"Kemana saja kau? Aku merindukanmu, namun aku sangat membencimu. Mengapa saat itu kau tinggalkan aku begitu saja? Aku membutuhkanmu", ucap Amarta sambil melepas paksa dekapan hangat dari perempuan itu.
"Maafkan aku nak, aku tak mau terus merepotkanmu karena kebutaanku ini", jawabnya.
"Tapi, walaupun kau buta aku belajar banyak hal darimu. Aku pandai karenamu", ucap Amarta.
Amarta merasa hangat. Tanpa ia sadari, tetesan demi tetesan air bening itu jatuh dari kedua bola matanya. Seperti biasa, Amarta selalu merasa hangat jika berada disamping wanita itu, terlebih lagi didalam dekapannya.
"Tapi aneh, mengapa aku bisa melihat semuanya? Aku bisa melihat dunia kembali?", tanya wanita itu dengan penuh kebinggungan.
"Ini dunia. Kau ditakdirkan untuk melihat dunia ini kembali. Ada pendonor mata yang bahkan rela mati untukmu", jawab Amarta.
"Siapa?", tanya wanita itu.
Lalu, Amarta mengendong wanita itu menaiki kursi roda dan perlahan mendorongnya menuju ruangan pendonor.
"Ka..kamu? Mas Glend?", ucap wanita itu tersentak kaget.
"Hai An, ini aku. Aku menemukanmu tergeletak pingsan dipinggir gerobak sampah. Sebenarnya, beberapa hari terakhir ini aku telah menemukanmu, dan sering mengikutimu dari belakang. Kau buta. Mengapa An? Mengapa kau tak curahkan isi hatimu itu kepadaku? Mengapa kau tanggung sendiri masalah itu?", tanya pak Glend.
"Aku hanya tak ingin putri kita merasakan kejamnya dunia akibat ulahku", jawab wanita itu.