Mohon tunggu...
Indria Lailatul
Indria Lailatul Mohon Tunggu... Lainnya - Pengalaman adalah guru kehidupan

Jadilah seorang murid yang senantiasa menghormati guru . Berkah seorang guru itu penting

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Layanan Bimbingan dan Konseling Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Melalui Pendekatan Islami di Kelas Inklusi

26 Februari 2024   22:22 Diperbarui: 26 Februari 2024   22:25 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendidikan inklusi merupakan perkembangan baru dari

pendidikan terpadu. Pada sekolah inklusif setiap anak sesuai dengan

kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani secara

optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan atau

penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana-prasarana, tenaga

pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem

penilaiannya.

Keuntungan dari pendidikan inklusi adalah bahwa anak

berkebutuhan khusus maupun anak biasa dapat saling berinteraksi

secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di

masyarakat dan kebutuhan pendidikannya dapat terpenuhi sesuai

dengan potensinya masing-masing. Pendidikan inklusi mensyaratkan

pihak sekolah yang harus menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan

individu peserta didik, bukan peserta didik yang menyesuaikan

dengan sistem persekolahan. Pandangan mengenai pendidikan yang

harus menyesuaikan dengan kondisi peserta didik ini sangat terkait

dengan adanya perbedaan yang terdapat dalam diri peserta didik.

Pandangan lama yang menyatakan bahwa peserta didiklah yang

harus menyesuaikan dengan pendidikan dan proses pembelajaran di

kelas lambat laun harus berubah. Istilah inklusi berimplikasi pada

adanya kebutuhan yang harus dipenuhi bagi semua anak dalam

sekolah. Hal ini menyebabkan adanya penyesuaian-penyesuaian yang

harus dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran. Penyesuaian pendidikan (adaptive education) dilaksanakan

dengan menyediakan pengalaman-pengalaman belajar guna

membantu masing-masing peserta didik dalam meraih tujuan-tujuan

pendidikan yang dikehendakinya. Penyesuaian pendidikan dapat

berlangsung tatkala lingkungan pembelajaran sekolah dimodifikasi

untuk merespon perbedaan-perbedaan peserta didik secara efektif

dan mengembangkan kemampuan peserta didik agar dapat bertahan

dalam lingkungan tersebut. Dengan melihat adanya penyesuaian

terhadap kebutuhan peserta didik yang berbeda-beda, maka

dalam setting pendidikan inklusi model pendidikan yang

dilaksanakan memiliki model yang berbeda dengan model

pendidikan yang lazim dilaksanakan di sekolah-sekolah reguler.

1. Pengertian Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi dalam perkembangannya memiliki

beberapa istilah yang berbeda, diantaranya: Special Education,

Pendidikan Integratif, dan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan

Khusus. Loreman menyatakan bahwa ada banyak definisi pendidikan

inklusi yang berkembang di masyarakat, dan memiliki interpretasi

yang kadang-kadang salah atau misinterpretation, seperti kelas

segregatif yang didalamnya berisi anak dengan tingkah laku

bermasalah dikatakan telah melaksanakan pendidikan inklusi

(Loreman, 2007 : 23).

Pendidikan inklusi seharusnya terdapat guru pembimbing

khusus (GPK) yang diharapkan berkompetensi untuk mendampingi

dan membimbing anak berkebutuhan khusus untuk dapat lebih baik.

Pelaksanaan pendidikan inklusi tidak terlepas dari partisipasi

keseluruhan tenaga pengajar yang ada di sekolah. Pendidikan inklusi

bertujuan untuk memungkinkan siswa meraih potensi mereka

(Marilyn Friend & William D. Bursuck, 2015:5).

Hallahan et al. (2009:53) mengemukakan pengertian

pendidikan inklusi sebagai pendidikan yang menempatkan semua

peserta didik berkebutuhan khusus dalam sekolah reguler sepanjang

hari. Dalam pendidikan seperti ini, guru memiliki tanggung jawab

penuh terhadap peserta didik berkebutuhan khusus tersebut.

Pengertian ini memberikan pemahaman bahwa pendidikan inklusi

menyamakan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal

lainnya. 

Pendidikan inklusi juga bisa digunakan untuk

mendeskripsikan penyatuan anak-anak berkelainan (penyandang

hambatan/cacat) ke dalam program sekolah. Konsep inklusi

memberikan pemahaman mengenai pentingnya penerimaan anakanak yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, dan

interaksi sosial yang ada di sekolah (Smith 2006:45).

Menurut Hildegun Olsen (Tarmansyah, 2007: 82), pendidikan

inklusi adalah sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa

memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik

atau kondisi lainnya. Pendidikan inklusi adalah sebuah pelayanan

pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan

pendidikan khusus di sekolah regular (SD, SMP, SMU, dan SMK) yang

tergolong luar biasa baik dalam arti kelainan, lamban belajar maupun

berkesulitan belajar lainnya.

Menurut Staub dan Peck (Tarmansyah, 2007;83), pendidikan

inklusi adalah penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan

berat secara penuh di kelas. Hal ini menunjukan kelas regular

merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak-anak berkelainan,

apapun jenis kelainanya. Dari beberapa pendapat, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan

untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus tanpa memandang

kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi

lainnya untuk bersama-sama mendapatkan pelayanan pendidikan di

sekolah regular (SD, SMP, SMU, maupun SMK).

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat ditarik

kesimpulan bahwa pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan

untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus tanpa memandang

kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi

lainnya untuk bersama-sama mendapatkan pelayanan pendidikan di

sekolah regular (SD, SMP, SMU, maupun SMK). Seperti yang telah

disampaikan bahwa pendidikan inklusi memberikan kesempatan

kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki

potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti

pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara

bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

Pendidikan inklusi pada dasarnya memiliki dua model.

Pertama yaitu model inklusi penuh (full inclusion), berarti penghapusan pendidikan khusus. Model ini menyertakan peserta

didik berkebutuhan khusus untuk menerima pembelajaran

individual dalam kelas reguler. Kedua yaitu model inklusif parsial

(partial inclusion). Model parsial ini mengikutsertakan peserta didik

berkebutuhan khusus dalam sebagian pembelajaran yang

berlangsung di kelas reguler dan sebagian lagi dalam kelas-kelas pull

out dengan bantuan guru pendamping khusus.

Model lain misalnya dikemukakan oleh Brent Hardin dan

Marie Hardin. Brent dan Maria mengemukakan model pendidikan

inklusi yang mereka sebut inklusif terbalik (reverse inclusive). Dalam

model ini, peserta didik normal dimasukkan ke dalam kelas yang

berisi peserta didik berkebutuhan khusus. Model ini berkebalikan

dengan model yang pada umumnya memasukkan peserta didik

berkebutuhan khusus ke dalam kelas yang berisi peserta didik

normal. Model inklusi terbalik agaknya menjadi model yang kurang

lazim dilaksanakan. Model ini mengandaikan peserta didik

berkebutuhan khusus sebagai peserta didik dengan jumlah yang

lebih banyak dari peserta didik normal. Dengan pengandaian

demikian seolah sekolah untuk anak berkebutuhan khusus secara

kuantitas lebih banyak dari sekolah untuk peserta didik normal, atau

bisa juga tidak. Model pendidikan inklusif seperti apapun tampaknya

tidak menjadi persoalan berarti sepanjang mengacu kepada konsep

dasar pendidikan inklusi

Model pendidikan inklusi yang diselenggarakan pemerintah

Indonesia yaitu model pendidikan inklusi moderat. Pendidikan

inklusi moderat yang dimaksud yaitu pendidikan inklusi yang

memadukan antara terpadu dan inklusi penuh. Model moderat ini

dikenal dengan model mainstreaming. Model pendidikan

mainstreaming merupakan model yang memadukan antara

pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (Sekolah Luar Biasa)

dengan pendidikan reguler. Peserta didik berkebutuhan khusus

digabungkan ke dalam kelas reguler hanya untuk beberapa waktu

saja. Salah satu usaha awal dalam menawarkan suatu model

mainstreaming menurut Berry, menekankan tiga unsur yang harus

mempunyai ciri-ciri itu: suatu rangkaian jenis-jenis layanan

pendidikan bagi siswa-siswa yang memiliki hambatan, pengurangan

jumlah anak-anak yang "ditarik keluar" dari kelas-kelas reguler, dan penambahan ketetapan-ketetapan bagi layanan pendidikan di dalam

kelas-kelas reguler ketimbang di luar kelas-kelas tersebut.

SD Bina Harapan Semarang merupakan salah satu SD di

Semarang Kota yang menyelenggarakan pendidikan inklusi

meskipun belum mempunyai SK Penunjukan Penyelenggaraan

Pendidikan Inklusi Tingkat SD, secara formal perizinan SD Bina

Harapan adalah Sekolah Inklusi namun pada kenyataannya yang

kami temukan di lapangan adalah bahwa SD Bina Harapan

didominasi oleh siswa ABK sedangkan kurikulum yang digunakan

adalah kurikulum reguler. Berdasarkan pernyataan Kepala Sekolah

di atas tampak bahwa Kepala SD Bina Harapan Semarang sudah

memahami bahwa bahwa konsep pendidikan inklusi memiliki lebih

banyak kesamaan dengan konsep yang melandasi 'Pendidikan untuk

Semua', dan 'Peningkatan mutu sekolah'.

