Mohon tunggu...
Novia Respati
Novia Respati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Senang menulis dan memasak 😊

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Gadis Barista (Bagian 11 - Selesai)

2 Januari 2024   08:46 Diperbarui: 2 Januari 2024   09:02 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Tanpa berlama-lama lagi, aku menyiapkan pesanannya. Setelah membayar kopinya pada Eka, dia kembali ke hadapanku.

"Punya Saya sudah Mba?" tanyanya meledekku.

"Ini Pak, Silahkan.. Jangan datang lagi ya!" aku balas meledeknya.

Dia pun tertawa seperti orang bodoh, mengucapkan terima kasih kemudian berbalik pergi begitu saja dengan segelas plastik es kopi latte di tangannya. Masih dengan tas selempang hitam yang menyangklok di pundaknya.

Pelanggan kami mulai berdatangan silih berganti, keluar masuk kedai. Ada yang minum disini ada pula yang memesan untuk dibawa pergi lagi. Hingga kedatangan Dion pada pukul sembilan lewat lima belas menit, dia pun bergegas dengan cekatan membantuku menyiapkan semua pesanan yang telah masuk. Kami mulai berbagi tugas. Sekali-sekali posisi kami tidak sengaja tertukar, kadang aku yang berdiri di depan Dion tapi kadang pula Dion yang berdiri di depanku. Hal itu karena kami sangat sibuk sana-sini mengambil peralatan untuk meracik kopi yang kami buat.

Meskipun begitu, baik aku maupun Dion, kami sama-sama menjaga kebersihan meja kerja kami. Agar tetap pantas untuk dipandang siapapun, terutama pelanggan kami. Tampak Mutia dan Eka yang juga sangat sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Sekitar pukul sebelas lebih dua puluh menit pekerjaan kami mulai lengang. Aku sedang menyelesaikan satu pesanan lagi di tanganku.

Mba Lidya yang baru datang dari arah luar, langsung melangkah menuju mejaku. Dia memberi kabar kepadaku dan Dion bahwa akan diadakan kontes keterampilan antar barista se-Jakarta Selatan. Namun dari satu kedai kopi hanya boleh mengikutsertakan satu orang peserta sebagai wakilnya. Tanpa mendiskusikannya terlebih dulu dengan kami, dia mengatakan telah menunjuk aku sebagai wakil dari "kedai kopi Rindu."

Tentu aku sangat terkejut mendengarnya. Apalagi waktu pelaksanaannya cukup mepet. Yaitu hari Sabtu di minggu ini, sedangkan sekarang sudah hari Selasa. Dion malah memberiku tepuk tangan kecil seraya tersenyum mengatakan selamat untukku. Mba Lidya memang berhak menunjuk siapapun sebagai wakilnya dari kedai ini, tapi kalau seperti ini aku jadi merasa tidak enak pada Dion dan juga Faris. Apalagi sekarang Faris masih cuti dan kemungkinan baru besok dia akan bekerja kembali.

"Pasti kamu bisa kok Mel, Saya percaya sama kamu. Semangat ya!" Mba Lidya pun berlalu dari hadapan kami menuju ruang kerjanya.

Kompetisi Sabtu nanti hanya berlangsung satu hari, dimulai pukul delapan pagi hingga selesai dan bertempat di salah satu aula gedung daerah Kemang, Jakarta Selatan. Dari informasi yang Mba Lidya ketahui, nantinya akan ada delapan puluh orang peserta yang akan dibagi menjadi empat sesi, dimana masing-masing sesi terdiri dari dua puluh orang peserta kontes yang diujikan atau dilombakan.

Mba Lidya juga berpendapat bahwa aku tidak perlu menyiapkan latihan khusus. Sehari-hari pekerjaanku memanglah meracik kopi. Dia menyarankan agar setiap harinya menjelang kontes dilaksanakan, aku dapat melatih lebih baik lagi teknik-teknik meracik kopi serta memperluwes kemampuan latte art ku. Sehingga rasa kopi dan tampilannya sama-sama sempurna.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun