PERBANDINGAN TOKOH PEREMPUAN DALAM NOVEL AYAT-AYAT CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY DENGAN NOVEL Â SURGA YANG TAK DIRINDUKAN Â KARYA ASMA NADIA
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Menulis Karya Tulis Ilmiah
Dosen Pengampu : Aji Septiaji, S.Pd.,M.Pd
Disusun oleh :
Desi Kurnia (15.03.1.0008)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANÂ
UNIVERSITAS MAJALENGKAÂ
2018
PENDAHULUAN
Latar Belakang MasalahÂ
Novel adalah karangan prosa yang lebih panjang  dari cerita pendek dan menceritakan kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya  dengan menggunakan bahasa sehari-hari serta banyak membahas aspek kehidupan manusia.  Novel dibangun oleh dua unsur , yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.  Unsur intrinsik yang membangun novel yaitu tema, alur, tokoh dan perwatakan, latar, gaya bahasa, sudut pandang, dan amanat, sedangkan unsur ekstrinsik yang membangun novel adalah biografi pengarang, nilai-nilai dalam cerita diantaranya nilai moral, nilai sosial, nilai budaya, dan nilai estetika dan lain-lain.Â
Diantara beberapa unsur intrinsik novel tersebut di atas salah satunya adalah tokoh dan perwatakan. Tokoh adalah orang-orang yang terlibat di dalam cerita yang disampaikan pengarang. Â Setiap tokoh memiliki watak. Watak dapat diartikan sebagai suatu sifat atau karakter yang dapat membedakan tokoh satu dengan tokoh yang lainnya. Â
Seorang pengarang prosa fiksi khususnya novel menggambarkan tokoh dan perwatakan secara berbeda-beda. Ada tiga cara pengarang dalam melukiskan watak tokoh, yaitu dengan cara langsung atau analitik yaitu pengarang menggambarkan watak-watak tokoh secara langsung, maksudnya adalah langsung disebutkan wataknya dalam cerita tersebut dan dengan cara tak langsung atau dramatik yaitu Pengarang dalam menggambarkan watak-watak tokohnya tidak langsung menyebutkan wataknya, tetapi melalui bermacam-macam cara, yaitu diantaranya melalui penggambaran tempat tinggal atau lingkungan tokoh, melalui percakapan tokoh atau tokoh lain, melalui pikiran sang tokoh atau tokoh lain, dan melalui perbuatan atau tingkah laku tokoh dan cara campuran analitik dan dramatik.
Karakter atau watak seorang tokoh perempuan yang digambarkan oleh pengarang akan memiliki ciri khas tertentu. Ciri khas itu disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya latar belakang pengarang, gender pengarang, pendidikan pengarang, lingkungan hidup pengarang, budaya atau kebiasaan pengarang, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan pengarangnya.
Sastra bandingan melibatkan studi teks-teks antarkultur atau budaya.Terdapat hal penting yang merupakan pola hubungan kesastraan. Bagian tersebut seperti halnya: sastra bandingan berupa bandingan teks antar budaya yang berbeda. Selanjutnya, hubungan antar teks juga memuat keindahan yang memiliki makna.Â
Selain itu, studi teks juga membandingkan karya sastra dari ruang dan waktu yang berbeda. Hal inilah yang tercakup dalam penelitian yang dilakukan. Konsep tersebut menjadi pembanding antar karya sastra yang dibandingkan. Dua karya sastra tersebut yakni novel "Ayat-Ayat" Cinta karya Habiburrahman El Shirazy dengan novel "Surga Yang Tak Dirindukan " karya Asma Nadia. Kedua novel tersebut memiliki pandangan dan ide yang hampir sama terkait dengan tokoh perempuan yang ditonjolkan dalam penceritaan tersebut. Meskipun latar belakang kenegaraan kedua penulis itu berbeda, sehingga juga sangat mempengaruhi kepenulisannya.
Sastra bandingan yang menjadi unsur pembanding oleh peneliti untuk membandingkan dua karya sastra, novel Ayat-Ayat" Cinta karya Habiburrahman El Shirazy yang terbit pada tahun 2008 dengan novel "Surga Yang Tak Dirindukan " karya Asma Nadia yang terbit pada tahun 2016. Penelitian ini mengarah pada citra perempuan, yang diambil dari sudut pandang antar tokoh, perempuan dengan perempuan dan laki-laki dengan perempuan maupun sebaliknya. Pendekatan yang digunakan guna mengkaji penelitian ini adalah kritik sastra feminis.Â
Novel "Ayat-Ayat" Cinta karya Habiburrahman El Shirazy dengan novel "Surga Yang Tak Dirindukan " karya Asma Nadia merupakan novel yang menampilkan latar yang berbeda namun keduanya sama-sama menceritakan kehidupan beserta konflik percintaan yang mengharu biru bagi siapa saja yang membacanya. Novel "Ayat-Ayat Cinta" karya Habiburrahman El Shirazy merupakan salah satu novel yang pernah diadaptasi ke layar lebar. Cerita yang disajikan mampu mengalahkan cerita yang begitu populer pada masa itu. Berbeda dengan "Ayat-Ayat Cinta" yang begitu khas menceritakan tradisi religius Timur Tengah. Namun, "Surga Yang Tak Dirindukan" lebih khas menceritakan khasanah kebudayaan bangsa kita sendiri dengan segala kekayaan budaya religius yang sunguh indah dan penuh warna.
 Kedua novel ini memiliki keterpautan waktu yang cukup jauh. Apabila novel Ayat-Ayat" Cinta karya Habiburrahman El Shirazy yang terbit pada tahun 2008 sedangkan novel "Surga Yang Tak Dirindukan " karya Asma Nadia yang terbit pada tahun 2016.. Namun, keduanya memiliki kemiripan dan juga perbedaan terkait dengan citra perempuan, menjadi hal menarik tersendiri bagi peneliti untuk mengkajinya.
Rumusan MasalahÂ
Bagaimana persamaan citra perempuan yang terdapat dalam novel Ayat-Ayat" Cinta karya Habiburrahman El Shirazy dengan novel "Surga Yang Tak Dirindukan " karya Asma Nadia?Â
Bagaimana perbedaan citra perempuan yang terdapat dalam novel Ayat-Ayat" Cinta karya Habiburrahman El Shirazy dengan novel "Surga Yang Tak Dirindukan " karya Asma Nadia?Â
Bagaimana pengaruh novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburahman El-Shirazy dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia?
Tujuan PenelitianÂ
Mengidentifikasi persamaan citra perempuan yang terdapat dalam novel Ayat-Ayat" Cinta karya Habiburrahman El Shirazy dengan novel "Surga Yang Tak Dirindukan " karya Asma Nadia.
Mengidentifikasi perbedaan citra perempuan yang terdapat dalam novel Ayat-Ayat" Cinta karya Habiburrahman El Shirazy dengan novel "Surga Yang Tak Dirindukan " karya Asma Nadia.
Untuk mengetahui pengaruh novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburahman El-Shirazy dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia.
KAJIAN TEORI
Sastra BandinganÂ
Rene Wellek dan Austin Warren (1989:47-50) mendefinisikan tiga pengertian dari sastra bandingan. Pertama, penelitian sastra lisan, terutama tema cerita rakyat dan penyebarannya, disini istilah sastra bandingan dipakai untuk studi sastra lisan. Terutama cerita-cerita rakyat dan migrasinya, serta bagaimana dan kapan cerita rakyat masuk ke dalam penulisan sastra yang lebih artistik. Sastra lisan pada dasarnya merupakan bagian integral dari sastra tulis.
Kedua, penyelidikan mengenai hubungan antara dua atau lebih karya sastra, yang menjadi bahan dan objek penyelidikannya, diantaranya soal reputasi dan penetrasi, pengaruh dan kemasyuran karya besar, atau dengan kata lain istilah sastra bandingan mencakup studi hubungan antara dua kesusastraan atau lebih. Pendekatan ini dipelopori ilmuwan Perancis, yang disebut comparatistes, digagas oleh Ferdinand Baldensperger, yang diulas yaitu soal reputasi, pengaruh, dan ketenaran Goethe di Perancis dan Inggris.
Aspek yang dipelajari antara lain:Â
 (a)  citra dan konsep pengarang dan pada waktu tertentu,Â
 (b)  faktor penerjemahan,Â
 (c)   faktor penerimaan (receiving factor),Â
 (d)  suasana dan situasi sastra pada masa tertentu.
Dan yang Ketiga, penelitian sastra dalam keseluruhan sastra dunia, sastra umum dan sastra universal. Istilah sastra bandingan disamakan dengan studi sastra menyeluruh. Istilah sastra dunia menyiratkan bahwa yang dipelajari adalah sastra lima benua, mulai dari Selandia Baru sampai Islandia. Sastra umum mempelajari gerakan dan aliran sastra yang melampaui batas nasional. Konsepsi sastra universal melihat bahwa sastra tetap perlu dilihat sebagai suatu totalitas.
Menurut Rachmat Djoko Pradopo (2002 : 21),  terdapat metode kritik sastra yang secara umum digunakan oleh kritikus sastra : yakni metode struktural,metode perbandingan,metode sosiologi sastra,dan metode estetika resepsi. Namun metode yang akan digunakan pada  penelitian ini adalah metode perbandingan. Sastra bandingan adalah suatu disiplin ilmu yangmemiliki metode yang mencangkup berbagai aspek yaitu tema, jenis/bentuk, keterhubungansastra dengan disiplin dan media seni lainnya. Berdasarkan pengertian tersebut, dalam kajiansastra bandingan diperlukan pendekatan dalam mengkaji karya sastra yang satu denganlainnya. Dengan membanding-bandingkan karya sastra dengan menggunakan suatu pendekatan, akan mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai persamaan dan perbedaan.
Metode perbandingan disini diartikan sebagai upaya untuk mendapatkan hasil pemahaman makna karya sastra dengan jalan membandingkan dua karya sastra atau lebih yang menunjukkan adanya persamaan atau perbedaan tema, struktur, atau pun gaya. Dalam metode perbandingan ini dapat pula dikaitkan dengan teori intertekstual yang berprinsip terdapatnya persamaan atau pun perbedaan dalam satu genre sastra dari yang lam ke yang baru atau dari karya sastra yang terdahulu dan karya sastra yang kemudian, baik strukturnya, unsur-unsur pembentuk struktur , maupun gaya yang digunakannya. Perbandingan dapat dilihat dari jalur kesejajaran teks, tematiks teks, genre teks, dan genetik teks.
Menurut Suwardi Endaswara(2014), sastra bandingan melibatkan studi teks-teks antarkultur atau budaya, atau cabang ilmu pengetahuan yang terkait dengan pola-pola hubungan di dalam kesastraan antara yang satu dengan yang lain, yang mencakup ruang dan waktu. Konsep ini, memuat tiga hal penting, yaitu: (a) sastra bandingan berupa bandingan teks antar budaya yang berbeda, (b) menemukan pola hubungan antar teks yang memuat estetika bermakna, (c) membanding karya sastra dari waktu dan ruang yang berbeda. Ketiga hal ini merupakan jalur utama sastra bandingan, untuk mengungkap variasi teks sastra.
 Harus diakui, bahwa kebanyakan orang tidak memulai dengan sastra bandingan, untuk mengungkap kejernihan teks, namun mereka memulainya dengan jalan ilmu sastra lain, yang berawal dari poin-poin yang berbeda. Akibatnya, hubungan antar teks sering terabaikan, sehingga ada klaim bahwa semua ide selalu murni. Padahal, sesungguhnya kalau mau menyadari tak ada satu pun ide yang murni seratus persen. Kadang-kadang perjalanan sastra dimulai dengan suatu keinginan untuk bergerak di luar batasan-batasan dari suatu bidang hal tersebut. Pada saat tertentu seorang pembaca bisa terdorong untuk ikut pada apa yang muncul dan menjadi persamaan antara pengarang-pengarang teks dari konteks budaya yang berbeda. Misalnya saja dengan membaca, setelah kita mulai membaca kita bergerak ke arah pembatasan teks, pembuatan kesatuan dan hubungan, dan terpengaruh olehnya. Biarpun kita tidak lagi membaca sastra di dalam ruang terbuka, pengaruh selalu akan muncul dengan sendirinya.Â
Subjek yang tepat dalam sastra bandingan adalah sejarah yang berkaitan dengan kesusastraan dimana sastra sebagai suatu medium integral yang terpisah. Subjek sastra bandingan seyogyanya melukiskan pemikiran yang jelas, suatu ungkapan kelembagaan yang umum bagi umat manusia; yang dibedakan, untuk memastikan, kondisi-kondisi sosial individu, dengan pengaruh-pengaruh rasial, historis, ilmu bahasa dan budaya, peluang, dan batasan, hanya dengan tak mengindahkan usia atau (samaran/kedok), yang dirasa oleh pancaindera secara umum, fisiologis dan psikologis, dan mematuhi hukum adat dari material dan gaya, dari setiap dan umat manusia sosial. Jika demikian, subjek sastra bandingan begitu kompleks, emmuat berbagai hal.Â
Yang menarik, studi sastra bandingan menjadi tidak jauh berbeda dengan mengeksplorasi perubahan-perubahan dan perkembangan serta hubungan timbal balik dari tema atau gagasan yang berkaitan dan berhubungan dengan sastra dan menyimpulkan bahwa tidak ada suatu studi yang lebih baik dibanding riset-riset dari jenisnya. Peristiwa jalin-menjalin antara sastra dengan bidang lain, sulit ditolak. Hal ini dapat digolongkan dalam kategori suatu pengetahuan yang tidak lepas dari sejarah umum dan sejarah kesusastraan. Keduanya telah memunculkan sejarah sastra bandingan yang begitu panjang. Pendek kata, sastra bandingan secara konsepsional memang bersifat cair, bisa berubah setiap saat. Seluruh aktivitas sastra bandingan, selalu bertumpu pada teks sastra. Teks itu bersifat terbuka, penuh muatan, sehingga membuka kemungkinan sastra bandingan dalam arti sempit dan luas.
