Banyak hal yang kubicarakan dengan Subuh: idealisme, cita-cita, kondisi kemahasiswaan dan cewek.
"Tetapkan kriteria dan kejar, walaupun tidak mungkin 100%," katanya.
Ratih cs, adik kelasku, mendengarkan.
"Elu harus berani memulai, memutuskan dan mengikuti prosesnya," kata Purwadji, Ketua BPM Fakultas Psikologi. Tiba-tiba, anak-anak kulihat lebih bijak dari sebelumnya.
Kiriman dana sponsor untuk SNAM Rp. 2 Juta dari Bank Industri sudah masuk. Kupikir ada permainan di dalamnya. Jika didepositokan, mereka untung Rp. 600.000. Masalahnya, siapa "mereka"?
Dari 14.00 sampai 17.00 mengikuti Debat Lisan antara Eman Sulaeman Nasim versus Teddy dan Rivai (Phaon) versus Zul.
Zul dan Teddy bicara dalam tataran ide-konseptual. Eman lebih aplikatif. Rivai terlalu praktis.Â
Perdebatan antara Zul-Rivai seakan antara seorang filsuf dengan rakyat biasa. Kecenderunganku adalah memilih Zul. Namun ada satu kelemahan dia: tidak bisa mensintesakan hal-hal yang teoritis dengan persoalan praktis di lapangan. Dan dia bisa belajar banyak dari pengalaman kemaren. Sepertinya, Mustafa Kamal, Agus Widiarto dan Sukarman Dj Soemarno adalah arsitek di belakang Zul.
Aku terlibat diskusi intensif dengan Jaha dan Yaswin Iben Sina. Sedikit move kulakukan, yakni mengiterupsi Rifky Mochtar yang menjadi moderator. Soalnya, dia memojokkan Eman dengan kalimat, "Anda salah menangkap isi pertanyaan."
Namun, aku tidak terlalu ngotot, soalnya akan menurunkan kredibilitas Rifky dan panitia. Untung Fajar (FHUI) segera tanggap. Ada permintaan untukku: "Tahun depan elu harus maju!"
Pulang, ke Kalibata Mall dan membeli buku harian ini dan Alan Laulin. Sebelumnya, bicara dengan Ikhsan Dongoran soal KSM-UI. Dia mampu akomodatif dan memotivasi anak-anak lainnya. KSM UI harus besar.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!