"Kehidupannya mungkin begitu indah, sehingga menerlenakannya," katanya.
Juga berbeda pendapat soal Bu Nana yang belum kawin. Dia menuduhku usil dengan urusan orang lain, padahal : "Bu Nana adalah orang yang sukses!" Aku katakan, "Maksudku hanya satu: Mengapa? Agar kita lebih memahami satu sisi dari kehidupan." Kita bicara di depan Lila yang mengatakan psikologi sebagai upaya mengerti Bu Nana.
Ditraktir minum oleh Agus yang mengisukan Wien sebagai "benalu". Di Kansas, dia menanyakan hubunganku dengan Dewi. Kukatakan, hanya sebagai teman tukar pikiran dan konsultasi.Â
"Aku lebih memahami Ema, begitupun sebaliknya," kataku.
Lalu bicara soal SMUI, pendekatan-pendekatan Zul, dan lain-lainnya. Agus kira-kira mengatakan, "Dalam setiap kemenangan, adalah wajar jika yang diprioritaskan adalah orang-orang yang dekat dengannya!" Aku mambantah, apalagi sikap itu ditujukan pada aktifis-aktifis SMUI sebelumnya, seperti Rifky, Retno, etc. Satu hal, aku membicarakan segala sesuatu secara lebih dewasa, tidak menghujat.
Ke Pusgiwa, diantar Wardi dan Handewi. Hanya Agus yang turun, sedangkan aku ke Jalan Fatimah, sekretariat HMI Cabang Depok. Sempat bicara tentang bangunan-bangunan bersejarah.
Kukira, hidup adalah pilihan. Teguh melihat kemunculanku di HMI sebagai "Sesuatu yang harus dipertanyakan, why?" Karena suasananya yang tidak kondusif, apalagi pesertanya adalah anak-anak 92 dan 93, maka aku menjadi kurang gairah. Belum saatnya aku menjadi seorang ideolog, walau aku butuh teman-teman. Di samping, aku tidak punya uang untuk mendaftar.
Aku memutuskan untuk pulang, walau merasa bersalah karena mengecewakan Mujtahid, Firdaus, Mangku, dan lain-lainnya. Masalah utamanya, aku tidak melihat keseriusan dari senior-senior HMI, antara lain anak-anak yang kukenal di UI. Rasa memiliki mereka sangat kurang dan aku bukan seorang ice-breaker pada semua tempat. Menurutku, HMI sudah mandul dan mungkin tidak diperlukan lagi kehadirannya. Kesalahanku, keluar sebelum waktunya, sebelum tahu apa isi HMI.
Satu hal yang kucatat, banyak lembaga yang butuh kaum reformis. Apakah aku telah menyia-nyiakan kesempatan? Entahlah. Mungkin seperti IMAMI UI. Tapi, aku sudah mengambil keputusan.
***
Ada satu catatan tentang humanisme, dari makalah Mbak melly (Magdalia) dalam seminar "Menuju Sejarah Wilayah", 13-15 Desember 1993: