2. Teori Asli dari Daerah Lain di Indonesia
a. Pendapat J.L.A. Brandes dan F.A. Sutjipto
Di sisi lain, beberapa ahli, seperti J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (sejarawan Indonesia), berpendapat bahwa tradisi batik kemungkinan berasal dari daerah-daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua.
b. Tradisi Kuno
Masyarakat di wilayah-wilayah ini diketahui memiliki tradisi kuno dalam menciptakan kain yang dihias dengan pola-pola khas. Menariknya, wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme, yang lebih umum di daerah Jawa. Ini menunjukkan bahwa teknik pewarnaan kain ini mungkin telah ada jauh sebelum pengaruh Hindu-Buddha masuk ke Indonesia.
c. Keberagaman Budaya
Adanya teknik batik di daerah-daerah ini menunjukkan keberagaman budaya dan tradisi di Indonesia. Kain batik yang dihasilkan di masing-masing daerah memiliki ciri khas tersendiri, mencerminkan kearifan lokal dan identitas budaya masyarakat setempat.
Perdebatan mengenai asal-usul batik menunjukkan kompleksitas dan kekayaan sejarah seni ini di Indonesia. Meskipun ada teori yang mengaitkan batik dengan pengaruh dari India atau Sri Lanka, ada pula argumen kuat yang mendukung bahwa batik memiliki akar yang dalam dalam tradisi lokal di berbagai daerah Indonesia. Hal ini menggarisbawahi pentingnya pengakuan terhadap keberagaman budaya yang ada di Indonesia, serta memperkaya pemahaman kita tentang batik sebagai warisan budaya yang sangat berharga dan beraneka ragam. Dengan demikian, batik bukan hanya sekadar seni tekstil, tetapi juga merupakan representasi identitas dan tradisi masyarakat Indonesia yang telah ada selama berabad-abad.
Pernyataan mengenai pola gringsing dan sejarah perkembangan teknik batik di Jawa memberikan wawasan mendalam mengenai seni ini serta pengaruhnya dalam konteks budaya dan perdagangan. Berikut adalah penjelasan mengenai hal tersebut:
1. Pola Gringsing dan Penggunaan Canting
a. Pola Gringsing