"Tapi, setiap kali aku mengutarakan keinginanku, ayah selalu saja menganggapku kurang ajar. Entahlah Seri! Aku tidak mengerti, kenapa aku harus selalu menuruti keinginannya."
Begitu sampai di toko rotinya, Nivea dan Seri memulai pekerjaannya. Suasana hati Nivea yang tadi sempat rusak, telah berangsur membaik. Dirinya selalu saja antusias jika sudah berhadapan dengan tepung terigu.
Pada satu jam berikutnya, perpaduan aroma terigu matang dan susu telah menguar ke seantero sudut. Tak hanya terasa di dalam dapur, harumnya roti-roti buatan Nivea telah merambah hingga ke luar area depan toko. Menyihir siapapun yang melintas jadi tertarik ingin menikmatinya.
Kini giliran Nivea yang berdiri di meja pemesanan. Dan hari ini tanpa diduga, dirinya kedatangan tamu istimewa.
"Kau tampak sangat cerah dengan rambut pendek, nona Nivea."
"Ah, terima kasih... countess Victoria. Adakah kedatangan nyonya kesini untuk mencicipi roti-roti Saya?"
"Tentu nona! Dan jika kau memiliki cukup waktu, bisakah kita berbincang sebentar?"
"Tentu nyonya. Tentu Saya memiliki waktu untuk itu. Mohon nyonya tunggu sebentar." Nivea melangkah ke dapur untuk memanggil Seri agar dapat menggantikan posisinya di depan.
Tak lama, Nivea kembali ke hadapan wanita yang telah melahirkan kekasih hatinya itu. Degup dalam dada Nivea kian berpacu, dia sedang bertanya-tanya ada apakah gerangan sehingga countess Victoria sampai berkunjung ke tokonya.
"Silahkan nyonya, kita bisa duduk disana."
Wanita yang mengenakan sarung tangan hitam itu, tersenyum teduh lalu mengekori langkah Nivea menuju salah satu meja pelanggan di dekat kaca jendela. Kini keduanya telah duduk berhadapan dan itu.. telah membuat Nivea semakin gelagapan.