"Ya.. Tapi kan kurang asyik Ris.." Eka masih kurang puas dengan komentar Faris.
"Ya kamu bareng datengnya, sama yang masuk siang juga kerjanya." tambahku.
"Nah.. Iya bener kata Amel." Faris dan Mutia setuju pada pendapatku.
"Amel ajak si Mas ya.. Hahaha.. Mas Henry."
Hmm.. Si Faris ini.. Masih saja iseng menggodaiku dengan Henry. Aku lebih baik diam kalau begini urusannya. Kami pun kembali pada posisi kami masing-masing dan mulai bekerja lagi melayani pelanggan yang sudah mulai hadir.
Di belakang dua orang Ibu yang telah selesai kami layani pesanannya, tampak seorang lelaki tinggi, mengenakan kaus berkerah warna biru dongker yang sedang bercelingak celinguk seperti sedang mencari seseorang, aku pun menawarkannya untuk segera memesan.
"Silahkan Pak.."
"Oh.. Ngga Mba.. Lidya ada ya?"
"Oh.. Mba Lidya.." aku sengaja tidak langsung menjawabnya karena takut salah. "Coba kami lihat dulu ke atas ya Pak." aku melanjutkan ucapan ku tadi.
"Oh, ngga usah. Saya telpon aja dari sini." dia mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan menelpon Mba Lidya di depan mataku. Aku rasa Mba Lidya menyuruhnya langsung naik ke ruangannya. Kemudian lelaki itu memberitahu pada ku. "Sudah Mba, Saya langsung ke atas aja katanya."
"Silahkan Pak, tangganya yang sebelah sana." aku menunjukkan dengan sopan ke arah letaknya tangga menuju ruangan Mba Lidya.