Malamnya membaca Dahm. Nyatanya, Soekarno bukan seorang pemikir atau analis yang baik. Seringkali dia mengutip kata-kata ilmuwan-ilmuwan atau pemimpin-pemimpin dunia lain, untuk sekadar menguatkan argumen-argumennya, tanpa bermaksud mendalami. Kelebihan Soekarno, dia berani berpendapat dan teguh -- bahkan angkuh -- pada pendiriannya. Kesunyian adalah musuhnya dan ide-idenya akan keluar secara deras bila berdiri di depan ribuan massa rakyat.
Apa yang bisa kudapatkan dari pribadi Soekarno?
Mungkin keberaniannya berpendapat, serta konsistensinya menjalankan keputusan apapun yang telah diambil. Pemikirannya? Lebih baik aku membaca langsung buku-buku yang pernah dibaca olehnya. Kupikir, Soekarno muda harus lahir dan hidup, dengan pencerahan pemikiran atau pendapat.
Senin, 23 Mei 1994
Tidak ada Mbak Melly. Dan aku tidak ikut kuliah Bu Nana.
Akumulasi kekecewaanku pada sistem pendidikan di FSUI ini, mungkin meledak dalam kuliah-kuliah Bu Nana. Aku memutuskan tidak bikin tugas wawancara dan makalah. Aku menghukum diri sendiri untuk kesalahan orang lain.
Di Perpus hanya membolak-balik buku-buku. Sekadar penyadaran bahwa buku-buku tersebut sangat baik untuk dibaca.
Ngobrol biasa di Kansas, ketika makan dengan Adi, Ihsan Abdussalam, Dewi, Ibenk dan Ade. Ihsan sudah memutuskan untuk mundur dari Suara Mahasiswa UI dan bekerja.
Siangnya menemani Dewi ke bank dan Rektorat. Manusia kadang-kadang hidup dari hayalan-hayalannya. Dan aku juga seolah-olah berjalan menjaga seorang nyonya besar. Dewi pakai payung, karena panas, sedang aku tidak. Dia memang sangat memperhatikan dirinya.
Ketemu Wardi yang sedang tidur di mobilnya, di bawah pohon karet. Bareng ke FS. Wardi memiliki kebun palem di rumahnya dan itulah usahanya.
Aku dikasih tahu Bingar soal nilai. Jika satu mata kuliah saja dapat E, maka akan sulit untuk manaikkannya kembali. Dan ini meresahkanku. Apalagi Umi bilang, "Seorang idealis seperti elu, seharusnya juga mengerjakan tugas-tugas yang diberikan orang lain. Dari sana elu bisa melanjutkan idealisme elu."