"Mba Lidya mau balik ke Pontianak. Hari Minggu."
Henry mendadak terdiam, aku tidak tahu dia telah mendengar jawabanku atau tidak. Tapi aku yakin dia telah mendengarnya dengan jelas, karena setelah aku mengatakannya, dia tidak menanggapinya lagi dengan kalimat ataupun pertanyaan. Kami saling terdiam hingga kami telah sampai di depan pagar rumahku.
"Aku langsung ya Mel. Semangat dong! Kamu pasti bisa. Besok siang aku susul."
"Iya, kabarin aja ya. Makasih sudah anter aku pulang."
"Sama-sama Amel.."
"Hati-hati ya di jalan."
"Iya, sudah sana kamu masuk! Aku tungguin."
Aku membuka pintu pagar sedikit, cukup seukuran tubuhku saja. Lalu melangkah terus ke dalam pekarangan rumah, serta melambaikan tangan pada Henry dari ujung teras. Aku melihatnya pergi meninggalkan rumahku. Aku tidak tahu kenapa dia mendadak jadi terdiam ketika aku mengatakan tentang kepergian Mba Lidya. Aku rasa, aku perlu mengirim pesan pada Henry sekarang juga.
"Mas, aku harap kamu bisa jujur sama perasaan kamu sendiri. Entah kenapa aku merasa kalau kamu juga masih sayang sama Mba Lidya. Kasih dia kesempatan. Penyesalannya selama ini sudah cukup membayar kesalahannya sama kamu. Jangan sampe kamu nyesel kalau ngga bisa ketemu dia lagi selamanya."
Aku tahu Henry masih dalam perjalanan pulang. Aku harap dia akan membalas pesanku nanti.
Aku dikejutkan oleh suara nyaring si Love bird. Sontak aku menghentikan langkah dan mendongak memandang ke arahnya. Dan terdengar suara pintu terbuka dari dalam.