Mohon tunggu...
Novia Respati
Novia Respati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Senang menulis dan memasak 😊

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Gadis Barista (Bagian 11 - Selesai)

2 Januari 2024   08:46 Diperbarui: 2 Januari 2024   09:02 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Bagian 11

Sudah pukul setengah sembilan malam, aku menguap saat mataku sedang menatap jam dinding dalam kamarku. Aku mengambil posisi tidur. Tanpa butuh waktu lama, mataku langsung terpejam sepenuhnya. Pasti papa dan mama akan mencari keberadaanku. Biarlah.. mungkin mereka pikir aku telah hilang di bawa penculik ke planet lain saat menjemur jas hujan di samping. Namun mereka akan menemukan jawabannya jika mencari ke dalam kamarku.

Syukurlah aku telah dapat beraktivitas normal kembali hari ini. Memang jenuh, rasanya sangat ingin pergi berlibur untuk waktu yang cukup lama. Namun aku belum mendapat kesempatan itu. Maklum aku hanya karyawan biasa yang tidak bisa pergi liburan seenaknya saja kapan ku mau. Pagi ini aku berangkat ke kedai tanpa ditemani gerimis ataupun hujan. Hanya ada kubangan-kubangan air yang tampak terlihat di depan mata. Aku harus berjalan sangat hati-hati, cermat memilih mana yang harus ku pijak. Kalau tidak, sepatuku bisa kecemplung dalam kubangan.

Masih seperti biasa, aku menumpang bus kota pagi ini. Aku sudah duduk di kursi paling belakang, deret ke empat dari depan. Kali ini aku tidak duduk di samping jendela, melainkan di kursi yang sebelahnya. Aku masih memikirkan Henry. Dia sudah pernah menyatakan cintanya kepadaku, namun aku sedikit ragu sekarang. Apa mungkin dia telah sepenuhnya melupakan perasaan cinta pada Mba Lidya? Mungkinkah dia hanya menjadikanku sebagai pelarian dari rasa sakit hatinya? Yang selama ini masih kerap menghantui pikirannya.

Huh, aku sadar aku menyayangi Henry. Atau bahkan.. Mungkin aku telah jatuh cinta padanya. Tapi aku tetap tidak bisa menerima dirinya. Aku senang ketika melihat dirinya, apalagi saat dia ada di dekatku. Aku juga senang ketika dapat bertukar pesan dengannya. Diam-diam aku mencari dan merindukannya kala aku tidak dapat mendengar kabarnya. Mungkin selama berteman dekat dengannya, aku sering bersikap seolah tidak mempedulikannya. Tapi isi hatiku yang sebenarnya, hanya diriku sendiri dan Tuhan lah yang mengetahuinya dengan pasti.

Memikirkan Henry sepanjang perjalan pagi ini, tidak terasa sudah waktunya aku harus turun dari bus. Aku turun perlahan dan segera menyebrangi dua jalur di depanku. Mumpung kedua arah sedang sepi, aku buru-buru lari menyeberang. Tampak Pak Otong sedang duduk di dalam pos satpam sambil menatap ke arah luar. Dia tersenyum ramah mengangguk kepadaku. Aku pun melakukan hal yang sama. Lalu terus berjalan ke arah samping kedai.

Masih sepi, ku coba membuka pintu samping. Krek.. Ternyata masih dikunci. Ku putuskan untuk menunggu berdiri saja tanpa menghubungi siapapun. Beberapa menit aku menunggu, tampak Mutia dan Eka datang dari arah parkiran depan kedai. Melihat keberadaanku, mereka pun bertanya perihal kondisi kesehatanku saat ini.

"Amel.. Sudah sehat kan?" tanya Eka sembari menyentuh punggung atas sebelah kiriku. Dan Mutia sedang membuka kunci pintu samping, dia hanya tertawa kecil padaku.

"Sudah Ka.. Semoga aku ngga sakit-sakit lagi lah.."

"Haha, iya Amin.." timpal Mutia yang baru berhasil membuka kunci pintu kemudian membukakannya agak lebar untuk kami masuk ke dalam.

"Mut, celemek aku di.......?"

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun