Aristi merajuk. Dilepasnya genggaman Alan. Setitik air mata turun lagi.
"Jangan pergi, Lan. Jangan pergi!"
Alan mengeratkan pelukan, mengusap wajahnya berkali-kali.
"Aku cinta kamu, Ris," katanya berbisik.
***
Aristi mengusap peluh yang meleleh di pipinya. Sudah sekilo ia berjalan kaki mencari bengkel. Terbersit di pikirannya, ia kecewa dengan dirinya.
"Kenapa juga sih, aku tidak mengecek motorku," batinnya.
Ia berhenti sejenak mengusap peluh dengan sapu tangan pink-nya.
 "Ah, capeknya! Coba saja kalau hidup ini seperti sinetron, ketika si cewek lagi kesusahan, tiba-tiba saja pangeran datang," khayalnya. Ia tersenyum. "Ah, dasar!" Ia kembali tersenyum. Ia terus berjalan setelah khayal dan capeknya hilang sejenak. Sampai juga ia di sebuah bengkel.
"Ini bukan tempat parkir gratis," seru seseorang dengan baju kumal yang menghampirinya.
Aristi bengong. "Siapa juga yang mau parker?" gumamnya.