Keesokan harinya, mereka bertemu di kafe tempat Mira dan Arga sering pergi. Alya merasa jantungnya berdebar-debar saat mereka menunggu kedatangan Mira. Ia berharap pertemuan ini akan berjalan lancar, tetapi kecemasan terus membayangi pikirannya.
Ketika Mira datang, suasana terasa tegang. "Hai, Arga! Hai, Alya!" sapa Mira dengan senyum yang terlihat ceria, tetapi Alya bisa merasakan ketegangan di udara.
"Hi, Mira. Terima kasih telah datang," kata Arga, berusaha mengatur suasana.
Setelah berbincang sejenak, Mira akhirnya berbicara. "Aku ingin meminta maaf atas semua yang terjadi. Aku tidak bermaksud menyakiti kalian. Aku hanya ingin menjelaskan semuanya."
Alya mengamati dengan seksama, merasa tidak nyaman. "Kami mendengarkan," jawabnya, berusaha tenang.
Mira menatap Arga, "Aku tahu kita punya banyak kenangan, dan aku mengerti mengapa kamu memilih Alya. Tapi, aku berharap kita bisa berteman lagi."
Arga terlihat ragu. "Mira, aku sudah move on. Aku ingin fokus pada hubungan kami."
Mira mengangguk, tetapi Alya bisa melihat keraguan di matanya. "Aku mengerti, dan aku tidak ingin mengganggu hubungan kalian. Tetapi, aku berharap kita bisa berdamai. Kita pernah berbagi banyak hal."
Alya merasa cemburu melihat bagaimana Mira berbicara dengan penuh perasaan kepada Arga. Ia tahu bahwa ini adalah saat yang kritis untuk hubungan mereka.
"Jadi, apa rencanamu selanjutnya, Mira?" tanya Alya, berusaha mendapatkan kejelasan.
Mira tersenyum. "Aku akan melanjutkan hidupku. Tapi aku ingin tetap berhubungan dengan kalian berdua. Kita semua adalah bagian dari masa lalu satu sama lain, dan aku percaya kita bisa saling mendukung."