b. Dampak Perdagangan
Hal ini menunjukkan bahwa batik telah menjadi produk yang bernilai dan diminati di pasar internasional, mencerminkan kualitas dan keindahan kain batik yang telah diakui di luar negeri.
c. Pengaruh Budaya
Proses perdagangan ini juga mungkin memperluas pengaruh budaya dan teknik batik, membawa elemen-elemen dari tradisi lokal Jawa ke wilayah lain, dan sebaliknya.
Secara keseluruhan, informasi mengenai pola gringsing, alat canting, serta bukti arkeologis dari arca Prajnaparamita menunjukkan bahwa tradisi batik di Jawa memiliki sejarah yang kaya dan mendalam. Penggunaan canting yang memungkinkan penciptaan pola yang rumit telah ada sejak abad ke-12, dan perkembangan ini berlanjut hingga abad ke-13, di mana batik tidak hanya menjadi bagian dari budaya lokal tetapi juga diperdagangkan secara luas. Semua ini menegaskan pentingnya batik sebagai warisan budaya Indonesia yang berharga, yang terus dilestarikan dan dihargai hingga saat ini.
Legenda mengenai Laksamana Hang Nadim dalam Sulalatus Salatin, yang merupakan karya sastra Melayu abad ke-17, mengisahkan tantangan yang dihadapi oleh Hang Nadim dalam memenuhi perintah Sultan Mahmud. Berikut adalah penjelasan mengenai cerita ini dan hubungannya dengan batik:
1. Konteks Cerita
a. Perintah Sultan Mahmud
Dalam cerita ini, Sultan Mahmud memerintahkan Laksamana Hang Nadim untuk berlayar ke India untuk mendapatkan 140 lembar kain serasah, masing-masing dengan pola 40 jenis bunga. Kain serasah pada masa itu dikenal sebagai kain berkualitas tinggi yang biasanya dihiasi dengan motif-motif indah.
b. Ketidakmampuan Memenuhi Permintaan
Hang Nadim menghadapi kesulitan dalam memenuhi perintah tersebut. Untuk memenuhi permintaan Sultan dan menghindari kekecewaan, ia mengambil inisiatif dengan membuat kain-kain itu sendiri.