"Iya iya, Za"
"Nah"
"Nah! Jadi jelaskan bapak Ija mengenai-"
"Kau-"
Belum sempat umpatan itu keluar, tiba-tiba dalam kedipan mata terlihat sewujud layar transparan berukuran sangat besar dihadapan seluruh orang yang sedang beristirahat ini. "Hologram," cicit Pak Arnold tetua kami. Mata orang-orang terutama aku yang tadi baru dan belum selesai berdebat dengan pemuda disampingku itu menatap ke layar tersebut. Layar itu hanya terdiam tanpa ada penampilan apapun, keheranan melanda kami semua. Tergerak mundurlah kami ketika mendadak muncul wajah seseorang didalam benda bernama hologram itu. Tapi bukan itu yang menambah keterkejutan, melainkan wajah yang munculnya, wajah itu adalah wajah..paman Aca.
"Selamat sore wahai kalian para mutan,"
"Mutan? Jadi benar kita ini?" ucap salah satu orang.
"Pa-paman?" suara Aca tahu-tahu terdengar. Syukurlah dia telah sadar, walau perasaanku tetap tak karuan.
"Kau mempercayai kalau aku ini pamanmu Aca?" balas lelaki itu di layar hologram.
"Maksud paman apa?" teriak Ida.
"Syukurlah otak-otak kalian sepenuhnya teracuni. Ya setidaknya, selain si tua Arnold itu," tunjuknya pada pemimpin kami. Semua orang pun otomatis menghadap pada orang yang dimaksud.