Tokoh dan penokohan
Menurut Aminuddin(2014:79), peristiwa dalam karya fiksi seperti halnya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, selalu diemban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita disebut dengan tokoh. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut dengan penokohan.
Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang berbeda-beda. Seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita disebut dengan tokoh inti atau tokoh utama. Sedangkan tokoh yang memiliki peranan tidak penting karena pemunculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu.Â
Dalam upaya memahami watak pelaku, pembaca dapat menelusurinya lewat, diantaranya :Â
Tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya.
Gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupanya maupun caranya berpakaian.
Menunjukkan bagaimana perilakunya.
Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri.
Memahami bagaimana jalan pikiranya.
Melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya.
Melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya.
Melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya.
Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya.
Pencitraan
Dalam KBBI, Citra artinya rupa; gambaran; dapat berupa gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase, atau kalimat dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya sastra prosa dan puisi. Citra dapat mengarah kepada  bentuk fisik, dan nonfisik sesuatu yang diacu, dan yang berkaitan dengan  pengindraan, dan proses mental manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat Wellek dan Warren (1989:238) yang menyatakan bahwa citra bersifat visual, merupakan suatu proses pengindraan atau presepsi, tetapi juga "mewakili" atau mengacu pada suatu yang tidak tampak, sesuatu yang berada di dalam.
 Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa citra adalah gambaran atau cerminan mengenai suatu hal atau objek tertentu yang diperoleh dari hasil  pengindraan atau kesadaran seseorang, baik bersifat visual maupun bersifat nonvisual. Dengan demikian dapat dinyatakan pula bahwa citra berkaitan erat dengan proses mental, dan proses fisik yang ada pada manusia sebagai pemberi makna dari citra itu. Dalam novel sebagai suatu karya sastra, citra dapat dimaknai  pula sebagai kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh kata, frasa, atau kalimat. Seseorang dapat mengetahui citra diri seorang tokoh setelah ia mengenali keberadaan tokoh itu melalui pengindraanya terhadap tokoh tersebut. Dengan kata lain, citra tokoh itu diketahui dari proses melihat, mendengar, ataupun membaca keberadaan tokoh itu. Jadi gambaran, cerminan, bayangan, atau citra mengenai tokoh itu diketahui dari proses pengindraan atau kesadaran yang ada pada diri seseorang. Tidak akan diketahui gambaran atau citra mengenai tokoh itu jika seseorang tidak mengetahui keberadaan fisik, dan aktifitas yang dilakukan oleh tokoh tersebut. Citra perempuan merupakan wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresi oleh perempuan dalam berbagai aspeknya yaitu aspek fisis dan psikis sebagai citra diri perempuan serta aspek keluarga dan masyarakat sebagai citra sosial.Â
Citra perempuan dalam penelitian ini berwujud mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresi oleh tokoh Patmini yang menunjukkan wajah dan ciri khas perempuan. Citra perempuan dapat dilihat melalui peran yang dimainkan perempuan dalam kehidupan sehari-hari dan juga melalui tokoh-tokoh lainnya yang terlibat dalam kehidupannya. Untuk itu dapat dideskripsikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perempuan sebagai berikut:Â
perempuan yang dicitrakan sebagai makhluk individu yang berkaitan dengan peranya sebagai ibu dan istri.Â
Makhluk sosial yang banyak terlibat dalam publik. Dalam hal ini dibedakan menjadi dua peran berdasarkan norma-norma yaitu:Â
perempuan yang mempunyai peran aktif dan pasif.
Perempuan yang mempunyai peran negatif
HASIL PENELITIAN
Sinopsis NovelÂ
Sinopsis Novel Ayat-ayat Cinta Karya Habibirrahman El-Shirazy
Fahri bin Abdillah adalah pelajar Indonesia yang berusaha menggapai gelar masternya di Al Ahzar. Berteman dengan panas dan debu Mesir. Berkutat dengan berbagai macam target dan kesederhanaan hidup. Bertahan dengan menjadi penerjemah buku-buku agama. Belajar di Mesir, membuat Fahri dapat mengenal Maria, Nurul, Noura, dan Aisha.
Maria Grigis adalah tetangga satu flat Fahri, yang beragama Kristen Koptik tapi mengagumi Al Quran. Dan menganggumi Fahri. Kekaguman yang berubah menjadi cinta. Sayangnya, cinta Maria hanya tercurah dalam diary saja. Sementara Nurul adalah anak seorang kyai terkenal, yang juga mengeruk ilmu di Al Azhar. Sebenarnya Fahri menaruh hati pada gadis manis ini. Sayang rasa mindernya yang hanya anak keturunan petani membuatnya tidak pernah menunjukkan rasa apa pun pada Nurul. Sementara Nurul pun menjadi ragu dan selalu menebak-nebak. Sedangkan Noura adalah tetangga Fahri, yang selalu disiksa Ayahnya sendiri. Fahri berempati penuh dengan Noura dan ingin menolongnya. Hanya empati saja. Tidak lebih! Namun Noura yang mengharap lebih. Dan nantinya ini menjadi masalah besar ketika Noura menuduh Fahri memperkosanya.
