"Tapi, bolehkah aku tahu namamu pak?", tanya Amarta.
"Namaku Glend", jawab bapak itu.
"Mau ku bantu mencari orang tuamu?", tanya pak Glend.
"Sepertinya saya tak akan pernah mau kembali lagi ke dekapan kedua orang tuaku. Toh, mereka juga tak pernah mengharapkan kehadiranku!", ucap Amarta dengan setetes air bening yang jatuh dari kedua bola mata indahnya itu.
"Apakah aku boleh bertanya sesuatu?", tanya pak Glend.
"Tentu saja!", jawab Amarta.
"Mengapa kamu tampak seperti gadis kota dan berpendidikan. Menurutku kau adalah gadis yang cerdas dan sangat tangguh. Kau bisa bertahan hidup seorang diri disini. Semangat hidupmu perlu ku acungi jempol, bahkan jempol pun tak cukup untuk meluruhkan kekagumanku terhadap kobaran api jiwamu itu", ucap pak Glend.
"Apakah kau akan percaya dengan apa yang akan ku katakan? Kau tau diujung selatan itu ada sebuah goa. Di dalam goa itu terdapat banyak sekali buku-buku pengetahuan, mainan, dan sebagainya. Ketika aku masuk kesana, aku seperti sedang berada  di dunia lain", jawab Amarta.
"Jangan suka berbohong, nak. Mana ada buku dipulau terpencil seperti ini", sahut pak Glend.
Amarta berjalan ke arah goa itu diikuti dengan langkah kecil pak Glend. Ternyata, memang benar adanya. Apa yang dikatakan Amarta adalah sebuah kebenaran.
Tampak tersusun rapi buku-buku pengetahuan, majalah, novel, koran, dan seluruh jenis buku lainnya. Goa itu bak perpustakaan dalam kota. Disisi ruang lainnya terlihat beberapa mainan yang digantung menggunakan tali, seperti taman kanak-kanak.