Selanjutnya disampaikan pula, bahwa pendidikan inklusi

merupakan pergeseran dari kecemasan tentang suatu kelompok

tertentu menjadi upaya yang difokuskan untuk mengatasi hambatan

untuk belajar dan berprestasi. Pendidikan inklusi adalah sistem

layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus

belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama-sama

teman seusianya. Namun kenyataannya setiap tahun siswa yang

mendaftar pada SD Bina Harapan Semarang justru selalu anak-anak

berkebutuhan khusus, sehingga yang diterima hanyalah siswa ABK

yang ketunaannya masih ringan dengan harapan guru-guru regular

mampu menangani.

Data dilapangan menunjukkan bahwa di SD Bina Harapan

mayoritas justru anak berkebutuhan khusus (ABK) maka hal ini

tentu saja tidak sesuai dengan konsep pendidikan inklusi yang telah

diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa Sekolah penyelenggara

pendidikan inklusi adalah sekolah yang menampung semua murid di

sekolah yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan

yang layak dan menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan

dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang

dapat diberikan oleh para guru agar murid-murid berhasil secara

optimal.

Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang menyertakan

semua anak secara bersama-sama dalam suatu iklim dan proses pembelajaran dengan layanan pendidikan yang layak dan sesuai

dengan kebutuhan individu siswa tanpa membeda-bedakan anak

yang berasal dari latar suku, kondisi sosial, kemampuan ekonomi,

politik, keluarga, bahasa, geografis (keterpencilan) tempat tinggal,

jenis kelamin, agama, dan perbedaan kondisi fisik atau mental.

Sedangkan di SD Bina Harapan Semarang tidak demikian

keadaannya.

2. Tujuan Pendidikan Inklusi

Tujuan pendidikan inklusi menurut Raschake dan Bronson (

dalam Lay Kekeh Marthan, 2007:189-190), terbagi menjadi 3 yakni

bagi anak berkebutuhan khusus, bagi pihak sekolah, bagi guru, dan

bagi masyarakat, lebih jelasnya adalah sebagai berikut: a) Bagi anak

berkebutuhan khusus; 1) Anak akan merasa menjadi bagian dari

masyarakat pada umumnya, 2) Anak akan memperoleh bermacammacam sumber untuk belajar dan bertumbuh., 3) Meningkatkan

harga diri anak, 4) Anak memperoleh kesempatan untuk belajar dan

menjalin persahabatan bersama teman yang sebaya, 5) Memberikan

kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak (termasuk anak

berkebutuhan khusus) mendapatkan pendidikan yang layak sesuai

dengan kebutuhannya. b) Bagi pihak sekolah; 1) Memperoleh

pengalaman untuk mengelola berbagai perbedaan dalam satu kelas,

2) Mengembangkan apresiasi bahwa setiap orang memiliki keunikan

dan kemampuan yang berbeda satu dengan lainnya, 3) Meningkatkan

kepekaan terhadap keterbatasan orang lain dan rasa empati pada

keterbatasan anak, 4) Meningkatkan kemampuan untuk menolong

dan mengajar semua anak dalam kelas. c) Bagi guru; 1) Membantu

guru untuk menghargai perbedaan pada setiap anak dan mengakui

bahwa anak berkebutuhan khusus juga memiliki kemampuan, 2)

Menciptakan kepedulian bagi setiap guru terhadap pentingnya

pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, 3) Guru akan merasa

tertantang untuk menciptakan metode-metode baru dalam

pembelajaran dan mengembangkan kerjasama dalam memecahkan

masalah, 4) Meredam kejenuhan guru dalam mengajar. d) Bagi

masyarakat; 1) Meningkatkan kesetaraan sosial dan kedamaian

dalam masyarakat, 2) Mengajarkan kerjasama dalam masyarakat dan

mengajarkan setiap anggota masyarakat tentang proses demokrasi, 3) Membangun rasa saling mendukung dan saling membutuhkan

antar anggota masyarakat.

Layanan pendidikan inklusi bagi siswa ABK di SD Bina

Harapan Semarang belum bisa maksimal, sebab mekanisme

manajemen yang digunakan masih menggunaan mekanisme

manajemen sekolah regular sedangkan mayoritas siswa di SD Bina

Harapan Semarang adalah siswa ABK. Padahal dalam

penyelenggaraan pendidikan inklusi harus menggunakan manajemen

pendidikan inklusi baik dari segi kesiswaan, kurikulum, tenaga

kependidikan, sarana dan prasarana, keuangan/ dana, lingkungan

(hubungan sekolah dan masyarakat) serta layanan khusus.

