Mohon tunggu...
yeni purnama
yeni purnama Mohon Tunggu... -

apa nich

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Penjual Jamu Gendong Terakhir

18 April 2011   09:25 Diperbarui: 4 April 2017   16:21 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kenapa memangnya?”

“Mau reuni, Pak.. udah lama nggak ngumpul sama teman-teman.”

“Oh, yo uwis ..sing ngati-ati wae yo, Nduk. Jangan malem-malem pulangnya,” kata Bapak. Bapak mengusap parangnya yang sudah kelihatan tajam. Edellia menatap ke arah Bapaknya sebentar. Bapaknya yang sudah mulai berkepala lima itu tampak kokoh meskipun hampir tiap hari bekerja di sawah. Apabila tidak ada yang membutuhkan tenaganya, Bapak mencari rumput kolonjono untuk dijual pada pemilik hewan ternak di kampung.

Tiba-tiba terbersit perasaan bersalah pada hati Edellia. Dia rela berbohong pada Bapak karena besok dia sudah berjanji untuk bertemu dengan kekasihnya, Irfan. Akhirnya hari-hari yang dinantikannya selama berbulan-bulan tiba juga. Dan tidak mungkin Edell melewatkannya.

Edellia merasa benar-benar nelangsa waktu itu. Dia merasa sangat tersiksa karena harus berbohong pada dua orang yang sangat disayanginya. Pertama kebohongan yang sudah disimpannya sejak lama terhadap Irfan, dan kedua adalah kebohongan pada bapaknya itu.

“Kamu kenapa, Nduk?” tanya Bapak saat melihat air muka Edellia yang lain dari biasanya. Edellia hanya menggeleng, lalu masuk ke rumah. Dia harus segera mandi dan bersiap jualan jamu.

***

“Jamuuu-jamuuuuuuuuuuuuu!! Jamuuuuuuuuuu!” seruan Edellia memenuhi jalanan. Matahari bersinar hangat seperti biasa.

“Mbak.. jamu dong!” seorang pembantu rumah tangga memanggil dari balik teralis pintu gerbang.

“Eh.. iya Mbak..” kata Edellia sambil tersenyum manis. Pembantu tumah tangga yang bernama Fransisca itu membuka pintu pagar agar Edellia masuk. Penghuni rumah itu memang sudah menjadi langganannya.

“Biasa tho Mbak? Kunyit asam..?” tanya Edellia.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun