Mohon tunggu...
Afroh Fauziah
Afroh Fauziah Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

Pemahaman

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kungkungan Buatan

10 Februari 2021   02:44 Diperbarui: 10 Februari 2021   03:01 2639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena hanya gelengan yang kulihat darinya, Aca berganti untuk bersuara "Ica, aku ada disini untukmu. Tanganku ini akan kokoh menggenggam tanganmu, yakinlah kita itu tak bisa dipisahkan. Ayo Ica berikan tanganmu." dan bertambah lah sifatnya menjadi berlebihan walau situasi sedang tak berkompromi seperti saat ini.

"Ica..lalu kau?" suara Ida akhirnya terdengar. "Hey bebal! Kau tak lihat Aca mulai kelelahan berlari? Lupakah bahwa dia benci lari? Lupakah kalau nyawa kita sedang dipertaruhkan? Lupakah kalau ombak bisa menyusul datang? Tak lihatlah kau diujung sana tebing siap membuat kita meluncur jatuh dan meremukkan tubuh? Sadar Ida! Lihat itu! Cepat!" Memang air yang akan terjun itu akhirnya tertangkap oleh indra penglihatanku.

Karena mulutnya yang hanya terkatup tak mampu menjawab, yang bisa dilakukan Ida hanyalah mengikuti perintah Ica dengan mencapai sisi sungai lebih dekat untuk bisa meraih tangan Aca yang sedari tadi siap menampung. Karena lama, Ica pun membantu mendorong ujung kayu agar mendekati sisi sungai. Syukurnya kayu itu panjang hingga memudahkan untuk segera sampai sisi sungai. Dengan tarikan dan dorongan yang diberikan oleh teman-temannya, Ida pun berhasil mendarat di tanah walau berujung dengan tersungkur. Setidaknya dia telah aman. Setelahnya Ica akan melakukan hal serupa, tapi belum sempat tergapai rencananya, air tak tau diri itu kembali merangseknya menelusuri sungai besar itu. Kembalilah tumpuan tubuh gadis apes itu pada dahan kayu.

Pemandangan dua buah batu berderet tertangkap oleh sepasang mata Ica. Hanya itu, hanya tinggal batu itu yang terpandang, batu terakhir sebelum udara kosong menyapa karena keberadaan air terjun dibawahnya. Dengan ukuran kayu yang panjangnya lebih dibanding sekat antara kedua batu itu, sudah pasti benda itu akan tersangkut diantaranya. Seperti biasanya otak Ica selalu lebih sadar dari kedua temannya, ia mendekatkan tubuh beserta seonggok kayu yang didekapnya kepada batu kembar itu. Keberhasilan berada dipihaknya. Hal yang akan langsung dilakukan oleh Ica adalah mengangkat tubuhnya untuk bertengger di salah satu batu. Tapi kesuksesan yang baru dilalui harus kembali berganti dengan kesialan, bunyi keretek dari pertengahan kayu dapat membuat was-was siapapun yang mendengarnya, riak air yang menambah kemudahan untuk membelah kayu semakin menjadi-jadi.

Siapapun dapat melihat bahwa jarak antara gadis bernama Ica dengan air terjun semakin dipersempit, siapapun tau kalau Ica tak segera naik ke daratan maka ia akan diajak air untuk lebih berani meluncur dari ketinggian yang enggan diukur oleh anak berumur 12 tahun itu. Tak ingin diliputi oleh pikiran aneh, Ica segera mendekatkan dirinya pada salah satu batu. Ia akhirnya tau bahwa jaraknya dengan sang penyelamat tidak sedekat perkiraanya. Musibah lain muncul ketika dirasa membatunya kaki Ica didalam air, ya kakinya keram. Aca dan Ida yang diserbu kekhawatiran di daratan pun heran melihat Ica yang hanya terdiam. Setelah penjelasan berupa kata "Kakiku keram" tersebut dari mulut Ica, semakinlah menambah ketegangan yang tak tau kapan mencapai akhir.

Situasi diperburuk ketika pertahanan kayu mencapai batas akhir, terbelahlah kayu yang menjadi penopang tubuh Ica. Terseretnya lagi tubuh anak yang tengah keram itu. Bisakah ada kata lain selain "Aaaaaa" yang digaungkan dari mulut orang-orang yang melihat peristiwa demikian? Kalau itu Aca dan Ica sudah pasti jawabannya tidak.

Kelabakan karena melawan air yang bukan musuhnya, Ica hanya bisa membayangkan sosok lucu Ayah dan bertanya dalam hati apakah Ayah mengalami tragedi seperti ini? Apa Ayah banyak mengalami kesulitan saat menjelajah? Apa Ayah lihat air terjun itu tepat berada dihadapan putrinya sekarang ini? Apa Ayah bertemu dan dibantu oleh seseorang? Apa sekarang Ayah masih hid-"

Belum selesai pikirannya menerawang, tubuh gadis itu telah tertawan oleh sosok malaikat sang penyelamat semua orang, "Ibu...?" lalu semuanya gelap.

IV. Menarik Perhatian

"Menarik," ulasan senyum terpatri di wajah seorang lelaki berjas putih bersih.

"Ini hanya hari keberuntungan mereka, kalau saja wanita tua itu tak datang, bum!" gerakan tangan meragai ledakan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun