Mohon tunggu...
Asti Nirwani
Asti Nirwani Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - XII MIPA 4 SMAN 1 PADALARANG

every day is a second chance.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bhumi Niscala

20 Februari 2022   21:49 Diperbarui: 20 Februari 2022   21:56 929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BAB 1 'A.R.S.A'


Mawardhani Tribhuwana Tunggadewi, perempuan berparas cantik nan anggun dengan sifat yang sedikit tertutup dan menuntut kesempurnaan disetiap apa yang ia lakukan sangat cocok dengan zodiaknya yaitu virgo.

Hari senin ini udara cukup dingin bahkan burung yang selalu berkicau untuk membangunkan para manusia dengan berbagai kesibukan dalam menjalani kehidupan pun malas untuk berkicau.

Sama hal nya dengan Senjani, pagi sekali bunda Dewi membangunkan putri semata wayangnya itu untuk siap-siap bersekolah, apalagi putrinya ini sangat menuntut kesempurnaan jadi apa ia lakukan akan terasa sangat lama bahkan dapat membuat bundanya merasa kesal.

"Senjani bangun sayang, ini udah jam 05.15 nak, jangan sampai hari ini kamu terlambat sayang, ingat ini hari pertama kamu sekolah, ayo semangat sayang" ucap bunda Dewi, sambil mengelus kepala putrinya dengan lembut dan penuh kasih sayang.

Senjani hanya berdeham, jujur saja ia sangat malas untuk terbangun sepagi ini ditambah cuaca yang cukup dingin, rasanya ia hanya ingin tertidur sampai sang fajar menghangatkan tubuhnya dengan sinarnya.

"Sayang ayo bangun dulu nak, bunda masak sayur brokoli kesukaan kamu buat sarapan" ucap bundanya dengan sedikit menyibak selimut putrinya itu.

Karena Senjani tidak ingin membuat bundanya marah karena kehabisan kesabaran dalam upaya membangunkannya, Senjani langsung terbangun tak lupa dengan memberi kecupan yang hangat kepada sang bunda.

Dengan diiringi sebuah senyuman yang sangat manis, senyuman itu akan selalu menjadi healing untuk orang sekitarnya.

"Ayo cepet mandi sayang, terus sarapan" setelah mengucapkan itu bunda Dewi langsung pergi ke kamar untuk bersiap-siap karena akan mengantar putri semata wayangnya itu berangkat ke sekolah.

Setelah Senjani selesai bersiap-siap ia tak lupa untuk memeriksa kembali barang yang akan bawa ke sekolah takut ada yang tertinggal.

Sebelum ia pergi ke meja makan, tak lupa ia memakai name tag terlebih dahulu karena hari ini hari pertama masuk SMA tentu saja ia tidak ingin mendapat hukuman dihari pertamanya itu.

"Sayang makan yang banyak ya" ucap bunda sambil memasukam nasi dan lauk kepada piring anaknya itu.

"Iya bunda, makasi banyak ya buat semuanya" ucap Senjani setelah itu ia langsung menyuapkan nasi dengan lahap kedalam mulutnya.

"Sayur brokolinya enak bun, besok masak lagi ini ya. Senja suka banget soalnya" disuapan terakhir dia berbicara itu kepada bundanya tak lupa dengan healing terbaik yang ia miliki seorang diri.

Bunda hanya membalas dengan senyuman dan tangan yang membelai pipi anaknya itu, tentu saja dengan perasaan bangga dan bahagia karena ia tidak menyangka bahwa anak semata wayangnya ini telah tumbuh menjadi putri yang bijak dan dewasa.

Setelah sarapan selesai, bunda langsung membereskan piring sekalian menunggu anaknya selesai memeriksa kembali penampilannya.

Selama diperjalanan tidak banyak pembicaraan diantar mereka, hanya ada suara radio dan lalu lintas kendaraan.

Sepanjang perjalanan Senjani menghabiskan waktunya dengan membaca buku karena pada dasarnya anak itu penyuka buku tak lupa juga ia adalah seorang penikmat karya seni baik seni musik ataupun seni rupa.