Dalam hal penerimaan siswa baru, Kepala sekolah SD Bina

Harapan Semarang akan menentukan apakah siswa yang

bersangkutan diterima atau tidak berdasarkan tingkat kebutuhan

khusus yang dimiliki oleh siswa dalam kategori ringan dan sedang,

karena pada kenyataannya yang mendaftar tiap tahun adalah

kategori anak berkebutuhan khusus bukan siswa reguler. Apabila

termasuk dalam kategori ringan sampai sedang maka akan diterima,

tetapi apabila dalam kategori berat akan disarankan sekolah di SLB.

Dikarenakan SD Bina Harapan Semarang bukan sekolah

inklusi berdasarkan SK Penunjukkan Penyelenggaraan Pendidikan

Inklusi maka penerimaan siswa ABK dilakukan berdasarkan

kebutuhan di masyarakat. Apabila merujuk pada Permendiknas No. 1

Tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan untuk Tunanetra,

Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa dan Tunalaras, bahwa

penerimaan siswa berkebutuhan khusus pada setiap satuan

pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi perlu

mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah, satuan

pendidikan tersebut harus mengalokasikan kursi siswa (quota)

paling sedikit satu (1) siswa yang memiliki kelainan dalam satu

rombongan belajar yang akan diterima dan paling banyak

disesuaikan dengan kekuatan dan daya dukung sekolah.

Program bimbingan dan penyuluhan diadakan berdasarkan

kebutuhan siswa. Yakni SD Bina Harapan Semarang telah

bekerjasama dengan UNIKA untuk untuk mengadakan tes psikologi

dan USM pada setiap semester akan diadakan pembekalan bagi guru SD Bina Harapan terkait dengan kebutuhan dalam melayani siswa

ABK di Sekolah.

Di SD Bina Harapan Semarang, kurikulum yang dimiliki masih

menggunakan kurikulum reguler, sehingga kebutuhan dan

penanganan siswa ABK belum bisa terakomodir dengan baik padahal

semua siswa termasuk siswa ABK.

Manajemen tenaga kependidikan antara lain adalah 1)

inventarisasi pegawai, 2) pengusulan formasi pegawai, 3)

pengusulan pengangkatan, 4) mengatur usaha kesejahteraan, 5)

mengatur pembagian tugas. Tenaga kependidikan bertugas

menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti,

mengembangkan, mengelola dan/atau meberikan pelayanan teknis

dalam bidang pendidikan. Tenaga kependidikan di sekolah inklusi

sebagian besar sama dengan sekolah regular meliputi guru, laboran,

dan teknis sumber belajar.

Lebih khusus, tenaga kependidikan yang dimiliki sekolah

inklusi adalah guru kelas, guru mata pelajaran dan guru pendamping

khusus (GPK). Di SD Bina Harapan Semarang semua hal tersebut

belum dilakukan karena keterbatasan banyak hal. Manajemen tenaga

pendidikan dilakukan sesuai dengan standar reguler. Serta

keterbetasan guru regular pada pemahaman siswa ABK hanya

diperoleh berdasarkan keseharian dalam menangani siswa ABK

(Otodidak).

Untuk menambah wawasan guru-guru regular maka sekolah

sesekali secara rutin sesuai alokasi anggaran yang dimiliki akan

mengirim 2 guru tiap 3 bulan sekali untuk mengukuti pelatihanpelatihan dan pendampingan ABK pada pendidikan inklusi.

Serta pihak sekolah telah bekerjasama dengan fakultas

psikologi USM dan UNIKA, dalam 6 bulan sekali dari pihak kampus

akan mengadakan pelatihan dan pendampingan bagi guru-guru dan

karyawan atau staf TU yang ada di SD Bina Harapan Semarang.

Sehingga jika sewaktu proses pembelajaran dikelas guru

membutuhkan bantuan pendamping maka staf TU akan membantu

mendampingi beberapa siswa di kelas.

Sarana dan prasarana di SD Bina Harapan Semarang belum

memenuhi standar sarpras yang sebagaimana tercantum dalam

Permendiknas, hal ini desebabkan karena tidak adanya alokasi dana untuk penyediaan sarpras bagi siswa ABK. Serta peralatan sarpras

ABk yang tergolong mahal menyulitkan sekolah untuk memenuhinya.

Beberapa kali SD Bina Harapan Semarang mendapatkan BOP dan

beasiswa pendidikan inklusi, dan dari pembayaran SPP dialokasikan

untuk pemenuhan sarpras.

Kepala SD Bina Harapan Semarang selalu berupaya untuk

melibatkan masyarakat termasuk orangtua wali siswa yang

tergabung dalam Komite Sekolah, termasuk untuk menangani siswa

ABK. Tetapi meskipun demikian karena keterbatasan pengetahuan

masyarakat tentang penyelenggaraan pendidikan inklusi di sekolah,

banyak diantara anggota komite yang ikut serta mempercayakan saja

semua keputusan pada pihak sekolah.

3. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah sebagai pengganti

istilah lama anak cacat atau penyandang cacat. Sebenarnya istilah

Anak Bekebutuhan Khusus adalah untuk menunjuk mereka yang

memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau

sosial. Pemerintah memahami pada kondisi yang memiliki

kekurangan dan kelebihan kemampuan khususnya dalam bidang

pendidikan. Itulah Anak Berkebutuhan Khusus.

Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib

dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga,

masyarakat, pemerintah, dan negara. Hak anak yang wajib dipenuhi

diantaranya adalah hak untuk memperoleh pendidikan dan

pengajaran. Anak berkebutuhan khusus usia dini juga berhak

mendapatkan layanan pendidikan.

Anak berkebutuhan khusus harus mendapatkan perlakuan

yang sama dalam memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu.

Agar anak berkebutuhan khusus mendapat pengajaran yang benar

maka perlu diiperhatikan jenis-jenis berkebutuhan khusus (ABK).

Tunanetra, anak yang mengalami gangguan daya

penglihatannya, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan

walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus

masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Tunarungu,

anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya

sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan

walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengarmasih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Tunalaras,

anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan

bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku

dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada

umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain.

Tunadaksa, anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap

pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga

memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Tunagrahita, anak yang

secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan

perkembangan mental jauh di bawah rata-rata (IQ dibawah 70)

sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik,

komunikasi maupun sosial, dan karenanya memerlukan layanan

pendidikan khusus. Hambatan ini terjadi sebelum umur 18 tahun.

Cerebral palsy, gangguan /hambatan karena kerusakan otak

(brain injury) sehingga mempengaruhi pengendalian fungsi

motorik. Gifted, anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi),

kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) di

atas anak-anak seusianya (anak normal). Autistis atau autisme,

gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya

gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan

dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.

Asperger Disorder atau AD, gangguan pada anak Asperger

lebih ringan dibandingkan anak autisme dan sering disebut dengan

istilah High-fuctioning autism. Rett's Disorde, jenis gangguan

perkembangan yang masuk kategori ASD. Aspek perkembangan pada

anak Rett's Disorder mengalami kemuduran sejak menginjak usia 18

bulan yang ditandai hilangnya kemampuan bahasa bicara secara

tiba-tiba. Koordinasi motorinya semakin memburuk dan dibarengi

dengan kemunduran dalam kemampuan sosialnya. Rett's Disorder

hampir keseluruhan penderitanya adalah perempuan.

Attention deficit disorder with hyperactive atau ADHD, bisa

juga disebut anak hiperaktif, oleh karena mereka selalu bergerak dari

satu tempat ketempat yang lain. Tidak dapat duduk diam di satu

tempat selama 5-10 menit untuk melakukan suatu kegiatan yang

diberikan kepadanya. Rentang konsentrasinya sangat pendek, mudah

bingung dan pikirannya selalu kacau, sering mengabaikan perintah

atau arahan, sering tidak berhasil dalam menyelesaikan tugas-tugas di sekolah. Sering mengalami kesulitan mengeja atau menirukan

ejaan huruf.

Lamban belajar atau slow learner, anak yang memiliki potensi

intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk

tunagrahita. Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau

keterlambatan berpikir, merespons rangsangan dan adaptasi sosial,

tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita.

Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik, anak yang

secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik

khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis dan

berhitung atau matematika). dari jenis-jenis anak berkebutuhan

khusus tersebut kita dapat mengetahui kendala dan kekurangan

mereka. Sebagai orang awam pun kita dapat memahami dan

mengerti apa yang menjadi kendala dari mereka.

Jika dikaji bentuk perhatian pemerintah, pemerintah peduli

dengan anak berkebutuhan khusus ini dengan bukti di tiap daerah

mulai didirikan Sekolah Luar Biasa (SLB). Tak tanggung-tanggung,

universitas-universitas memiliki jurusan untuk menjadi guru SLB.

Inilah bukti pemerintah telah peduli kepada semua masyarakat,

terkhusus anak-anak, karena anak-anak merupakan harapan bangsa.

Namun, upaya pemerintah tidak akan berhasil jika para

orangtua tidak memanfaatkan fasilitas yang telah diberikan

pemerintah. Adalah hak dan kewajiban setiap warga negara

menempuh pendidikan, tidak terkecuali bagi mereka anak-anak

berkebutuhan khusus. Jika anak-anak berkebutuhan khusus sudah di

didik dari tingkat sekolah sejajar dengan teman mereka lainnya,

maka mereka akan mengerti dan memahami pembelajaran seperti

yang lainnya, walaupun tentu dengan kadar yang berbeda.

Hendaknya para orangtua mulai memperhatikan betapa pentingnya

pendidikan bagi anak-anak baik yang normal maupun anak dengan

kebutuhan khusus.

Konsep anak berkebutuhan khusus dapat dikategorikan

menjadi dua kelompok besar yaitu anak berkebutuhan khusus yang

bersifat sementra (temporer) dan anak berkebutuhan khusus yang

besifat menetap (permanent) a. Anak Berkebutuhan Khusus Bersifat Sementra (Temporer)

Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara

(temporer) adalah anak yang mengalami hambatan belajar dan

hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal.

Misalnya anak yang yang mengalami gangguan emosi karena trauma

akibat diperekosa sehingga anak ini tidak dapat belajar. Pengalaman

traumatis seperti itu bersifat sementra tetapi apabila anak ini tidak

memperoleh intervensi yang tepat boleh jadi akan menjadi

permanent.

b. Anak Berkebutuhan Khusus yang Bersifat Menetap

(Permanen)

Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen adalah

anak-anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan

perkembangan yang bersifat internal dan akibat langsung dari

kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi

penglihatan, pendengaran, gannguan perkembangan kecerdasan dan

kognisi, gannguan gerak (motorik), gannguan iteraksi-komunikasi,

gannguan emosi, social dan tingkah laku. Dengan kata lain anak

berkebutuhan khusus yang bersifat permanent sama artinya dengan

anak penyandang kecacatan.

Heward (2003) mendefinisikan ABK sebagai anak dengan

karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya

tanpa selalu menunjukkan pada ketidak mampuan mental, emosi ,

atau fisik. Suran dan Rizzo (dalam Semiawan dan Mangunson,2010)

ABK adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam beberapa

dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka yang

secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial terlambat dalam

mencapai tujuan-tujuan atau kebutuhan dan potensinya secara

maksimal, meliputi mereka yang tuli, buta, gangguan bicara, cacat

tubuh, retardasi mental, gangguan emosional, juga anak-anak

berbakat dengan inteligensi tinggi termasuk kedalam kategori anak

berkebutuhan khusus karena memerlukan penanganan dari tenaga

profesional terlatih.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah diberikan oleh para

tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa ABK adalah individu yang

memiliki karakteristik fisik, intelektual, maupun emosional, di atas

atau di bawah rata-rata inividu pada umumnya. Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru

yang digunakan dan merupakan terjemahan dari children with special

need yang telah digunakan secara luas di dunia internasional. Ada

beberapa istilah lain yang digunakan untuk menyebut anak

berkebutuhan khusus. antara lain anak cacat, anak tuna, anak

berkelainan, anak menyimpang, dan anak luar biasa. Selain itu, WHO

juga merumuskan beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut

anak berkebutuhan khusus, yaitu: a) Impairement: merupakan suatu

keadaan atau kondisi dimana individu mengalami kehilangan atau

abnormalitas psikologi, fisiologi atau fungsi struktur anatomi secara

umum pada tingkat organ tubuh. Contoh seorang yang mengalami

amputasi satu kaki, maka ia mengalami kecacatan kaki, b) Disability:

merupakan suatu keadaan dimana individu menjadi "kurang

mampu" melakukan kegiatan sehari-hari karena adanya keadaan

impairement, seperti kecacatan pada organ tubuh. Contoh, pada

orang yang cacat kaki, dia akan merasakan berkurangnya fungsi kaki

untuk mobilitas, c) Handicaped: suatu keadaan dimana individu

mengalami ketidak mampuan dalam bersosialisasi dan berinteraksi

dengan lingkungan. Hal ini dimungkinkan karena adanya kelainan

dan berkurangnya fungsi organ individu. Contoh orang yang

mengalami amputasi kaki, dia akan mengalami masalah mobilitas

sehingga dia memerlukan kursi roda (Purwanti,2012).

Manajemen layanan khusus di SD Bina Harapan Semarang

dilakukan dalam hal-hal khusus. Contohnya: untuk membantu siswa

ABK dalam kebutuhan khusus maka akan diberikan layanan dan

treatment khusus pada siswa yang bersangkutan oleh psikolog yang

hadir ke sekolah dalam seminggu sekali, terjadwal siapa saja siswa

yang akan mendapatkan pelayanan dan treatment khusus pada

minggu itu maka psikolog yang ada akan memberikan layanan

tersebut sesuai ketunaan siswa.

Layanan khusus pada penyelenggaraan pendidikan inklusi

dilakukan berdasarkan kebutuhan siswa ABK. Sehingga pelaksanaan

di setiap sekolah inklusi akan berbeda-beda sesuai kebutuhan akan

ketunaannya.

4. Pendekatan Islami di Kelas Inklusi

Bimbingan islami adalah proses pemberian bantuan terhadap

individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah,sehinngga dapat mencapai kebahagiaan hidup didunia dan

akhirat. Dengan demikian bimbingan islam merupakan proses

bimbingan sebagaimana kegiatan bimbingan lainnya, tetapi dalam

seluruh seginya berlandaskan Al-quran dan sunnah rasul.

Bimbingan islam merupakan proses bimbingan

bantuan,artinya bimbingan tidak menentukan atau mengharuskan,

melainkan sekedar membantu individu.Individu dibantu, dibimbing,

agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah.

Landasan (fondasi atau dasar pijak) utama bimbingan dan

konseling islami adalah al-quran dan sunnah rasul, sebab keduanya

merupakan sumber dari segala sumber pedoman kehidupan umat

Islam,seperti disebutkan Nabi Muhammad saw sebagai berikut yang

artinya: "Aku tinggalkan sesuatu bagi kalian semua yang jika kalian

selalu berpegang teguh kepadanya niscaya selamanya-selamanya

tidak akan pernah salah langkah tidak akan pernah salang langkah

tersesat jalan, sesuatu itu yakni kitabullah dan sunah Rasulnya."

Sejalan dengan bimbingan dan konseling konvensional,

bimbingan dan konseling Islami mengandaikan adanya hubungan

personal antar manusia, satu pihak yang ingin memecahkan masalah,

dan pihak lain yang membantu menyelesaikan masalah tersebut.

Dalam hal ini, MD. Dahlan mengungkapkan bahwa bimbingan dan

konseling Islami adalah "bimbingan kehidupan yang pada intinya

tertuju pada realisasi doa rabanna atina fi ad-dunya hasanah wa fil

akhirati hasanah wa qina adzaba an-nar. Berisikan rintisan jalan ke

arah penyadaran kepribadian manusia sebagai makhluk Allah dan

dapat menumbuhkan rasa tentram dalam hidup karena selalu

merasa dekat dengan Allah dan ada dalam lindungan-Nya."

Secara garis besar atau secara umum, tujuan bimbingan dan

konseling Islami itu dapat dirumuskan sebagai "membantu individu

mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai

kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat"

Salah satu tujuan dari bimbingan dan konseling Islam adalah

mengarahkan kepada individu untuk mempunyai mental atau jiwa

yang sehat. Untuk mencapai tujuan bimbingan dan konseling Islam,

maka dibutuhkan sebuah langkah operasional untuk mengarahkan

individu untuk mempunyai mental atau jiwa yang sehat. Salah satu tokoh dalam Islam yang membahas tentang

problematika jiwa adalah Al-Ghazali. Ia secara terperinci telah

menjelaskan tentang jiwa dan bagaimana mengobati problematika

yang berkaitan dengan jiwa. Kedua masalah tersebut dibahas dalam

bab keajaiban hati dan riydhah al-nafs. Di dalam kajian tersebut AlGhazali tidak hanya menjelaskan tentang perilaku manusia, tetapi

juga memberikan terapi penanggulangan permasalahanpermasalahan yang berkaitan dengan perilaku manusia.

Hakekat bimbingan dan konseling Islami adalah upaya

membantu individu belajar mengembangkanfitrah dan atau

kembalikepada fitrah, dengan cara memberdayakan (empowering)

iman, akal, dan kemauan yang dikaruniakan Aloh SWT. Kepadanya

untuk mempelajari tuntunan Allah dan rasul-Nya, agar fithrah yang

ada pada individu itu berkembang dengan benar dan kokoh sesuai

tuntunan Allah SWT.

Dari rumusan di atas nampak, bahwa konseling Islami adalah

aktifitas yang bersifat "membantu", dikatakan membantu karena

pada hakekatnya individu sendirilah yang perlu hidup sesuai

tuntunan Allah (jalan yang lurus) agar mereka selamat. Karena posisi

konselor bersifat membantu, maka konsekuensinya individu sendiri

yang harus aktif belajar memahami dan sekaligus melaksanakan

tuntunan Islam (Al-Quran dan sunnah rasul-Nya). Pada akhirnya

diharapkan agar individu selamat dan memperoleh kebahagiaan

yang sejati di dunia dan akhirat, bukan sebaliknya kesengsaraan dan

kemelaratan di dunia dan akhirat.

Pihak yang membantu adalah konselor, yaitu seorang mu'min

yang memiliki pemahaman yang mendalam tentang tuntunan Allah

dan mentaatinya. Bantuan itu terutama berbentuk pemberian

dorongan dan pendampingan dalam memahami dan mengamalkan

syari'at Islam. Dengan memahami dan mengamalkan syari'at Islam

itu diharapkan segala potensi yang dikaruniakan Allah kepada

individu bisa berkembang optimal. Akhirnya diharapkan agar

individu menjadi hamba Allah yang muttaqin mukhlasin, mukhsinin,

dan mutawakkilin; yang terjauh dari godaan syetan, terjauh dari

tindakan ma'siat, dan ikhlas melaksanakan ibadah kepada Allah.