Dan yang terakhir adalah Aisha. Si mata indah yang menyihir Fahri. Sejak sebuah kejadian di metro, saat Fahri membela Islam dari tuduhan kolot dan kaku, Aisha jatuh cinta pada Fahri. Dan Fahri juga tidak bisa membohongi hatinya. Lantas, siapakah yang nantinya akan dipilih Fahri? Siapakan yang akan dipersunting oleh Fahri? Siapakah yang dapat mencintai Fahri dengan tulus? Mari kita cari jawabannya dari sinopsis "Ayat-Ayat Cinta" berikut.
Fahri sedang dalam perjalanan menuju Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq yang terletak di Shubra El-Kaima, ujung utara kota Cairo, untuk talaqqi (belajar secara face to face pada seorang syaikh) pada Syaikh Utsman, seorang syaikh yang cukup tersohor di Mesir. Dengan menaiki metro, Fahri berharap ia akan sampai tepat waktu di Masjid Abu Bakar As-Shiddiq. Di metro itulah ia bertemu dengan Aisha. Aisha yang saat itu dicacimaki dan diumpat oleh orang-orang Mesir karena memberikan tempat duduknya pada seorang nenek berkewarganegaraan Amerika, ditolong oleh Fahri. Pertolongan tulus Fahri memberikan kesan yang berarti pada Aisha. Mereka pun berkenalan. Dan ternyata Aisha bukanlah gadis Mesir, melainkan gadis Jerman yang juga tengah menuntut ilmu di mesir. Di Mesir Fahri tinggal bersama dengan keempat orang temannya yang juga berasal drai Indonesia. Mereka adalah Siful, Rudi, Hamdi, dan Misbah. Mereka tinggal di sebuah apartemen sederhana yang mempunyai dua lantai, dimana lantai dasar menjadi temapt tinggal Fahri dan empat temannya, sedangkan yang lanai atas ditemapati oleh keluarga Kristen Koptik yang sekaligus menjadi tetangga mereka. Keluarga ini terdiri dari Tuan Boutros, Madame Nahed dan dua oranga nak mereka, taitu Maria dan Yousef. Walau keyakinan dan aqidah mereka berbeda, tapi antara keluarga Fahri dan Tuan Boutros terjalin hubungan yang sangat baik. Terlebih Fahri dan Maria berteman begitu akarab. Fahri menyebut Maria sebagai gadis koptik yang aneh. Bagaimana tidak, Maria mampu menghafal surat Al-Maidah dan surat Maryam. Selain bertetangga dengan keluarga Tuan Boutros, Fahri juga mempunyai tetangga lain berkulit hitam yang perrangainya berbanding seratusdelapan puluh derajat dengan keluarga Boutros. Kepala keluarga ini bernama Bahadur. Istrinya bernama madame Syaima dan anak-anaknya bernama Mona, Suzanna, dan Noura. Bahadur, madame Syaima, Mona, dan Suzanna sering menyiksa noura karena rupa serta warna rambut Noura yang berbeda dengan mereka. Noura berkulit putih dan berambut pirang. Ya, nasib Noura memang malang.Â
Suatu malam Noura diusir Bahadur dari rumah. Noura diseret ke jalan sembari dicambuk. Tangisannya memilukan. Fahri tidak tega melihat Noura diperlakukan demikian oleh Bahadur. Ia meminta Maria melalui sms untuk menolong Noura. Fahri tidak bisa menolong Noura secara langsung karena Noura bukan muhrimnya. Maria pun bersedia menolong Noura malam itu. Ia membawa Noura ke flatnya. Fahri dan Maria berusaha mencari tahu siapa keluarga Noura sebenarnya. Mereka yakin Noura bukanlah anak Bahadur dan madame Syaima. Dan benar. Noura bukan anak mereka. Noura yang malang itu akhirnya bisa berkumpul bersama orang-orang yang menyayanginya. Ia sangat berterima kasih pada Fahri dan Maria. Sementara itu, Aisha tidak dapat melupakan pemuda yang baik hati mau menolongnya di metro saat itu. Aisha rupanya jatuh hati pada Fahri. Ia meminta pamannya Eqbal untuk menjodohkannya dengan Fahri. Kebetulan, paman Eqbal mengenal Fahri dan Syaik Utsman. Melalui bantuan Syaik Utsman, Fahri pun bersedia untuk menikah dengan Aisha. Mendengar kabar pernikahan Fahri, Nurul menjadi sangat kecewa. Paman dan bibinya sempat datang ke rumah Fahri untuk memberitahu bahwa keponakannya sangat mencitai Fahri. Namun terlambat! Fahri akan segera menikah dengan Aisha. Oh, malang benar nasib Nurul. Dan pernikahan Fahri dengan Aisha pun berlangsung. Fahri dan Aisha memutuskan untuk berbulanmadu di sebuah apartemen cantik selama beberapa minggu.
Sepulang dari 'bulanmadu'nya, Fahri mendapat kejutan dari Maria dan Yousef. Maria dan adiknya itu datang ke rumah Fahri untuk memberikan sebuah kado pernikahan. Namun Maria tampak lebih kurus dan murung. Memang, saat Fahri dan Aisha menikah, keluarga Boutros sedang pergi berlibur. Alhasil, begitu mendengar Fahri telah menjadi milik wanita lain dan tidak lagi tinggal di flat, Maria sangat terpukul. Kebahagian Fahri dan Aisha tidak bertahan lama karena Fahri harus menjalani hukuman di penjara atas tuduhan pemerkosaan terhadap Noura. Noura teramat terluka saat Fahri memutuskan untuk menikah dengan Aisha. Di persidangan, Noura yang tengah hamil itu memberikan kesaksian bahwa janin yang dikandungnya adalah anak Fahri. Pengacara Fahri tidak dapat berbuat apa-apa karena ia belum memiliki bukti yang kuat untuk membebaskan kliennya dari segala tuduhan. Fahri pun harus mendekam di bui selama beberapa minggu. Satu-satunya saksi kunci yang dapat meloloskan Fahri dari fitnah kejam Noura adalah Maria. Marialah yang bersama Noura malam itu (malam yang Noura sebut dalam persidangan sebagai malam dimana Fahri memperkosanya). Tapi Maria sedang terkulai lemah tak berdaya. Luka hati karena cinta yang bertepuk sebelah tangan membuatnya jatuh sakit. Tidak ada jalan lain. Atas desakan Aisha, Fahri pun menikahi Maria. Aisha berharap, dengan mendengar suara dan merasakan sentuhan tangan Fahri, Maria tersadar dari koma panjangnya. Dan harapan Aisha menjadi kenyataan. Maria dapat membuka matanya dan kemudian bersedia untuk memberikan kesaksian di persidangan. Alhasil, Fahri pun terbebas dari tuduhan Noura. Dengan kata lain, Fahri dapat meninggalkan penjara yang mengerikan itu. Noura menyesal atas perbuatan yang dilakukannya. Dengan jiwa besar, Fahri memaafkan Noura. Dan, terungkaplah bahawa ayah dari bayi dalam kandungan Noura dalah Bahadur.
