“nindy udah telat tiga minggu mas... ini hasil lab nya”
Astaga... cobaan apalagi yang harus aku tanggung ya Tuhan. Dalam hatinya bayu yang tengah berkecamuk. Tak ada ekpresi bahagia dari wajah bayu, hanya penyesalan yang termata dalam.
“jangan disesali mas.... nindy anggap ini adalah kado yang terindah yang pernah mas berikan. Nindy tidak menuntut pertanggung jawaban mas, nindy hanya ingin menyampaikan bahwa ada titipan cinta di rahim nindy dari mas bayu” jawab nindy
“ndy... kita bicara lagi nanti sore, kamu pulang aja dulu ke rumah. Nanti abis pulang kantor mas jemput kamu di rumah. Gak ada masalah yang tak dapat di pecahkan” balas bayu, sambil memberikan ketenangan pada nindy
“sudahlah mas... gak ada lagi yang harus dibicarakan”
“masih ada nindy”
“tunggu mas di rumah nanti sore, ya...”
Mereka pun berpisah, nindy melanjutkan perjalanan pulang menuju ke kantornya, sementara bayu telah memasuki gedung kantornya. Setibanya di ruang kerjanya, bayu makin gelisah dan tak menentu. Keputusan apa yang akan diambilnya? Bagaimana dia harus menjelaskan kepada nita dan kedua putrinya? Sepanjang pagi hingga menjelang siang, bayu hanya menghabiskan dengan melamun dan melamun. Suara dering telepon genggam memecahkan lamunana bayu, ditekannya tombol gagang telepon berwarna hijau,
“halo”
“selamat siang, dengan bapak bayu?”
“iya benar. Dari siapa ini?”