"Aku tidak ingin terjebak dalam masa lalu, tetapi aku rasa kita perlu berbicara secara terbuka. Ini penting agar kita bisa melanjutkan dengan tenang," jawab Arga.
"Jadi, kau akan menemui dia?" tanya Alya, berusaha mengendalikan nada suaranya.
"Aku tidak ingin menyakiti perasaanmu, tetapi aku rasa aku harus melakukannya. Kita harus menutup semua yang belum selesai," Arga menjawab.
Alya mengangguk, meskipun hatinya terasa berat. "Aku mengerti. Tapi aku berharap kau tidak akan melupakan kita dalam prosesnya."
Arga menggenggam tangan Alya. "Kau adalah prioritas utamaku, Alya. Aku akan selalu memilihmu."
Setelah percakapan itu, Alya merasa cemas tetapi juga memahami keinginan Arga untuk menutup bab yang belum selesai. Namun, ia tahu bahwa pertemuan itu bisa menjadi momen krusial yang dapat memengaruhi hubungan mereka.
Hari-hari berlalu, dan Arga semakin sering berkomunikasi dengan Mira. Meskipun ia mencoba untuk tidak khawatir, Alya tidak bisa menghindari rasa cemburu yang terus menghantuinya. Ia berusaha fokus pada presentasi yang semakin dekat, tetapi pikirannya selalu kembali kepada Arga dan Mira.
Suatu malam, Alya terbangun dari tidur dan melihat pesan masuk dari Arga. "Hai, Alya. Aku akan bertemu Mira besok. Apakah kau ingin ikut?"
Mendengar hal itu, jantung Alya berdegup kencang. "Aku... aku tidak tahu, Ga. Apakah itu ide yang baik?"
"Aku ingin kau di sampingku. Aku merasa lebih kuat jika kau ada di sana," tulis Arga.
Dengan keraguan, Alya akhirnya setuju. "Baiklah, aku akan ikut."