Fahri, Aisha, dan Maria mampu menjalani rumah tangga mereka dengan baik. Aisha menganggap Maria sebagai adiknya, demikian pula Maria yang menghormati Aisha selayaknya seorang kakak. Tidak ada yang menduga jika maut akhirnya merenggut Maria. Namun Maria beruntung karena sebelum ajal menjemputnya, ia telah menjadi seorang mu'alaf. Dari buku kita tahu bahwa Fahri selalu "menjaga diri" di tengah wanita-wanita yang dekat dengannya. Hal itu Fahri lakukan karena rasa cintanya pada Yang Maha Kuasa. Fahri berusaha konsisten dengan prinsip, dan ajaran agama yang ia pegang teguh. Cinta Fahri pada agama dan Sang Khalik menuntunnya pada cinta Aisha. Atas izin Allah Fahri dan Aisha bersatu di bawah payung cinta yang tulus mengharapkan ridhaNya.
Sinopsis Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia
Novel surga yang tak dirindukan ini menceritakan tentang kehidupan rumah tangga, seorang gadis selalu menghayalkan kehidupannya dalam cerita dongeng. Pada akhirnya ceritanya akan selalu hidup bahagia tetapi dalam kehidupan nyata justru berbanding terbalik dengan khayalannya tersebut.Â
Kisah ini berawal dari kisah gadis yang bernama Arini. Bahwa kelak akan ada seorang lelaki tampan yang melamarnya dan hidup bahagia bersamanya selamanya. Akhirnya dia pun menikah dengan seorang lelaki yang bernama Andika Prasetya yang merupakan teman masa kecil Arini dan kakaknya. Kehidupan Arini dan suaminya berjalan dengan mulus. Dalam pernikahannya dikaruniai 3 orang anak yaitu Nadia, Adam, Putri.
Setelah 10 tahun berlalu, Rumah tangga yang dulunya harmonis kini berubah  setelah pras menolong seorang perempuan yang mencoba bunuh diri dengan menabrakkan mobilnya dipembatas jalan. arena kehamilannya diluar pernikahan. Pras mengantarkan perempuan tersebut keRumah Sakit.
Pras bertambah panik ketika dokter menyuruhnya untuk menandatangani sebuah surat yang menyatakan bahwa perempuan tersebut harus dioperasi, karena mengalami pendarahan. Kemudian Pras bersedia untuk menandatangani sebuah surat. Setelah perempuan tersebut di operasi pras merasa lega. Kemudian keduanya saling berkenalan  dan perempuan tersebut bernama mey rose. Selama beberapa hari dirawat diRumah Sakit, Pras memberikan perhatian yang lebih kepada Mey Rose. Dan Mey Rose pun merasa nyaman, sehingga diapun tidak menginginkan ada perpisahan diantara mereka.
Hingga akhirnya Mey Rose pun berfikir untuk menikah dengan Pras. Pras pun merasa kasihan dengan Mey Rose dan anaknya. Akhirnya pun Pras menikahinya tanpa memberitahukan hal ini kepada Arini. Lama kelamaan Arini pun merasa curiga dengan sikap Pras, karena perhatian dan kasih sayangnya mulai berubah kepada keluarganya. Suatu ketika Arini menemukan surat dari Rumah Sakit tempat Pras memeriksakan anak Mey Rose. Kemudian Arini pun mendatangi Rumah Sakit tersebut dan menanyakan nomor telepone dari pasien tersebut. Setelah itu  Arini menelpon nomor tersebut. Arini pun terkejut karena yang mengangkat telephonnya adalah seorang wanita yang dengan bangganya menyebut dirinya sebagai "Nyonya Prasetya". Setelah itu Arini mendatangi prasetya ke kantor, namun ditengah perjalanan Arini melihat Prasetya mencium kening seorang  perempuan dan mengusap kepala anak kecil yang berada disampingnya.Â
Setelah itu Arini mengetahui bahwa Pras selingkuh dibelakangnya. Lalu Arini pergi meninggalkan tempat tersebut untuk pergi kerumah ibunya bersama tiga anaknya. Disana ia menceritakan semuanya kepada ibunya dan dia menenangkan pikirannya. Lalu dia menelephon rumah Mey Rose dan memintanya untuk meninggalkan Pras. Tetapi Mey Rose dengan tegas menolaknya kemudian Pras datang dan terkejut dengan adanya Arini dirumahnya.
