Mohon tunggu...
Afroh Fauziah
Afroh Fauziah Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

Pemahaman

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kungkungan Buatan

10 Februari 2021   02:44 Diperbarui: 10 Februari 2021   03:01 2639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelahnya aku tau dari Ibu, cara mereka beralasan dengan orang sekitar adalah kami tenggelam saat bermain di sisi dermaga lalu hilang. Mereka pasti memainkan adegan dengan begitu dramatis agar tetua dan para leluhur tak mencurigai bahkan mencari kami. Mengapa mereka tak menangkap Ayah saat beliau pergi? Karena peraturan itu baru dibentuk setelah kepergian Ayah, dengan tidak kembalinya Ayah, mereka meyakini bahwa pihak lain yang selanjutnya melakukan hal serupa akan berakhir sama seperti Ayah yang tak kembali. Dan kenapa sebelum kepergian Ayah peraturan itu belum ada? Karena bahkan untuk memikirkan tentang meninggalkan kawasan itu saja tak pernah terlintas dibenak para warga disana, apalagi sampai melakukannya. Benar, Ayah menjadi orang pertama yang melakukan ekspedisinya. Kenapa juga orang akan percaya dengan bualan Ibu? Karena memang pernah terjadi kasus itu sebelumnya.

Sesampainya di dermaga, kami berdua melihat sosok yang selama ini selalu bermain bersama-sama sejak kecil itu, Aca, dengan sorot tegasnya melangkah mendekati kami.

"Selamat! Berkat kalian, otakku jadi melenceng dari seharusnya. Aku tak akan dipisahkan dan akan ikut bersama kalian." jelas Aca langsung pada inti.

"Inginku mengumpat, tapi tak boleh. Jadi, kawanku yang budiman ini, akhirnya luluh hm?" rangkul Ida pada pundak Aca. "Jangan konyol Aca, kau itu seperti semut yang akan mengikuti perjalanan ratunya" lanjut Ida, "Aku tak sekecil itu," sergah Aca.

Tanpa ada keinginan kami memperpanjang celetohan, aku pun mengeluarkan ramuan itu. Aku menjadi orang pertama yang meneguk cairan biru itu setelah membuka penutup botolnya, hanya sedikit agar bisa terbagi untuk 3 orang. Setelah sampai di tetes terakhir, kami bertiga langsung merasakan pening di kepala. Untungnya efek samping itu tak berlangsung lama. Tanpa menunggu lagi, aku yang mempunyai tekad sejak awal langsung menjatuhkan diri ke laut tanpa berpikir bahwa aku lemah menahan nafas sebelumnya. Aca dan Ida tentu terkejut melihat itu, tapi mereka juga takut ketahuan warga lainnya, maka segeralah mereka melakukan hal serupa denganku. Tanpa disadari oleh ketiganya, dicelah dedaunan dibawah pohon yang megah, ada sepasang mata yang mengintai.

Apa yang didapati selanjutnya adalah kebisuan yang perlahan berganti menjadi kekaguman. Ida dan Aca yang telah belajar membuka mata di air pun tetap ternganga-nganga bak ikan koi, melihat bentangkan laut yang indah nan luas ini. Terlebih aku yang selalu melewati kelas, disuguhkan pemandangan baru yang tak pernah terkhayalkan dalam otak. Tanpa sengaja, Ida membuka mulutnya hanya untuk berucap "waw". Tentu aku terkejut dan menasehatinya untuk jangan berbicara. Tunggu, apa tadi? Berbicara? Aku dan Ida berbicara? Hey! Apa ini?

Sebelum rasa terkesimaku semakin diperdalam, Aca telah berbicara, "Menakjubkan!! Selain bernafas dan berenang, kita juga mendapatkan anugerah dapat mengeluarkan pepatah, teriakan, komentar, celetohan dan sebagainya didalam genggaman laut lepas ini!" takjub si puitis itu.

"Ica! Ayahmu sungguh keren! Kira-kira darimana beliau mendapatkan cairan menakjubkan ini?" girang Ida masih tak percaya.

"Untuk mendapatkan jawaban, kita mesti secepatnya menyelusuri laut ini dan menemukan hal baru lainnya, mungkin daratan lain." ujarku setelah kesadaran telah memenuhi sanubari dan langsung menyesuaikan diri untuk berenang mendahului kedua bocah yang masih membisu itu.

Dengan pikiran dan penglihatan yang masih diliputi oleh hal-hal asing, kami bertiga terus menelusuri lautan tanpa tau batas ujung. Entah telah berapa lama dan jauhnya jarak yang telah kami lalui, karena yang kami inginkan hanyalah mencapai batas dan tepi lautan ini, menemukan mungkin daratan lain diseberang sana.

Jam demi jam berlalu, tak terasa kegelapan mulai mengambil alih dan menyelimuti langit diatas kami. Tapi diantara kami tak sadar sudah seharian mendayung sepasang kaki tanpa rasa letih, karena memang tak ada yang membahasnya. Entahlah, mungkin masih salah satu khasiat dari cairan itu. Kami sempat berdebat mesti menyelam lebih dalam dan menemukan ikan yang setidaknya dapat menyinari pandangan atau tetap dekat dengan permukaan agar mudah mendeteksi barang kali pulau baru. Hingga bantuan alamlah yang menjawab, awan yang semula menutupi sinar bulan, siap mengalah dan menyingkirkan sebagian tubuhnya agar cahaya bulan mengambil alih. Bahkan bentangan bintang ikut bersekutu menampakkan dan menyombongkan sinar yang mereka ciptakan sendiri. Sepertinya mereka tak mengharapkan perselisihan trio gadis ini terus berlanjut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun