengulangan pelanggaran.[45]
Namun, penggunaan diskresi juga menuntut kewaspadaan agar tidak terjebak dalam bias atau ketidakadilan. Dalam banyak kasus, diskresi dapat berujung pada keputusan yang tidak konsisten jika tidak ada pedoman yang jelas. Misalnya, studi menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus, diskresi yang digunakan oleh polisi dalam penegakan hukum dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ras, kelas sosial, atau latar belakang ekonomi pelanggar. Hal ini dapat menciptakan ketidakadilan dalam penerapan hukum, di mana individu dari kelompok tertentu mungkin lebih sering mengalami penegakan hukum yang lebih keras dibandingkan dengan kelompok lainnya.[46]