"Hentikan Ica! Tujuan kita adalah kaca didepan sana, bukan menghabisi si tua bangka itu!" ujar Rey kembali menyadarkan.
Akh, tak jadi. "Baiklah paman, walau belum seberapa, itu sudah sangat pantas dilakukan." Kembalilah aku berlari yang semakin dekat dengan tujuan.
Pemilik kekuatan listrik yang awalnya menyerang masing-masing jadi bersatu dan mulai meretakkan dinding itu, "Teruslah kerja sama," titah Rey yang menggunakan dua jam tangan dengan satu digunakan menyerang lawan yang mengganggu dan satu lagi untuk melaser dinding kaca. Dinding didepan mata, bum bum bum! Tiga pukulan telak namun tak banyak membuat perubahan. Akupun kembali berlari ke belakang untuk memulai ulang start, dengan pacuan batu yang dapat membuatku melayang seperti tadi keluar dari danau, kepalan tangan lagi dan lagi menghantam dinding. Sial! Kenapa energiku jadi mudah sekali habis? ucap dalam hati. Situasi tak menguntungkan, saat melakukan start dan melambung lagi, harimau tak diundang kembali menyerang dari samping yang berhasil menggulirkan tubuhku jauh.
Hey! Harimau itu ternyata masih ada? Huh wajar saja namanya juga senjata andalan, pikir Ica sempat-sempatnya walau sedang terguling-guling.
"Ica!" panggil Ida. Baguslah bocah itu telah bangkit. Ini dia hal yang tak ku sukai, terlihat lemah. Ida yang jadi melawan harimau lagi, si Ija yang membantu membobolkan kaca, Ibu, paman Arnold, Mama Papa Ida dan yang lainnya menuntaskan lawan, aku malah enak-enaknya terjerembab di tanah yang telah tandus ini? Huh. Apa mereka belum mengalami masa terendah kekuatannya? Oh tidak, kalau memang belum itu akan terjadi secara bersamaan. Harus segera ku tuntaskan misi ini, bangkit kembali Ica! Yo bisa yo! Yo yo ayo! Dan berhasil! Yes! Konyol, kenormalanku dimana? Hey musuh didepan, cepat Ica!
"Biar di urus sama yang lain harimaunya, terus hantam dinding kaca itu Ica." Benar juga kata si Ija.
"Hey kau, jangan gunakan seluruh tenagamu sekaligus, itu berbahaya Ija!" teriakku agar terdengar yang lain juga.
"Pakai zetttt!" terserahlah lelaki itu, hanya dinding dinding dan dinding yang jadi fokusku. Sedikit lagi, keretakan semakin memperparah, terus diperparah terus terus te-
"Hentikan!" bogeman mentah dari tua bangka tadi. Bodohnya ku melupakan beliau yang belum m a t i. Bukannya badannya sudah remuk? So so an bangun lagi.
Tercium atmosfir yang tak menguntungkan pihakku. Energi yang terpancar seperti mulai menyusut, redup. Hal yang ku takutkan terjadi. Kabar baiknya pihak lawan juga mengalami hal demikian. Ida yang menolongku dari paman palsu mulai lelah, Iza, ya akhirnya ku panggil dengan huruf z juga penat berhasil membuat pingsan si tua bangka, Ibuu?
"Semangat sayang, sedikit lagi," seperti terdengar tepat disamping telingaku, padahal ia jauh dibelakang, mungkin. Memang, hanya tinggal satu pukulan telak maka impianku tercapai. Aku akan melihat dunia luar, melihat hal baru yang belum pernah ku saksikan.