"Hehe... iya, sedikit. Nyeri kaki."
"Kalau begitu, bagaimana kalau lontarnya saya wakili saja. Jamarat masih lumayan jauh."
"Enggak, nggak apa-apa...."
"Kalau begitu, ijinkan saya jalan bareng, barangkali Mbak-nya ini kerasa lagi sakitnya?"
Kali  ini tak ada kata penolakan sama sekali, kejadiannya begitu cepat.  Seperti halnya ketika Wiwin menyerahkan syal di masjidil Harom. Kini  ketiganya berjalan bersama. Di kesempatan inilah akhirnya Wiwin dan Bu  Yanti tahu, pemuda itu bernama Denny dari embarkasi JKG 007 Jakarta.
Dengan  perlahan akhirnya ketiganya sampai di tempat jamarat. Pelaksanaan  lontar jumrah ketiga yakni aqobah telah dilakukan. Menjelang keluar area  jumroh yang terakhir, Wiwin melihat Denny berdiri mematung dengan bibir  bergetar.
"Kenapa Mas Denny?"
"Ini adalah waktu  terakhir. Ya mungkin terakhir dalam hidupku melihat jamarat ini. Tempat  indah yang dihadiahkan syariatnya kepada saya ... kepada kita calon haji,  oleh Rasulullah. Dulu.... dulu Rasulullah juga pernah ke sini."
"Benar  Mas .... Win baru sadar, saat ini, detik ini adalah waktu-waktu terakhir  kita mengucap selamat tinggal. Haji mungkin hanya sekali, walaupun kita  bisa umroh jika ada rizki, namun umroh tak akan mengantarkan kita ke  sini lagi."
"Benar. Ini adalah tempat pertama dan terakhir bagi saya ...." Â
Ketiganya  mengambil tempat di sisi luar, lantas berdoa mengangkat tangan. Namun  tiba-tiba ketiganya kaget ketika di dekatnya, askar telah menyuruhnya  untuk segera meninggalkan tempat itu. Seluruh jamaah haji harus terus  berjalan, tak diperbolehkan menghambat arus haji lain yang akan  melanjutkan perjalanan.