"Ah, maaf. Ayo, kita pulang," ajakku.
"Oppa tidak lupa memberi Pipi makan, kan?"
"Sudah aku berikan barusan."
Kami masuk ke Mercedez-ku, lalu mengobrol santai seperti biasa. Tapi di balik itu, otakku masih bekerja keras memikirkan jenis refreshing yang pas. Xili tidak akan mengizinkanku asal menutup resto tentu saja.
"Oppa, sampai jumpa besok."
"Ng... Xili."
Aku menarik tangan Xili, mencegahnya turun. Dia memandangku kebingungan, tapi tersenyum.
"Apa, oppa?"
"Mianhae..." kataku tiba-tiba, terdengar bodoh dan aneh.
"Lho, kenapa minta maaf? Oppa jangan berpikiran yang aneh-aneh. Atau ada yang ingin oppa ucapkan padaku?"
Aku tidak mengucapkan apa-apa, aku hanya memandangi wajahnya. Berada di dekatnya, entah kenapa membuatku benar-benar bodoh. Apakah ini karena aku terlalu mencintainya, tapi aku jarang bisa mengungkapkannya?