Amarta Nadia Tamara, gadis kecil  yang nyaris tak memiliki tujuan hidup. Antah berantah dipesisir pantai yang jauh dari perkotaan. Entah sudah berapa lama, namun tak terbesit sedikitpun niat dihatinya untuk kembali ke kota asalnya.
Amarta mempunyai paras yang sangat cantik dan anggun. Tatapan yang sendu dan mata indah miliknya mampu memikat raga siapa pun yang tak sengaja memandangnya. Senyumannya bak air tenang yang selalu mengalir, sejuk dan sangat membahagiakan. Tutur katanya selalu mempesona, membuat pendengar terhanyut dalam kata kata yang keluar dari apitan gua merah muda itu.
Kebijaksanaan dan kecerdasan yang dikaruniai kepadanya selalu ia syukuri dan ia manfaatkan untuk sesuatu yang bermanfaat. Sebenarnya ia ingin mati, tapi ada sesuatu yang buat ia  ingin bertahan hidup hingga kini. Lalu, apa yang sebenarnya melatarbelakangi semangat Amarta untuk terus ingin hidup?
"Namun, kepada siapa aku harus bersyukur? Apa yang harus aku sembah? Di dunia bagian manakah aku berada? Apa arti kehidupanku? Dengan tujuan apa aku dilahirkan? Apa ini? Apa semua ini?",ucap batinnya.Inilah perjalanan Amarta, gadis lugu yang ingin mencari kebenaran dan jati diri tentang dirinya sendiri.
Sore itu, bumi Amarta mulai menggelap. Hangatnya senja seketika hilang begitu saja. Ombak samudera ikut memperlihatkan amarahnya. Tampak semilir badai seperti akan memakan habis pantai itu. Awan putih pun sudah tak sudi menampakkan diri digantikan dengan kehadiran guntur dan petir yang sangat menggelegar. Hingga tubuh pun terasa sangat bergetar saat mendengarnya. Amarta pun langsung masuk ke gubuk ditepi pantai yang ia bangun sejak pertama kali ia terjebak dipulau itu.
Seseorang muncul dari sudut jalan.
"Dunia sedang tidak baik-baik saja", ucapnya menggigil ketakutan.
Ia terus berjalan menapaki jalanan gelap dan sangat sunyi itu dan tiba tiba langkahnya terhenti. Pandangannya terarah pada gubuk Amarta dengan dihiasi lampu yang sangat redup, bahkan nyaris gelap sempurna.
Tok..tok..tok..
Terdengar ketukan tangan dari seseorang, namun tak ada sahutan dari siapa pun. Alhasil, ia pun mendobrak paksa gubuk itu dengan menggunakan kayu miliknya yang selalu ia bawa kemana-mana. Amarta tersentak kaget.
"Si.. siapa kau?", ucap Amarta terbata-bata.