 Akhirnya Pras menyesali perbuatannya yang telah berpoligami dengan Mey Rose. Arini juga berfikir bahwa dongeng milik perempuan memang harus mati agar dongeng perempuan lain mendapatkan kehidupan.Â
Persamaan dan Perbedaan Citra Perempuan dalam novel Ayat-Ayat" Cinta karya Habiburrahman El Shirazy dan novel "Surga Yang Tak Dirindukan " karya Asma Nadia.Â
Analisis Citra Perempuan dalam novel Ayat-Ayat" Cinta karya Habiburrahman El Shirazy
Citra Perempuan MandiriÂ
"Dan memang akulah yang meminta paman Eqbal untuk mengatur bagaimana aku bisa menikah denganmu. Akulah yang minta." Aisha menJawab dengan bahasa Arab fusha yang terkadang masih ada susunan tatabahasa yang keliru namun tidak mengurangi pemahaman orang yang mendengarnya.Suaranya lembut dan indah. (AAC, 2008: 212)
Dan memang akulah yang meminta paman Eqbal untuk mengatur bagaimana aku bisa menikah denganmu. Kalimat di atas adalah indeks dari kemandirian Aisha. Indeks tersebut diperkuat lagi dengan kalimat Akulah yang minta.Kedua kalimat ini merupakan penyebab Aisha untuk melamar Fahri. Biasanya laki-laki yang terlebih dahulu mengungkapkan isi hatinya kepada perempuan
Citra Perempuan PahlawanÂ
"Begini saja Kak Fahri. Si Noura suruh turun di depan Masjid Rab'ah. Aku dan Farah akan menjemputnya tepat pukul setengah sembilan" (AAC, 2008:74).Â
Si Noura suruh turun di depan Masjid Rab'ah.Aku dan Farah akan menjemputnya tepat pukul setengah sembilan. Kalimat ini adalah indeks dari citra perempuan pahlawan. Kata aku merujuk kepada Nurul. Nurul bersedia menolong Noura atas anjuran Fahri.Â
Citra Perempuan Bijaksana
"Sejak itu, menurut cerita ayah, sejak itu ibu sangat sibuk. Tapi ibu mampu mengatur waktu dengan baik. Mengasuh aku, mengurus suami, mengurus klinik, menjadi wakil direktur rumah sakit dan mengajar di universitas. Tidak hanya itu, ibu masih bisa menyempatkan waktu untuk mengadakan penelitian di laboratorium." (AAC, 2008: 244).Â
Mampu mengatur waktu dengan baik, adalah ikon dari bijaksana. Mampu mengatur waktu dengan baik mempunyai kemiripan dengan bijaksana. Jika seseorang sudah mampu mengatur waktu dengan baik berarti dia telah memiliki ciri-ciri orang yang bijaksana.Â
Citra Perempuan Berwatak Jelek dan RakusÂ
"Menurut bisik-bisik para gadis tetangga kedua kakak Noura itu kerjanya tak lain adalah menjual diri. Beberapa kali Noura melihat Mona membawa teman lelaki ke rumah dan diajak tidur di kamarnya" (AAC, 2008: 127).Â
Menjual diri merupakanikon dari perzinahan. Zinah adalah perbuatan dosa besar yang dilarang dalam agama manapun. Menjual diri disebut juga pelacur. Makna menjual diri adalah menyerahkan diri kepada seseorang untuk memenuhi hawa nafisu birahinya dengan imbalan sejumlah uang. Mereka melakukannya tanpa ikatan perkawinan.Â
Citra Perempuan Penuh Cinta Kasih
"Aisha minta dipangku dan disuapi kue. Lalu minta dibopong dan digendong. Ia juga minta difoto dalam gaya-gaya dansa. Ada-ada saja. Ia sangat mesra dan manja. Tapi ia sangat tahu menjaga diri" (AAC, 2008: 246).Â
Ia sangat mesra dan manja, kalimat tersebut adalah ikon dari seseorang yang penuh cinta kasih. Manja adalah sangat kasih atau mesra. Sikap manja ini biasanya dimiliki seseorang karena dirinya sering diberi kasih sayangsehingga dia tidak merasakan kekurangan sesuatu apapun.Â
Citra Perempuan PemberaniÂ
"Nurul berteriak lantang dan memaki-maki Nuora yang tidak tahu balas budi dan mengarang cerita bohong. Hakim mengetuk palunya berkali-kali meminta  semuanya untuk tenang. Dia lalu meminta tanggapanku." (AAC, 2008: 402).Â
Nurul berteriak lantang dan memaki-maki Nuora yang tidak tahu balas budi dan mengarang cerita bohong. Kalimat tersebut adalah indeks dari citra perempuan berani mempertahankan kebenaran. Berteriak lantang dan memaki-maki Noura yang tidak tahu balas budimerupakan akibat dari keberanian Nurul mempertahankan kebenaran.Â
Citra Perempuan CerdasÂ
"Aku jadi tidak mengerti sebenarnya berapa surat. Berapa juz yang telah dihapal Maria. Dulu saat pertama kali dia menyapa di dalam metrodia mengatakan hanya hafal surat Al-Maidah dan Maryam saja. Sekarang diam membaca surat Thaaha'. "(AAC, 2008: 402).Â
Hafal surat Al-Maidah dan Maryam saja, sekarang diamembaca surat Thaaha. Hafal merupakan ikon dari cerdas. Hafalmirip dengan cerdas, hafalmerupakan ciri-ciri dari orang yang cerdas.Â
Citra Perempuan yang Kurang Sabar Menghadapi CobaanÂ
"Aisha tersedu-sedu mendengar penjelasanku. Dalam tangisnya ia berkata dengan penuh penyesalan, " Astaghfirullah... astaghfirullah adiim!" Paman Eqbal ikut sedih dan meneteskan air mata" ( AAC, 2008: 361).Â
Aisha tersedu-sedu merupakan indeks dari kekurangsabaran Aisha menghadapi cobaan. Aisha terguncang mendengar tuduhan Noura kepada Fahri. Aisha tidak dapat menahan amarahnya kepada Noura. Di satu sisi Aisha adalah seorang yang sholeha, namun di sisi yang lain Aisha juga manusia biasa yang tidak dapat menahan kejolak dalam dirinya.Â
Analisis Novel "Surga Yang Tak Dirindukan " karya Asma NadiaÂ
Citra Tokoh Arini
Tercitra sebagai Perempuan yang Menginginkan Kejujuran
"Sekarang juga, Arini harus meminta kejujuran laki-laki itu." (Nadia, 2016:62).
Dari kutipan di atas terlihat keinginan Arini untuk meminta kejujuran dan penjelasan kepada suaminya tentang kebenaran yang ingin diketahuinya.
Tercitra sebagai Perempuan yang Memiliki Potensi dan Prestasi
"Terlihat Bukumu bagus-bagus, Rin! Aku suka."(Hal. 86).
Keberhasilan atau prestasi Arini dibuktikan juga dengan banyaknya orang yang menyukai buku-buku hasil karyanya.
Tercitra sebagai Perempuan yang Tabah dan Sabar Menerima Cobaan
"Arini buru-buru menghapus titik air mata yang barusan kembali jatuh. Ia harus sabar dan tabah. Kesabaran adalah sinar matahari, dan ketabahan adalah bumi yang senantiasa membangkitkan harapan." (Hal.11).
Tercitra sebagai Perempuan yang Bersyukur Atas Karunia Tuhan
"Beberapa saat ibu dan anak hanya bertatapan sampai Arini yang terhenyak bangkit dari duduk dan berlari ke belakang rumah. Memandang anak-anak lekat, dengan berkaca yang dirambati syukur."(Hal. 256).
Dari kutipan tersebut Arini masih bersyukur atas karunia Tuhan yang telah memberikan anak-anak yang sehat dan menjadi penguat dirinya di tengah masalah rumah tangga yang ia alami.
Tercitra sebagai Perempuan yang Menyayangi Ibunya
"Pilihan berikutnya. Kemas air matamu,Rin. Larilah kepangkuan ibu." "Sejak dulu, ibu selalu menjadi tempat terbaik menumpahkan segala." Setelah merangkai cerita dengan kehidupan barunya bersama Pras, Arini memang tidak pernah bisa lepas dari sosok ibu yang telah membesarkannya dengan kasih sayang.
Tercitra sebagai Perempuan yang Beriman dan Bertaqwa
"Arini percaya takdir. Dengan keyakinan itu dia telah melewati ribuan hari. Kadang memang keingintahuan menggelitiknya. Pangeran mana yang akan Allah kirimkan padanya, bila memang kesempatan itu ada sebelum dia menjadi tawanan kematian?"(Hal.9).
Kutipan di atas, takdir adalah sesuatu hal yang sudah menjadi ketentuan Tuhan. Dan bagi sebagian orang yang memeluk agama selalu mempercayai bahwa apa pun yang dialaminya merupakan ketentuan dari sang pencipta.
Tercitra sebagai Istri yang Mengutamakan Peran Domestik
"Ah, sedang apa Arini? Memandikan anak mereka yang paling kecilkah? Menyuapi? Atau berkutat dengan tuts-tuts di keyboard-nya?"(hal. 34).Â
Kutipan di atas menjelaskan bahwa tugas Arini bukan hanya mengasuh. Tetapi, sebagai seorang ibu, ia harus bisa mendidik anak-anaknya untuk selalu menjalani perintah agama dan mengajari untuk selalu berprilaku jujur.
Tercitra sebagai Istri yang Menyayangi Suami
"Bagi Arini, kamar bukan sekedar tempat beristirahat. Tapi lebih merupakan wujud cintanya yang putih pada Pras. Lelaki pertama yang menarik hati yang datang melamarnya sepuluh tahun lalu. Lelaki yang masih dicintainya, dan mencintainya dengan sepenuh hati pula."(Hal.3).
Dari kutipan diatas, rasa sayang Arini tergambar dari setiap sudut kamar karena baginya kamar bukan hanya tempat beristirahat melainkan wujud kesetiaannya, kamar yang penuh dengan dominasi warna putih itu melambangkan kesucian dan tulusnya cinta yang ia miliki untuk Pras, hal ini menjukkan bahwa Arini begitu menyayangi laki-laki itu.
Tercitra sebagai Istri yang Menghormati Suami
".....Bahkan jika hendak pergi ke pasar, atau mengajak anak-anak kerumah saudara, perempuan itu selalumeminta izinnya." (Hal.269).
Dari kutipan di atas, di dalam pernikahan ridho suami adalah ridhoAllah.
Tercitra sebagai Seorang Ibu yang Peduli dan Menyayangi Anakanaknya
"Kita makan duluan saja. Ayah mungkini pulang telat."(Hal. 13).
Berdasarkan kutipan di atas, Arini merupakan sosok ibu yang peduli dan menyayangi anak-anaknya terbukti ketika ia menuntun anak-anaknya untuk melaksanakan ibadah wajib.
Tercitra sebagai Seorang Penulis Novel
"Situasi paling menyebalkan bagi penulis. Buntu."(hal. 186).
Berdasarkan kutipan di atas, Arini tercitra sebagai seorang perempuan sastrawan yang menulis sebuah novel. Karya-karyanya banyak dinikmati oleh masyarakat.
Tercitra sebagai Anggota Masyarakat
"Seperti yang sudah-sudah, Arini tidak tega menolak Ina yang nyaris setiap bulan datang untuk meminjam sejumlah uang." (Hal.150)
Selain turut serta membantu temannya dalam memberikan solusi. Hal ini membuktikan citra Arini dalam masyarakat.
Citra Tokoh Mei RoseÂ
Tercitra sebagai Perempuan yang Memiliki Beberapa Keinginan
"Mengetahui Ray seorang yang taat beragama, diam-diam aku pun mulai mempelajari keyakinannya." (Hal.49).
Dari kutipan di atas terlihat keinginan Mei Rose untuk mempelajari keyakinan yang dimiliki Ray, laki-laki yang telah merubah pola pikir serta pandangan tentang laki-laki yang tidak pernah mengisi hari-harinya.
Tercitra sebagai Perempuan yang Memiliki Potensi dan Prestasi
"Hidupku kini lumayan, gajiku tak besar, tapi cukup untuk membayar seorang pembantu."(hal. 53).Â
Kerja keras dan usahanya selama ini telah menghasilkan kesuksesan dalam hidup Mei Rose.
Tercitra sebagai Perempuan yang Tabah dan Sabar Menerima Cobaan
"Letih membuatku kuat. Panas menjadikanku lebih kuat."(hal. 21).
Dari kutipan tersebut, cobaan yang didapatkan oleh Mei Rose berupapenyiksaan yang dilakukan A-ie. Penyiksaan diterimanya setiap hari di tengah rasa lelah dan letih.
Tercitra sebagai Perempuan yang Bersyukur Atas Karunia Tuhan
"Sepertinya aku harus berterima kasih kepada Tuhan yang tidak pernah benar-benar kukenal karena akhirnya menggerakkan hati luki hidayat untuk menyapaku.(hal:165).
Dari kutipan di atas menjelaskan bahwa Mei Rose bersyukur karena Tuhan telah mengirimkan laki-laki yang mau menerima dia apa adanya dan rasa syukur karena Tuhan telah menggerakan hati Luki Hidayat untuk menyapanya.
Tercitra sebagai Perempuan yang Beriman dan Bertaqwa
"Tuhan. Untuk pertama kali kusebut namu-mu. Dan untuk pertama kali aku memohon. Jadikan dia mencintai aku, atau anakku." (Hal.245).
Dari kutipan di atas, Mei Rose mengingat kebahagiaan yang di dapat semata-mata karena kebaikan dari Tuhan, karena kebahagiaan yang tidak pernah bisa dia ungkapkan itu akhirnya dia mempercayai bahwa melalui doa dia akan mendapatkan apa yang di inginkan yaitu cinta.
Tercitra sebagai Perempuan yang Mandiri
"....Kamu cewek paling mandiri pernah kukenal." (hal. 48).
Dari kutipan di atas, merupakan penilaian dari orang sekitar Mei Rose yang mengenalnya sebagai perempuan yang mandiri karena ia hanya mengandalkan kecerdasan serta potensi yang dimilikinya.
Tercitra sebagai Perempuan yang Realistis
" Aku Mei Rose dan hidupku bukan dongeng. Sebab dongeng selalu bermuara padaa dongeng tentangkebahagiaan."(hal. 17).
Kutipan di atas, menunjukkan sikap realistis Mei Rose yang tidak ingin mempercayai kehidupan yang seindah kisah dongeng, selama hidupnya ia selalu mengandalkan akal sehat tanpa harus terbuai dengan kisah berujung bahagia seperti dongeng.
Tercitra sebagai Perempuan yang Memiliki Tekad Kuat
"Aku Mei Rose, dan aku bersumpah." "Kebodohan ini tidak akan terulang."Â
(hal.77).
