"Ayo cari tempat yang kering di atas." Papah Amanda bantu Herman berdiri.
"Aduh...."keluhHermansambilberingsut
menyangga tangan ke bahu Amanda. "Hancur badanku rasanya."
Herman dan Amanda tertatih-tatih naik meniti anak tangga. Sesungguhnya Amanda merasakan hal yang sama, tetapi ia harus menguatkan diri agar Herman ikut kuat.
Tiba di lantai lebih atas mereka memang tidak berharap lebih baik, tetapi setidaknya di sini bisa merebahkan diri tanpa kuatir kebasahan.
Di lantai ini mereka tidak hanya berdua, orang -- orang lain telah tiba lebih dulu.
Udara semakin dingin sehingga Herman dan Amanda saling merapatkan diri sambil berpelukan erat menghangatkan diri.
"Belum berakhirkah ini?" tanya Amanda, "udara semakin beku kayak di dalam kulkas."
Herman tidak punya jawabannya sehingga lebih memilih diam saja. Tangan Herman mengusap-usap bahu Amanda mencoba memberikan sedikit kehangatan.
Sementara yang lain sama rebah terduduk sambil memeluk badan sendiri yang menggigil manahan rasa dingin.
Bunga-bunga es telah kuncup dimana-mana, bahkan telah tumbuh di rambut dan badan.
Â
"Kemana para Dewa yang mereka puja!" sindir Herman menyalahkan semua atas kejadian ini. "Jangankan bisa menolong manusia, bahkan mereka sendiri sudah tewas tenggelam!"
Suara-suara erang kesakitan sayu-sayup terdengar diantara suara riak air disibak langkah orang dengan susah payah.