***
      Hanya bisa menangis. Ya, ia hanya bisa menangis. Meratapi kepiluan yang ia tidak harapkan.
      "Ris," panggil Risa, sahabatnya.
      "Ia khianatiku, Sa," katanya dalam tangis yang tak terhenti.
      Risa hanya diam. Ia memeluknya.
      "Yang sabar, Ris. Yang sabar!"
      Aristi masih menangis. Kenangan lalu yang penuh bahagia justru melukainya.
      "Kamu harus bangkit, Ris. Jangan siksa dirimu," kata Risa.
      Betapa kesakitan yang diterima. Aristi tak kuasa menahan api dusta yang ia pelihara. Risa bisa merasakannya. Risa tak mau Aristi, sahabatnya terkurung dalam penantian yang berujung tipuan.
      "Bagaimana keadaannya?" tanya Faris.
      Risa hanya menggeleng. Faris beranjak dari kursi hendak menuju kamarnya.