Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bahasa Using Banyuwangi: Kurikulum, Identitas, dan Kepentingan

4 Januari 2022   17:25 Diperbarui: 7 Februari 2022   07:49 2147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada masa Ratna Ani Lestari, pembelajaran bahasa Using diperluas untuk semua siswa di Banyuwangi, SD dan SMP, tidak peduli komunitas etnis mereka. Meskipun tidak mendapatkan dukungan konsensual dari para pelaku budaya, Ratna terbukti menjamin pengembangan dan perluasan untuk pembelajaran bahasa Using. Bisa jadi, Ratna juga ingin mendapatkan keuntungan dari proses tersebut, yakni ingin mendapatkan dukungan kultural dari para pembela bahasa dan budaya Using. 

Dari paparan di atas, kita bisa membaca adanya kepentingan untuk memobilisasi identitas yang dimainkan di dalam usaha untuk menetapkan bahasa Using sebagai bahasa daerah di era Orde Baru. Muncul beberapa aktor kultural yang berperan penting dalam mengusung aktivitas pemapanan bahasa Using. 

Penetapan bahasa Using sebagai bagian kurikulum muatan lokal pada awalnya bukanlah kehendak komunal, tetapi hasrat beberapa elit lokal yang memiliki akses terhadap pemimpin wilayah di tingkat birokrasi.  Namun, dalam perkembangannya mempengaruhi solidaritas komunitas Using di Banyuwangi, sehingga memperkuat bentuk budaya dan konstruksi etnis. 

Rezim negara pun mendapatkan keuntungan dengan konsensus politik dari mayoritas warga pengguna bahasa dan pelaku budaya Using. Pada masa pasca Reformasi, penguatan lokalitas Using melalui pembelajaran bahasa untuk semua etnis di Banyuwangi berjalan dengan  lancar. Kepentingan politik memang kental, tetapi itu semua dibalut dengan kebijakan yang mengikat aparat birokrasi dan masyarakat. 

* Tulisan ini berasal dari laporan riset dengan judul "Bukan Sekedar Oseng, Osing, atau Using: Ideologi, Politik, dan Kebijakan Bahasa di Banyuwangi" (2018).

DAFTAR BACAAN

Acciaioli, Greg. 1985. “Culture as Art: From Practice to Spectacle in Indonesia”. Canberra Anthhropology, Vol. 8 (1 & 2), hlm. 148-172.

Ahearn, Laura M. 2012. Living Language: An Introduction to Linguistic Anthropology. Victoria: Wiley-Blackwell .

Arps, Bernard. 2010. “Terwujudnya Bahasa Using di Banyuwangi dan Peranan Media Elektronik di Dalamnya (Selayang Pandang 1970-2009)”. Dalam Mikihiro Moriyama & Manneke Budiman (Ed). Geliat Bahasa Selaras Zaman: Perubahan Bahasa-bahasa di Indonesia Pasca Orde Baru. Tokyo: Research Institute for Language and Cultures of Asia and Africa (ILCAA), Tokyo University of Foreign Studies.hlm.225-248.

Arps, Benard. 2009. “Using kids and the banners of Blambangan: Ethnolinguistic identity and the regional past as an ambient theme in East Javanese town”. Wacana, Vol.11, No.1: 1-38.

Blom, Jan-Petter and Gumperz, John. 1972. "Social Meaning in Linguistics Structure: Code-Switching in Norway." In Gumperz and Hymes (ed.). 1972: 407-434.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun