Kamis, jam 9.07 – Malam.
Rudie—30 tahun—menyusuri jalanan bersama mobil Pajero hitamnya. Di sampingnya, tergeletak sebuah tas kulit berwarna hitam dengan logo D&G. Rudie tidak menyangka, Ana akan berbaik hati memberikan tas itu kepada Nunik, setidaknya itu yang diketahui Rudie dari Nyonya Besar.
“Sepertinya kau tahu, ya, Ana,” gumam Rudie didahului tawa renyah. “Aku menyukai Nunik. Tapi—“ bayang kesedihan menghempaskan sumringah yang sedari tadi menghias wajah. “Ana…”
Di rumahnya, Nunik masih saja uring-uringan. Tak pernah betah berlama-lama pada satu sudut saja. Lima menit, dan ia akan melangkah lagi ke sudut lainnya.
“Jahanam kau Ana. Di mana tas D&G hitam itu kau simpan, haa…?” Nunik berteriak seperti kehilangan akal sehatnya. “Di mana berlian dua puluh lima karat itu…?”
Di satu rumah. Seseorang dengan gerak-gerik tak biasa, perlahan membuka pintu kamar. Wajahnya tertutup topeng menyeramkan, seolah hari itu adalah perayaan Halloween. Di tangan kanan tergenggam sebilah belati besi putih dengan gagang hitam.
Di atas pembaringan, seorang wanita muda tertidur pulas. Orang bertopeng mendekati. Perlahan ia meraih bantal, belati di tangan berkilau ditimpa cahaya lampu.
“Hmmpp… hmmpp…”
Cleptt!