"Liftnya mogok!" kata Alaksolan, tetapi pandangan Herman dan Amanda tertuju pada Sphinx yang dihantam oleh ombak.
Dari ketinggian ini, mereka melihat ombak berkali-kali datang menghantam wajah Sphinx.
Barulah ketika hantaman berikutnya yang membawa bongkahan material lebih besar, mengakibatkan kerusakan parah pada wajah sphinx.
"Listrik mati!" kata Alaksolan, "kita lewat tangga darurat."
Herman membantu Alksolan membuka paksa pintu lift. "Ayo kita jalan terus." Ajak Herman ke Amanda setelah berhasil membuka ruang agar mereka bisa keluar.
Akhirnya mereka bertiga tiba di lantai paling tinggi yang bisa mereka capai.
Keadaan di tempat itu tidak lebih baik karena semua berantakan. Barang-barang berceceran dimana-mana. Beberapa orang yang tertinggal di lantai ini memandang cemas keluar lewat kaca jendela.
Â
Keindahan dan kemegahan kota telah lenyap ditenggelamkan oleh banjir yang datang tanpa peringatan dan tanpa ampun. Hanya gedung-gedung yang lebih tinggi tersisa menyembul dari permukaan lautan.
Langit gelap namun berkali-kali kilatan cahaya menjilat menyilaukan mata. Angin bertiup kencang menghantam kaca-kaca yang basah diguyur air hujan. Tiada henti ombak menghantam kaca dan tampaknya tidak akan bertahan lama.
Brak! Hantaman ombak yang datang kali ini membuat Amanda terkejut karena seolah-olah ombak akan menyapunya, JBURR! sehingga ia berlindung dibalik kedua lengannya sendiri.
Benar saja, kaca jendela mulai tergurat retakan yang semakin meluas, Kretek.... Kretek ...!
"Gawat!" desis Herman. Dari retakan sempit muncul lelehan air. Bunyi gemeretak semakin keras terdengar dintara gegap gempita teriakan minta tolong.
Herman cepat menghampiri Amanda hendak meraih dan memberikan perlindungan. Tapi terlambat! Kaca jendela tidak kuat menahan hantaman ombak berikutnya.
PRANG! JBURRR ....