Mohon tunggu...
yeni purnama
yeni purnama Mohon Tunggu... -

apa nich

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Penjual Jamu Gendong Terakhir

18 April 2011   09:25 Diperbarui: 4 April 2017   16:21 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kuliah Mbah di Jogja. Pacar saya itu pinternya bukan main. Dulu dia kakak kelas saya.” Senyuman menghiasi wajah Edellia, matanya berbinar-binar ketika mengingat Irfan.

“Ooo…ngono tho.”

“Tapi ada yang ngganjal perasaan saya Mbah.. Pacar saya itu nggak tahu profesi saya sekarang. Dia tahunya saya kerja nggak kayak gini. Dia itu sangat baik Mbah.. selalu dukung saya supaya ngelanjutin pendidikan. Tapi kalau begini,, entah kapan saya bisa ngelanjutin. Pasti dia malu kalau harus bersanding sama saya.” Tiba-tiba cahaya yang merayapi wajah Edellia meredup. Matanya agak menerawang.

“Lho..kenapa nggak jujur saja?” tanya Kakek tua.

“Malu Mbah… dia itu anak seorang dokter speasialis yang cukup berada dan terkenal.. Kalau dia tahu saya anak buruh tani, dan seorang penjual jamu.. bisa-bisa saya langsung ditendang.”

“Kamu kejam Nduk.”

“Lho…kok saya yang dibilang kejam tho, Mbah?”

“Iya.. padahal belum dicoba, tapi kamu sudah berkata seolah-olah pacar kamu itu nggak bisa menerima perbedaan kalian. Belum tentu dia seperti itu.”

“Habis gimana Mbah… semuanya juga udah terlanjur…Orang-orang selalu saja berkata, kalau mau cari pasangan itu harus mempertimbangkan bibit, bebet, dan bobot , Mbah.. dengan keadaan saya yang seperti ini saya merasa nggak pantas kalau harus bersanding sama pacar saya. Nanti apa kata kolega ayah pacar saya kalau anaknya saja menyandang gelar Drs sementara saya Cuma  nama thok.” Edellia menghela nafas.

“Nduk… kenapa kamu jadi pesimis gitu.. Manusia itu sama saja. Mau punya gelar seperti apa, tetap saja menurut Mbah itu akhlak lah yang harus dipertimbangkan pertama kali dalam mencari pasangan.”

“Begitu tho, Mbah?”

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun