Dari kutipan tersebut Arini masih bersyukur atas karunia Tuhan yang telah memberikan anak-anak yang sehat dan menjadi penguat dirinya di tengah masalah rumah tangga yang ia alami.
Tercitra sebagai Perempuan yang Menyayangi Ibunya
"Pilihan berikutnya. Kemas air matamu,Rin. Larilah kepangkuan ibu." "Sejak dulu, ibu selalu menjadi tempat terbaik menumpahkan segala." Setelah merangkai cerita dengan kehidupan barunya bersama Pras, Arini memang tidak pernah bisa lepas dari sosok ibu yang telah membesarkannya dengan kasih sayang.
Tercitra sebagai Perempuan yang Beriman dan Bertaqwa
"Arini percaya takdir. Dengan keyakinan itu dia telah melewati ribuan hari. Kadang memang keingintahuan menggelitiknya. Pangeran mana yang akan Allah kirimkan padanya, bila memang kesempatan itu ada sebelum dia menjadi tawanan kematian?"(Hal.9).
Kutipan di atas, takdir adalah sesuatu hal yang sudah menjadi ketentuan Tuhan. Dan bagi sebagian orang yang memeluk agama selalu mempercayai bahwa apa pun yang dialaminya merupakan ketentuan dari sang pencipta.
Tercitra sebagai Istri yang Mengutamakan Peran Domestik
"Ah, sedang apa Arini? Memandikan anak mereka yang paling kecilkah? Menyuapi? Atau berkutat dengan tuts-tuts di keyboard-nya?"(hal. 34).Â
Kutipan di atas menjelaskan bahwa tugas Arini bukan hanya mengasuh. Tetapi, sebagai seorang ibu, ia harus bisa mendidik anak-anaknya untuk selalu menjalani perintah agama dan mengajari untuk selalu berprilaku jujur.
Tercitra sebagai Istri yang Menyayangi Suami
"Bagi Arini, kamar bukan sekedar tempat beristirahat. Tapi lebih merupakan wujud cintanya yang putih pada Pras. Lelaki pertama yang menarik hati yang datang melamarnya sepuluh tahun lalu. Lelaki yang masih dicintainya, dan mencintainya dengan sepenuh hati pula."(Hal.3).