“Kurasa… tersisa satu nyawa lagi, bukan? Selamat berusaha Hadi hahaha…”
“Bangsat kau Kamal…!!!” Teriakan Hadi menembus keheningan subuh. Dan lagi-lagi, dinding tembok menjadi sasaran pelampiasan, hingga kepalan tangan pecah berdarah.
Hadi bangkit. Apa pun pilihan yang ada, ia sudah terlanjur jauh menjalani permainan Kamal.
Pukul 4.40 – subuh.
Jamil dan seorang rekan melakukan sesuatu yang seharusnya tidak ada dalam list yang dijadwalkan atasan mereka.
Insting dan kecurigaan Jamil akan sang atasan membawanya pada kenyataan yang tak ingin ia percayai. Jamil dan sang rekan, berhasil membuntuti Kamal hingga ke penjara bawah tanah di luar kota.
“Kau berpikiran seperti apa yang kupikirkan?”
Jamil mengangguk, untuk itulah ia mengajak rekan tersebut. “Dua saksi lebih baik dari satu orang.”
“Pemuda bodoh!” Maki Kamal seiring sepatu PDL-nya melayang ke tulang kering Nito. Nito melenguh menahan sakit. “Andai ayahmu mampu menyelesaikan permainan ini, kau tetap tidak akan aku lepaskan. Setidaknya, tidak dalam keadaan utuh, hahaha…”