Dari kutipan di atasmenjelaskan bahwa tekad yang kuat dari seorang perempuan yang telah merasakan kejadian buruk dalam hidupnya, dia tidak ingin mengulang kesalahan yang pernah dilakukan.
Tercitra sebagai Istri yang Mengutamakan Tugas Domestik
"Aku ingat, saat kedua kaki masih harus berjingkat agar bisa melihat periuk nasi, aku sudah biasa memasak. A-ie memberiku sebuah dingklik untuk berpijak Pernah tubuhku goyah hingga terjatuh. Untung hanya tangan yang terkena tumpahan kuah sup yang berasal dari panci."(hal. 20).Â
Dari kutipan di atas terlihat bukan hanya pekerjaan domestik dalam hal mengepel, menyapu dan mencuci yang dilakukan Mei Rose. Tetapi, pekerjaan domestik seperti memasak harus ia kerjakan juga.
Tercitra sebagai Istri yang Menyayangi Suami
"Dan selama melalui hari-hari pernikahan, Mei Rose membuktikan diri sebagai istriyang baik. Dia bahkan tidak pernah meminta uang belanja yang menjadi haknya sebagai istri, pada Pras."(hal. 283).
Dari kutipan di atas menjelaskan sosok Mei Rose yang sudah terbiasa mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain bahkan suaminya sendiri. Ia tidak pernah meminta haknya dalam bentuk materi.
Tercitra sebagai Seorang Ibu yang Tidak Menginginkan Kehadiran Buah Hatinya
"Seandainya bisa kutabrakan perut bunting sialan ini ke kendaraan mana saja yang melaju cepat. Persoalan akan selesai."(Hal.121).
Dari kutipan di atas menjelaskan bahwa Mei Rose benar-benar tidak menginginkan kehadiran anak itu di dunia ini. Kebenciannya telah tertanam dalam benak dan hatinya.
Tercitra sebagai Seorang Ibu yang Peduli dan Menyayangi Anak-anaknya
"Aku tidak lagi membuang muka bahkan bersedia menimang dan  menyentuh makhluk kecil yang hanya bisa menangis itu..."(hal.257).Â
Berdasarkan kutipan di atas, rasa sayang dan naluri Mei Rose sebagai seorang ibu muncul ketika menyaksikan bayi mungil yang tak berdaya itu.
Tercitra sebagai Seorang Pekerja Kantoran
"sebelum membenahi tas dan meninggalkan kantor."(hal. 124).Â
Berdasarkan kutipan di atas menggambarkan bahwa sosok Mei Rose sebagai perempuan mampu bekerja di dalam tugas publik yaitu sebagai pegawai kantoran.
Pengaruh novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburahman El-Shirazy dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia.
Bila kita hubungkan dengan fenomena sekarang ini, novel Ayat-Ayat Cintadan novel Surga Yang Tak Dirindukan ini sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, karena masih banyak ditemukan kisah cinta segitiga dan masalah poligami yang dialami oleh masyarakat. Contohnya pada novel Ayat-Ayat Cinta masalah poligami yang dialami oleh para tokoh utama dengan segala konflik yang ada di dalamnya menyebabkan novel ini sangatlah diminati oleh pembaca. Begitu juga pada novel Surga Yang Tak Dirindukan yang menyajikan cerita cinta segitiga dengan menghadirkan masalah poligami di dalamnya menyebabkan pembaca seakan-akan merasakan apa yang telah dialami oleh para tokoh utama, dikarenakan cerita yang digambarkan seolah-olah begitu terjadi pada kehidupan nyata. Hal inilah yang menyebabkan banyak pengarang yang memandang cerita cinta segitiga dan poligami cocok untuk dihadirkan dalam bentuk novel dengan tujuan menarik minat pembaca. Saat ini banyak ditemukan karya sastra prosa berupa novel, yang menceritakan tentang cinta segitiga dan masalah poligami. Ini semua dapat dikarenakan banyak pengarang yang memandang bahwa masalah cinta segitiga dan poligami selalu menjadi kontroversi di dalam masyarakat, sehinga dapat dengan mudah untuk diterima.
PENUTUP
Kesimpuan
Citra perempuan yang terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta Karya Habiburrahman El-Shirazy adalah mandiri, pahlawan, bijaksana,berwatak jelek dan rakus, penuh cinta kasih, berani, cerdas dan kurang sabar menghadapi cobaan.
Citra perempuan yang terdapat dalam tokoh Arini dan Mey Rose terbagi menjadi tiga citra yaitu citra perempuan sebagai pribadi (sebagai perempuan yang menginginkan kejujuran, sebagai perempuan yang memiliki potensi dan prestasi, sebagai perempuan yang tabah dan sabar menerima cobaan, sebagai perempuan yang bersyukur atas karunia Tuhan, sebagai perempuan yang menyayangi ibunya, sebagai perempuan yang religius), citra perempuan dalam ranah domestik (Sebagai istri yang mengutamakan peran domestik, sebagai istri yang menyayangi suami, sebagai istri yang menghormati suami, sebagai seorang ibu yang peduli dan menyayangi anak-anaknya), dan citra perempuan dalam ranah publik (sebagai seorang penulis novel, sebagai anggota masyarakat).
Saran-saran
Novel merupakan cerita fiksi yang mengungkapkan konflik kehidupan para tokohnya secara lebih mendalam dengan melukiskan watak tokoh serta karakter. Novel Ayat-ayat Cinta dan Novel Surga Yang Tak Dirindukan ini memiliki nilai-nilai karakter yang dapat memberikan pelajaran hidup. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran para pembaca untuk dapat mengambil hikmah dari cerita dalam novel tersebut.Â
Khusus kepada pengarang, novel dapat dijadikan sebagai sarana dakwah, tetapidiperlukan kebijakan untuk menyampaikan dakwah yang disampaikan. Poligami dalamagama Islam adalah perbuatan yang dihalalkan. Para perempuan Islam juga memahamisyariat tersebut, tetapi perlu diperhatikan bahwa dalam kenyataannya belum semua perempuan yang beragama Islam dapat menerima untuk dipoligami.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin, 2014. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru Algensindo
Djoko Pradopo, Rachmat. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta : Gama Media.
Depdikbud. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka
El- Shirazy, Habiburahman. 2008. Ayat-Ayat Cinta. Jakarta Selatan : Republika
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama
Nadia, Asma. 2016. Surga Yang Tak Dirindukan. Depok : AsmanadiaÂ
Wellek, Rene dan Austin Werren. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta : Gramedia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H