"Kenapa dia tak memberi tahu semua orang?" ucap Ida.
"Karena kita tak akan percaya padanya. Saat orang-orang mengetahui rencananya saja malah diremehkan. Jadi Ayahmu itu ingin kita sadar sendiri dan ingat jadi diri masing-masing." jelas Ibu menghadap padaku.
"Ibu juga semalam bermimpi kalau kita ini sebenarnya hidup dalam cakupan kubah yang luas, yang dibuat oleh orang-orang diluar sana. Entah hanya bunga tidur atau memang sebuah pesan." ujarnya sambil memimpin perjalanan.
"Kalau seandainya itu memang benar, mengapa kita mesti dikurung dalam dunia buatan ini?" Ida berujar.
"Hal apa yang membuat orang dikurung?" ucapku balik bertanya.
"Melakukan kesalahan? Bahaya? Dijaga?" Kata Aca. "Dan diperlukan," lanjutku. Keempatnya bisa jadi adalah benar. Apapun praduga bisa jadi kebenaran.
Berbahaya?
"Bagaimana kalau kita mencoba kekuatan kita?" saranku.
"Kekuatan apa? Caranya?" Ida menyahut.
"Kita dahulukan seperti, emm" mengusap dagu layaknya orang berpikir, "Berlari cepat?"
"Siapa takut," tarikan disalah satu sudut bibirku. "Bu, siap?" sembari mengarah pada Ibu. Dengan anggukan kepala maka bersiaplah kami semua. Saat itungan akan ku sebutkan, Ida justru berujar, "Loh memang Aca mau berlari?" benar juga, berlari saja Aca enggan, ini malah dia yang menyarankan. "Justru itu diriku ini ingin mencoba hal tak terduga lainnya," ide bagus otaknya itu.