“Apa yang harus kita lakukan sekarang, Dok?” tanya Mikael dengan nada tegas, menunjukkan tekadnya untuk membantu Alea.
“Ia butuh banyak istirahat dan sebaiknya tidak melakukan aktivitas berat selama sebulan ke depan,” jawab dokter dengan tenang.
Setelah mendengar penjelasan dokter, Mikael dan Alea meninggalkan klinik dengan perasaan campur aduk. Mikael bertekad untuk mendukung Alea setiap langkahnya, sementara Alea berusaha mengumpulkan keberanian untuk menghadapi tantangan ini.
“Kamu bisa ngelaluin ini, Lea. Aku di sini buat kamu,” ucap Mikael sambil merangkul Alea erat.
Alea tersenyum lemah, merasa bersyukur memiliki Mikael di sisinya. “Aku tau itu, El. Makasih udah selalu ada.”
Mereka mulai menyesuaikan gaya hidup, memastikan Alea mendapatkan perawatan dan istirahat yang cukup. Meskipun harus mengurangi beberapa aktivitas, termasuk kunjungan ke panti asuhan, mereka tetap berusaha menjaga semangat dan harapan.
Selama masa perawatan, Mikael menjadi pilar kekuatan bagi Alea. Ia memastikan Alea merasa dicintai dan didukung, mengingatkan Alea bahwa mereka tidak sendirian dalam perjuangan ini.
Hari-hari berlalu dengan penuh tantangan, tetapi juga dengan momen-momen kecil kebahagiaan. Mikael dan Alea belajar untuk menghargai setiap saat yang mereka miliki bersama, bahkan ketika situasi terasa sulit. Mereka tahu bahwa perjalanan ini belum berakhir, dan masih banyak yang harus mereka hadapi.
Pada suatu sore, kondisi Alea semakin memburuk yang mengharuskan ia melakukan perawatan di rumah sakit. Mikael setia menemaninya, selalu berada di sisinya sambil membawa buku-buku kesayangan dan kamera Alea ke rumah sakit, berharap bisa memberinya sedikit kebahagiaan di tengah perjuangannya.
“El, coba liat foto ini,” ucap Alea suatu sore, saat ia terbaring di kasur rumah sakit, sembari menunjukkan sebuah gambar di kamera digitalnya.
Mikael mendekat untuk melihat layar kamera lebih jelas. “Ini... foto kita di pantai yang itu ya?”