Lantas aku menawarkannya pada Mutia agar kami bisa mencemilnya bersama. Mba Lidya tidak melarang kami untuk memakan makanan ringan pada jam kerja, hanya kami harus selalu menyesuaikannya dengan norma kesopanan. Jangan sampai kami mengunyah sesuatu saat sedang berhadapan dengan pelanggan. Jadi, curi-curi waktu untuk ngemil, itu masih diizinkan oleh Mba Lidya.
Sampai pukul satu siang ini kedai sudah cukup banyak dikunjungi pelanggan yang datang silih berganti. Aku lupa sudah berapa cangkir dan gelas yang telah ku buatkan untuk mereka. Saat membaca laporan harian nanti, aku baru tahu jumlahnya. Mba Lidya belum terlihat hadir sampai detik ini. Mungkin nanti sore atau malam, atau mungkin memang tidak hadir hari ini.
Terlihat Dion, Eka dan Rena datang bersama dari arah belakang. Aku lega karena mereka telah sampai disini.
"Gimana pengantinnya, cantik?" tanyaku pada Eka penasaran.
"Cantik lah.. Masa pengantin ngga cantik? Hahaha.."
"Kalian pada ketemuan di lokasi?" tanya Mutia ke arah Dion.
"Iya, mana di jalan gerimis. Eh pas sampe sana cerah." jawab Dion.
Dion mempersilahkan padaku agar aku segera pergi makan siang bersama Mutia. Namun aku sudah membawa bekal dari rumah sehingga Mutia harus pergi sendiri untuk makan siangnya. Belum jauh kami melangkah meninggalkan area barista, aku dan Mutia sampai terkejut dan menoleh mendengar suara gedebuk dari meja kerjaku. Astaga.. Dion yang bertubuh cukup gemuk itu terplanting jatuh di bawah mesin kopi yang letaknya di samping kiri meja kami.
Aku dan Mutia hanya bisa tertawa melihat insiden itu. Karena Rena dan Eka telah menolongnya terlebih dulu dan membantunya untuk bangkit. Bagaimana kami tidak tertawa, yang jatuh saja malah tertawa, dia malu atau menahan sakit? Ada-ada saja Dion, dia kan bukan anak kecil lagi, sudah besar masih jatuh. Mungkin tapak sepatu yang dipakainya itu terlalu licin atau memang Dion sedang ngantuk.. Entahlah.. Aku dan Mutia melanjutkan niat kami untuk makan siang setelah menyaksikan Dion telah berhasil bangkit dari jatuhnya tadi. Hebat juga Rena dan Eka, mereka kuat membantu Dion untuk kembali berdiri.
Waktu telah berlalu dengan cepat hari ini. Aku baru saja keluar dari pintu samping kedai dan hendak langsung pulang ke rumah. Pukul empat lewat lima menit sore, udara diluar sudah tidak terlalu dingin, namun jalanan masih agak basah, aku tidak perlu lama berdiri untuk menunggu bus kota. Selangkah keluar dari pintu ruko, bus kota itu muncul tepat di hadapanku. Pas sekali, aku bergegas naik perlahan dan duduk di bangku pertama dekat pintu depan.
Aku memandang sepanjang jalan raya yang nampak sudah mulai padat oleh kendaraan yang mungkin mereka akan menghabiskan waktu malam minggu mereka di luar rumah. Hmm.. Kenapa mereka tidak diam di rumah saja sih, istirahat. Kalau semua orang keluar rumah begini, jalanan jadi padat dan macet. Huh.. Tidak ada bedanya pulang jam segini di hari biasa maupun di hari Sabtu. Sama-sama macet.