Mohon tunggu...
Afroh Fauziah
Afroh Fauziah Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

Pemahaman

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kungkungan Buatan

10 Februari 2021   02:44 Diperbarui: 10 Februari 2021   03:01 2639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

X. Bangkit

Tak ingatkah kau banyak orang-orang yang terluka? Tak ingatkah kau tujuanmu mengembara? Tak ingatkah kau temanmu itu sedang mengalami masa dropnya? Tak ingatkah kau Ibumu terus berjuang dan jadi penyelamat sedangkan kau hanya bertahan sampai disini? Tak ingatkah kau mereka telah membunuh Ayah dan sahabat karibmu?! hatiku bergemuruh.

Membeliaklah mataku sempurna, menatap sekeliling yang hanya dipenuhi kegelapan dan suara hampa menakutkan, "Ini bukan tempatku." Tubuhku yang tadinya hanya membatu sekarang benar-benar telah bugar, kekuatan tak terkira menguak dari dalam diriku, terus naik naik dan naik mencari permukaan. Dan syur! Meluncurku ke atas air mengudara menampilkan raga yang siap balas dendam. Sorot tajam mata berkoar-koar, langsung mendarat ke lawan yang akan menghabisi temanku, membabi buta semua musuh yang tersisa didalam hutan. "Menuju ujung!" teriakku menggema pada yang lain.

"Ida, beristirahatlah disini, kau sedang drop. Jangan biarkan energimu benar-benar habis, setelah membaik kau baru maju kesana." usaiku dan langsung berlari mencapai tujuan akhir. Batu, listrik, debu, bom, bogeman terngiung-ngiung di indra pendengaran.

Syukurlah Ibu, si Ija, dan pemimpin masih bertahan walau terlihat peluh disekujur tubuhnya, bahkan sebagian dengan ceceran darah. Aku kembali melawan jarak dekat, aku bisa melihat kawanan yang mengaliri listrik dari tubuhnya menyenter kekuatan ke arah dinding kaca, ajaibnya setelah kacanya retak maka berangsur-angsur akan kembali memulih seperti tak pernah tersentuh sebelumnya.

"ICA IZA maju kedepan! Hancurkan kacanya!" titah paman, lebih tepatnya sang pemimpin.

Semakin dekat kaca, tiba-tiba, paman Aca? Oh bukan, si paman palsu, senyumku menggunjing. "Paman gadungan! Aku lawanmu!" tepat, beliau menyadarinya.

"Apa katamu anak kecil?!" sembari siap menerjangku. Bola api sontak keluar dari tangannya, oh bukan, dari jam tangan itu. BUM! langsung hancur dengan tanganku, "Aku Ica! Ica Paman! Ica yang kau sebut anak kecil ini siap mengambil nyawamu!" murkaku.

Tak menyerah, terus menerus serangan diberikan lawan, terus menerus juga aku mudah menghindarinya, "Oke jangan jadi pengecut, majulah," ujarku pada diri sendiri. Terjanganku akhirnya membuat ia tersungkur jauh, berlari dan memukul lalu seterusnya begitu tanpa diberi kesempatan untuk bangkit.

"Sialan kau!" pekik dia marah.

"Hanya segitu paman?" dan bogeman keras membuatnya benar-benar terpelosok kedalam tanah. Satu pukulan lagi sudah pasti akan menghentikan nafasnya, karena pukulan sebelumnya saja sudah membuat tulang belulangnya remuk. Ku siap dengan tenagaku, "Kau hanya manusia biasa tanpa alat canggih itu!" lalu..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun