Seusai makan nasi dan menggadoi sayur sop, aku kembali ke kamar untuk menghubungi Mba Lidya lewat pesan singkat. Sampai di kamar, aku tidak mendapati ponselku di meja. Hmm.. Di mana ya? Oh iya, pasti dia masih berada di dalam tas selempang biru ku. Entah sudah berapa jam aku melupakan keberadaannya. Ku letakkan gelas teh yang ku bawa di atas meja kamar lalu aku merogoh bagian dalam tasku. Nah, aku telah menemukannya.
Tampak ada tiga kali panggilan tidak terjawab dan dua pesan. Kesemuanya dari Henry. Oh iya, aku sampai melupakannya karena sakit kepala kemarin.
"Mel, sibuk ya? Sudah makan?" dia mengirim pesan ini pukul enam tiga puluh petang kemarin.
Karena aku tidak menjawab pesan dan telponnya, lantas dia mengirim pesan lagi pukul dua puluh satu lebih tiga puluh menit,
"Mel, kenapa ngga angkat telpon aku?"
Bukannya merasa bersalah tidak bisa menjawab panggilan Henry, aku malah tertawa sendiri melihat tingkahnya ini. Ada apa dirinya sampai menelponku tiga kali. Hmm.. Nanti saja lah aku hubungi dia kembali.
Lantas aku mengirim pesan pada Mba Lidya sekarang juga, "Mba, sekali lagi maaf ya kemarin sudah ngerepotin. Terima kasih banyak, sekarang Saya sudah membaik berkat obat dari Mama dan tidur yang cukup."
"Iya Mel, sama-sama. Syukurlah kalau gitu, semoga besok sudah benar-benar sehat dan bisa kembali masuk kerja ya Mel.."
"Ok Mba." aku menjawabnya singkat sambil menghabiskan setengah gelas teh manisku.
Bagian 10
Aku ketiduran lagi setelah mengirim pesan terakhir kepada Mba Lidya. Aku meraih ponsel yang masih berada di atas kasur, di dekatku. Sekarang sudah pukul sepuluh lewat sembilan menit. Perlahan aku bangkit dari posisi tidurku. Ku bawa ponsel dan gelas kosong bersamaku keluar dari kamar. Aku duduk di ruang tamu, gelas kosong itu ku letakkan sementara di atas meja tamu.