Pada masa Ratna Ani Lestari, pembelajaran bahasa Using diperluas untuk semua siswa di Banyuwangi, SD dan SMP, tidak peduli komunitas etnis mereka. Meskipun tidak mendapatkan dukungan konsensual dari para pelaku budaya, Ratna terbukti menjamin pengembangan dan perluasan untuk pembelajaran bahasa Using. Bisa jadi, Ratna juga ingin mendapatkan keuntungan dari proses tersebut, yakni ingin mendapatkan dukungan kultural dari para pembela bahasa dan budaya Using.
Dari paparan di atas, kita bisa membaca adanya kepentingan untuk memobilisasi identitas yang dimainkan di dalam usaha untuk menetapkan bahasa Using sebagai bahasa daerah di era Orde Baru. Muncul beberapa aktor kultural yang berperan penting dalam mengusung aktivitas pemapanan bahasa Using.
Penetapan bahasa Using sebagai bagian kurikulum muatan lokal pada awalnya bukanlah kehendak komunal, tetapi hasrat beberapa elit lokal yang memiliki akses terhadap pemimpin wilayah di tingkat birokrasi. Namun, dalam perkembangannya mempengaruhi solidaritas komunitas Using di Banyuwangi, sehingga memperkuat bentuk budaya dan konstruksi etnis.
Rezim negara pun mendapatkan keuntungan dengan konsensus politik dari mayoritas warga pengguna bahasa dan pelaku budaya Using. Pada masa pasca Reformasi, penguatan lokalitas Using melalui pembelajaran bahasa untuk semua etnis di Banyuwangi berjalan dengan lancar. Kepentingan politik memang kental, tetapi itu semua dibalut dengan kebijakan yang mengikat aparat birokrasi dan masyarakat.
* Tulisan ini berasal dari laporan riset dengan judul "Bukan Sekedar Oseng, Osing, atau Using: Ideologi, Politik, dan Kebijakan Bahasa di Banyuwangi" (2018).
DAFTAR BACAAN
Acciaioli, Greg. 1985. “Culture as Art: From Practice to Spectacle in Indonesia”. Canberra Anthhropology, Vol. 8 (1 & 2), hlm. 148-172.
Ahearn, Laura M. 2012. Living Language: An Introduction to Linguistic Anthropology. Victoria: Wiley-Blackwell .
Arps, Bernard. 2010. “Terwujudnya Bahasa Using di Banyuwangi dan Peranan Media Elektronik di Dalamnya (Selayang Pandang 1970-2009)”. Dalam Mikihiro Moriyama & Manneke Budiman (Ed). Geliat Bahasa Selaras Zaman: Perubahan Bahasa-bahasa di Indonesia Pasca Orde Baru. Tokyo: Research Institute for Language and Cultures of Asia and Africa (ILCAA), Tokyo University of Foreign Studies.hlm.225-248.
Arps, Benard. 2009. “Using kids and the banners of Blambangan: Ethnolinguistic identity and the regional past as an ambient theme in East Javanese town”. Wacana, Vol.11, No.1: 1-38.
Blom, Jan-Petter and Gumperz, John. 1972. "Social Meaning in Linguistics Structure: Code-Switching in Norway." In Gumperz and Hymes (ed.). 1972: 407-434.