Individu yang dibantu adalah manusia-bukan binatang yang

setelah meninggal sudah tidak ada tanggung jawab lagi, individu dipandang sebagai "hamba Allah" yang harus selalu tunduk dan

patuh kepada-Nya. Manusia diciptakan bukan hanya untuk

bersenang-senang, tetapi di sana ada perintah yang harus dilakukan

dan larangan yang harus dijauhi, da nada peraturan yang harus

ditaati. Oleh sebab itu dalam kegiatan bimbingan, individu perlu

dikenalkan siapa sebenarnya dia, dan aturan yang harus dipatuhi dan

larangan yang harus dijauhi, seta tanggung jawab dari apa yang

mereka kerjakan selama hidup di dunia. Dalam belajar memahami

diri dan memahami aturan Allah yang harus dipatuhi tidak jarang

mereka mengalami kegagalan, oleh sebab itu mereka membutuhkan

banuan khusus yang disebut "konseling islami" atau bisa disebut juga

dengan pendekatan islami.

Pendekatan islami di kelas inklusi atau layanan bimbingan

islami adalah salah satu kegiatan layanan bimbingan untuk siswa

agar dapat menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman

dan bertaqwa kepada Tuhan YME, mantap dan mandiri serta sehat

jasmani dan rohani mandiri serta mampu mengoptimalkan potensi

yang dimiliki sesuai dengan ajaran agama Islam.

Bagi anak berkebutuhan khusus, layanan bimbingan pribadi

Islami dilaksanakan diantaranya adalah agar semua siswa mampun

mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Allah,

memahami perasaan diri dan mampu mengekspresikannya secara

wajar, mengembangkan potensi diri melalui berbagai aktivitas yang

positif, menghayati nilai-nilai agama sebagai pedoman dalam

berperilaku.

Pendekatan islami dapat di impelemtasikan dalam kegiatan

sehari-hari bagi siswa berkebutuhan khusus, diantaranya

pendampingan saat siswa berdo'a sebelum dan sesudah

pembelajaran, pembimbingan untuk senantiasa mengucapakan

kalimat-kalimat toyibah selama mengikuti kegiatan pembelajaran

seperti mengucap bismillah ketika akan melakukan sesuatu

membaca alhamdulillah ketika selesai melakukan sesuatu, bimbingan

tata cara ibadah harian, dan lain-lain.

Layanan bimbingan dengan pendekatan Islami yang

dilaksanakan di sekolah inklusi tentu tidak dapat berjalan dengan

mulus tanpa adanya hambatan, ada banyak hal yang menjadi

persoalan dalam pelaksanaan layanan bimbingan dengan pendekatan islami yang dilaksanakan. Hal itu disebabkan oleh

kompleksnya permasalahan yang ada di kelas inklusi. Kelas dimana

siswa dengan bermacam-macam kemampuan dan keunikan

kebutuhan yang dimiliki. Selain itu, banyak permasalahan yang

dihadapi dalam melaksanakan layanan bimbingan pribadi Islami

adalah karena siswa ABK cenderung memiliki emosi yang labil,

memiliki kebiasaan-kebiasaan buruk, dan kekurangmampuan dalam

berkomunikasi sehingga dalam pelaksanaan bimbingan dengan

pendekatan Islami yang dilaksanakan cenderung tidak dapat berjalan

dengan baik dan sebagaimana harapan.

Umumnya sekolah inklusi adalah sekolah yang

menggabungkan siswa reguler (normal) dengan siswa berketunaan

(ABK) namun di SD Bina Harapan semua siswa adalah siswa

berkategori ABK. Tidak ada siswa reguler. Kepala sekolah SD Bina

Harapan Semarang yang menentukan apakah siswa yang

bersangkutan diterima atau tidak berdasarkan tingkat kebutuhan

khusus yang dimiliki oleh siswa dalam kategori ringan dan sedang,

karena pada kenyataannya yang mendaftar tiap tahun adalah

kategori anak berkebutuhan khusus bukan siswa reguler. Apabila

termasuk dalam kategori ringan sampai sedang maka akan diterima,

tetapi apabila dalam kategori berat akan disarankan sekolah di SLB.

Sedangkan guru-guru yang ada adalah guru regular yang

minim pengetahuan tentang ABK, adapun pengetahuan dan

pelayanan guru yang diberikan kepada siswa ABK di SD Bina

Harapan Semarang bersifat otodidak karena penanganan

keseharian/kebiasaan menangani siswa ABK sehari-hari saja. Lebih

khusus, tenaga kependidikan yang dimiliki sekolah inklusi adalah

guru kelas, guru mata pelajaran. Sehingga penggunaan pendekatan

islami di kelas inklusi pada SD Bina Harapan Semarang tidak

diterapkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun