"Lho iya terus putusnya tuh kenapa? Kamu tahu kan?"
"Dulu waktu ayahnya Mba Lidya masih ada, Mba Lidya ditentang pacaran sama Henry. Ayahnya kekeh jodohin Mba Lidya sama anak teman bisnisnya. Mau ngga mau, Mba Lidya terpaksa ninggalin Henry."
"Tapi kenapa sekarang Mba Lidya belum nikah?"
"Dia putus lah, sama cowok itu. Setelah ayahnya Mba Lidya meninggal. Sedangkan Henry sudah keburu kecewa karena kejadian itu. Sampe sekarang sikapnya masih dingin sama Mba Lidya."
"Hmm.. Mama tahu sekarang, jangan-jangan kamu ngga mau pacaran sama Henry karena ngga enak ya sama Mba Lidya?"
Aku tidak menjawab pertanyaan Mama, pandanganku hanya kosong menatap ke layar televisi yang masih menyala dengan volume suara yang kecil. Mama melanjutkan ucapannya. "Menurut Mama sih, kalau Henry sendiri emang sudah ngga mau balik lagi sama Mba Lidya, kamu berhak nerima Henry. Sah sah aja Mel.."
"Hmm.. Ngga tahu deh Ma, terlepas dari itu aku emang belum siap mulai hubungan yang lebih dari teman sama Henry. Aku ngerasa nyaman berteman dekat sama dia, tapi aku ngerasa belum tentu aku akan senyaman ini kalau nanti pacaran sama dia."
"Ya Mel.. Kamu sudah makin dewasa, apapun jalan yang kamu ambil itu bebas kamu tentukan sendiri. Mama cuma sebagai orang tua, teman curhat kamu yang cuma bisa kasih masukan buat kamu. Mama harap kamu lebih tahu apa yang baik buat kamu." Mama mengambil salah satu tanganku kemudian menggenggamnya, mengusap-usapnya lembut seraya tersenyum lebar menenangkan hatiku, tatap matanya beradu dengan mataku.
Akhirnya yang ku tahan-tahan selama ini untuk tidak ku ceritakan pada Mama, telah ku ceritakan juga. Aku senang dengan respon Mama yang seperti tadi. Beliau menghargai dan tetap mendukung setiap keputusanku. Aku sangat bersyukur untuk kesekian kalinya dan merasa beruntung memiliki seorang Mama seperti yang ada di hadapan ku sekarang.
"Oh iya Mel, Mama mau ke rumah Eyang. Berapa hari ini Mama ngga sempet kesana. Kamu gimana mau ikut atau istirahat dulu di rumah?"
Mama menawariku untuk ikut dengannya ke rumah Eyang, orang tua Mama. Rumah mereka tidak terlalu jauh dari sini, hanya melewati dua gerbang kompleks perumahan dari ujung jalan utama di depan sana. Biasanya kalau hendak bertandang kesana kami menumpang ojek, naiknya dari pangkalan ojek depan komplek perumahan sebelah.