Selang 15 menit mobil putih itu berhenti tepat didepan gerbang sekolah.

"Semangat ya putri bunda, jangan lupa berdoa dulu sebelum ngelakuin apa-apa biar Tuhan selalu ngelindungin kamu dari berbagai hal apapun" ucap bundanya itu.

Senjani sangat hapal karena hal itu sudah menjadi kebiasaan bagi bundanya karena setiap Senjani berangkat ke sekolah ataupun berpergian bundanya pasti akan selalu seperti itu.

"Oh iya sayang, pulangnya ke rumah papah ya nak. Sekalian bilang kalo hari ini kamu masuk SMA, pasti papah mu bangga anaknya udah gadis" tambah Dewi diiringi dengan ekspresi yang susah dijelaskan, dan Senjani selalu memahami hal itu.

"Iya bun" ucap Senjani lalu memberi salam kepada wanita yang menjadi surganya itu Senjani langsung turun dari mobil dengan suasana hati yang sangat hangat dan bahagia.



BAB 2 'Kenapa Harus Senjani ?'


Mungkin kalian merasa bingung dengan nama Mawardhani Tribhuwana Tunggadewi yang dipanggil menjadi Senjani.

Mengapa harus menjadi Senjani tidak Mawar ataupun Hani.

Sebenarnya Senjani itu memiliki arti yang sangat indah bahkan membuat orang merasa iri apabila mendengar arti namanya itu.

Senjani atau senja adalah sebuah fenomena alam dimana sang surya mulai terbenam tetapi dalam prosesnya akan menghasilkan warna langit yang cantik dan selalu memberi ketenangan terhadap setiap orang yang melihatnya.

Bahkan senja selalu ditunggu setiap orang karena diwaktu itu manusia-manusia yang sedang membanting tulang untuk keluarganya, menimba ilmu untuk masa depannya bahkan yang sedang tersesat dalam kehidupan di dunia yang fana ini akan rehat diwaktu itu dan ketika sang surya mulai terbit kembali mereka akan memulai kembali dengan keadaan yang jauh lebih baik lagi.

Sama halnya dengan Senjani perempuan itu sama seperti senja.

Parasnya yang cantik, suasananya yang tenang bahkan dengan kehadirannya yang mampu merubah semuanya menjadi lebih baik.

Dia akan selalu menjadi healing untuk keluarganya terutama bundanya.

Senjani panggilan dari bundanya, Senjani adalah senja yang hanya milik Dewi seorang diri.

Setiap melihat putrinya Dewi selalu merasa lebih baik, hal berat yang ia lalui begitu saja hilang setiap melihat putri kesayangannya itu tersenyum.

Senyum bak bulan sabit dan mata yang selalu memberi keteduhan yang mampu membuat Dewi atapun orang yang ada disekitarnya merasa lebih baik

Bahkan sang cinta pertama pun pernah menulis di hari terakhirnya 

"saat semua memiliki diksi yang indah yang tertulis dalam kalimat, bagiku hanya dia diksi nyata yang tidak bisa dituliskan bahkan dengan satu huruf. Mawardhani Tribhuwana Tunggadewi, putri kesayangan saya, putri satu-satunya yang saya miliki, satu-satunya putri yang selalu menjadi alasan untuk pangerannya agar tetap hidup."

Lelaki paruh baya telah meninggalkan dunia dan dunianya tepat 9 tahun yang lalu.


BAB 3 'Bak Adar'

9 tahun yang lalu lebih tepat disaat Senjani umur 7 tahun.

Lelaki yang bernama Dean Tribhuwana bak pangeran untuk bidadari dan putrinya meninggalkan dunia dan dunianya.

Hari itu Tuhan mengambil salah satu makhluknya untuk kembali ke pangkuannya.

Ia telah berhenti dalam menjalankan kewajibannya, ia telah berhenti dalam menjalankan tugasnya, dan ia telah berhenti menahan semua rasa sakitnya.

Saat itu kehidupan di dunia ini seakan berhenti di detik itu juga, sebuah tangisan kesedihan dan tidak kerelaan untuk mengikhlaskan terucap dari bidadari yang merangkul putrinya.

Mereka tidak menyangka semua ini akan terjadi begitu cepat, dan semua yang telah terjadi ini sangat menyakitkan untuk mereka. 

Andai saja waktu bisa diulang kembali mungkin tidak akan ada teriakan kemarahan dari sang bidadari kepada sang pangeran.

Bahkan permohonan sang putri kepada sang pangeran untuk mengikuti proses penyembuhan.

Tapi semesta berkata lain, tepat tiga hari setelah hal itu terjadi sang pangeran meninggalkan semuanya.

Hanya ada tangis dan penyesalan dari dalam diri mereka, bahkan 100 tahun pun tidak mampu menghilangkan rasa penyesalan itu.

Yang bisa mereka lakukan sekarang adalah berdoa kepada Tuhan semoga suatu saat nanti mereka bisa dipertemukan kembali.

Dihari itu tepat hari selasa, Dewi mengetahui bahwa suaminya mengidap penyakit lupus.

Disaat ia mengetahui hal itu dunia seakan berakhir, laki-laki yang ia cintai menahan rasa sakitnya sendiri dengan alasan ia tidak ingin orang-orang yang ia sayangi merasa khawatir akan kondisinya saat ini.

"Kenapa kamu gak bilang Dean ?!" Bentaknya.

"Aku gak mau buat kamu dan Senjani merasa khawatir terhadap keadaan ku."

"Tapi kamu gak bisa gini Dean, kamu punya keluarga. Jadiin keluarga kamu tempat kamu bercerita, tempat kamu pulang. Kita gak cuman bisa menerima kesenangan aja Dean, kita juga berhak menerima kesedihan apalagi hal itu kamu alami"

"Kamu nganggap aku apa ?!" Suara yang sangat pelan dan terdengar pilu.

Sedangkan dibalik pintu kamar ada anak kecil sedanga terduduk dilantai ia menangis karena  mendengar pertengkaran kedua orang tuanya, ini pertama kalinya Senjani mendengar pertengkaran kedua orang tuanya itu.

Ia terkejut karena nada bicara bundanya yang tinggi dan terdengar suara papahnya yang sangat pilu bahkan terdengar bergetar disaat menjawab pertanyaan bundanya itu karena lelaki itu menangis.

Tiba-tiba anak yang tadi mendengar pertengkaran kedua orang tuanya itu keluar karena ia tak kuasa mendengar suara tangisan bundanya.

"Papah, papah apain bunda"

"Kenapa papah bawa koper ? Ini kan bukan waktunya buat liburan" ucap Senjani sambil menangis.

"Papah mau pergi dulu sayang, jaga bunda ya" Dean hanya tersenyum dan tak banyak bicara, biasanya ia akan menjadi seperti burung beo yang selalu berkicau jiga sedang dekat Senjani.

Tetapi beda dengan malam itu, bahkan senyum yang ia tunjukan itu membuat Dewi merasa sakit.

"Papah jangan pergi lama-lama, nanti Senja sama bunda gaada yang jaga" ucap anak 7 tahun itu lalu memeluk cinta pertamanya itu.

Dean tidak menjawab, lebih tepatnya ia tidak mampu menjawab pernyataan yang putrinya ucapkan.

Dean langsung pergi begitu saja, melepaskan pelukan anaknya lalu berjalan ke arah meja makan ia menyimpan selembar kertas disamping kepala Dewi yang sedang menunduk karena Dewi tak kuasa dengan semua yang terjadi pada malam itu.

Kertas yang isinya alamat rumah sakit bahkan Dean merasa kalau kertas itu mampu untuk dijadikan sebuah ucapan perpisahan.

Setelah itu ia mendorong kopernya dengan cepat diiringi tangisan sang putri sambil mengejarnya dari belakang.

Tanpa menoleh sedikitpun Dean langsung pergi begitu saja dan masuk kedalam mobil.

Perasaannya hancur dan tangisannya tidak pernah berhenti sampai hari itu tiba.

"Senjani sini sayang, papah mau pergi. Kita tidur yuk udah malem, semoga papah selamat sampai tujuan" Dewi langsung membawa senja yang terdiam didepan pintu keluar dengan tangisan yang suaranya terdengar sangat pilu.

Ia melihat papahnya menangis saat memasuki mobil Jefry.

Jefry adalah anak buah Dean, dan tiga hari itu juga Jefry yang selalu memberitahu Dewi tentang keadaan Dean.

Disaat hari-hari terakhirnya Dean sempat menulis surat untuk Dewi dan Senjani.


"Untuk Amita Dewi Mahika, perempuan cantik yang pernah saya temui bahkan menjadi dunia dan membuat dunia baru untuk saya. Oh iya Wi kalo Jefry gak ngasih surat ini ke kamu sama Senjani berarti aku pulang dengan kembali sehat tapi kalo ini nyampe ke kamu izinkan aku untuk bilang. Terimakasih banyak untuk semuanya, terimakasih untuk rasa kasihnya terhadap saya, terimakasih untuk waktunya, terimakasih untuk perjuangannya selama ini dan terimakasih atas satu putri kecilnya. Maaf belum bisa menjadi pemimpin yang baik untuk keluarga kita dan maaf juga untuk kejadian 2 hari ya lalu. Mau ada ataupun tidak adanya saya, saya mohon untuk tetap bahagia, jalanin hidup seperti saya ada ya Dewi saya mohon untuk hal itu, jangan sampai senyuman kamu hilang karena saya, dan satu lagi saya titip Senjani ke kamu jadi jangan sampai kamu berpikir untuk pergi menyusul saya. Maaf tulisannya jelek, soalnya kepala saya sakit sekali akhir-akhir ini."

"Saat semua memiliki diksi yang indah yang tertulis dalam kalimat, bagiku hanya dia diksi nyata yang tidak bisa dituliskan bahkan dengan satu huruf. Mawardhani Tribhuwana Tunggadewi, putri kesayangan saya, putri satu-satunya yang saya miliki, satu-satunya putri yang selalu menjadi alasan untuk pangerannya agar tetap hidup. Terimakasih telah menjadi putri dalam kerajaan saya. terimakasih telah mengajarkan saya untuk terus bertahan tetapi pada kenyataaanya saya sudah tidak bisa menahan semuanya lagi. Maaf juga ya Senjani saya belum mampu menjadi papah yang baik buat kamu, papah gak bisa lagi jaga kamu sama bunda sayang, jadi papah titip bunda ya sayang. Mau ada ataupun nggk ada papah, papah mohon buat terus bahagia. Papah bakal terus mantau kalian berdua diatas. Bilangin sama bunda juga jangan pernah ada rasa untuk nyusul papah, papah sayang kalian berdua."

Di nafas terakhirnya hanya 1 kalimat yang terucap dari mulut Dean

"Jefry tolong jaga Dewi dan Senjani"

setelah mengucapkan itu semuanya telah berakhir untuk Dean.

Tepat hari jumat pukul 4 sore.

Sang pahlawan yang sudah tidak berdaya lagi untuk melawan lupus yang ia idap selama 1 tahun ini, Dean Tribhuwana yang resmi meninggalkan dunianya serta kedua penghuninya yang selalu menjadi alasan untuk kesembuhannya.

Sabtu pagi Dean telah resmi dikembalikan ke bumi dan keluarga yang ditinggalkan hanya bisa menangis dengan rasa penyesalan.

Tidak ada lagi semangat dari Dewi, bahkan tidak ada lagi Senyum dari senja semuanya menjadi berbeda untuk 3 tahun awal yang mereka lalui.

'Dalam sebuah perpisahan, mengikhlaskan merupakan ha yang sangat susah untuk dilalui. Terlalu banyak kenangan yang pernah mereka lewati. Bahkan untuk mengenang kembali pun misalnya mendatangi kembali tempat yang pernah mereka singgahi rasanya tidak akan sama lagi.'

Siang ini, sehabis pulang sekolah. Dewi dan Senjani langsung bergegas ke makam Alm.

Dewi tak lupa membeli dulu buket bunga matahari kesukaan Dean.

"Halo pah, kita udah lama ya gak ketemu ya. Maaf ya pah, tapi papah pasti tau alasannya kenapa Senjani lama gak nengok papah kesini. Papah liat kan aku udah ganti seragam" ucapnya sambil membersihkan rumput yang tumbuh diatas kuburan papahnya itu.

"Dean liat putri kita udah tumbuh menjadi putri yang bijaksana, kamu pasti bangga ya liatnya."

"Oh iya papah pasti bahagia banget ya disana, setiap malem aku sama bunda liat papah diatas sana pasti selalu terang. Makasih ya pah udah mantau kita terus." 

Senjani percaya bahwa setiap atom dari tubuh manusia itu dulunya juga partikel dari sebuah bintang.

Jadi, jiga manusia pergi meninggalkan dunia manusia cuman bisa balik ke tempat asalnya disana, dilangit dan menjadi bintang.

"Ini aku juga bawa buket buat papah, buket bunga matahari, biasa kesukaan papah." 

Senjani meletakan bunga matahari itu diatas kuburan papahnya sambil tersenyum cantik, senyum yang selalu menjadi favorite disaat papah itu masi ada.


"Oh iya Dean, aku masih suka ngirim email ke kamu. Akhir-akhir ini banyak sekali yang aku alami."

00 o'clock adalah sebuah kebiasaan yang Dewi dan Dean lakukan dahulu. Dimana saat hari mulai berganti maka semua masalah yang telah terjadi dan telah kita lewati semuanya telah selesai jadi tidak terus-menerus stuck disatu masalah itu. Karena pada dasarnya

'Kehidupan itu akan selalu berputar. Hari kemarin kita jadikan sebuah pelajaran, hari ini atau hari sekarang kita jalani dan hari esok kita perbaiki.'


Setelah selesai berdoa mereka langsung pulang lalu beristirahat karena besok sama seperti tadi, Senjani masih tetap melaksanakan ospek.

"Senjani besok apa agendanya ?"

"Besok ada demo ekskul bun, nanti aku boleh ya ikut organisasi ?" Ucapnya dengan semangat tak lupa matanya yang berbinar.

"Boleh sayang, tapi jangan terlalu cape ya. Bunda gak liat anak bunda kecapean" ucap Dewi dengan sedikit memohon kepada putri semata wayangnya itu

"Oh iya bun, bunda haru sabtu sekarang mau ke kedai gak ? kalau nggk aku pengen ke Palasari"

Ya betul, Dewi memiliki kedai kopi daerah kota lama Bandung nama kedainya 'Lentera Biru'.

"Sabtu sekarang bunda gak kedai dulu, jadi hayu aja ke Palasari" pandangan yang terus fokus ke jalanan.

"Oke deh bun, makasi banyak ya sebelumnya" jawab Senjani dengan semangat.

BAB 4 'SISPALA'


Pagi ini senjani sangat semangat untuk memulai harinya karena ospeknya telah berakhir, ia juga sudah memutuskan untuk mendaftarkan diri ke salah satu organisasi.

Organisasi yang ia pilih adalah organisasi Pecinta Alam.

Dari banyaknya organisasi yang didemokan ia lebih memilih pecinta alam karena ia sangat ingin untuk mendaki gunung.

Padahal untuk mendaki gunung tidak perlu masuk ke dalam organisasi pecinta alamnya juga.

Tapi ini Senjani, ia yang selalu melakukan sesuatu dengan penuh perhitungan, ia takut akan sesuatu akan terjadi karena tidak dilandasi teori yang pasti dan ia juga ingin lebih mandiri.

Sebelum berangkat ke sekolah, seperti biasa dua insan ini melakukan rutinitasnya yaitu sarapan bersama.

"Makan yang banyak sayang" Dewi yang menambahkan lauk keatas piring Senjani.

"Iya bun makasi banyak ya" ucapnya diiringi dengan senyum yang sangat manis yang menjadi pembuka untuk hari itu.

"oh iya bun kayaknya nanti aku pulangnya agak sorean. Bunda gak usah jemput, terus jauh juga takutnya bunda cape habis dari kedai terus nunggu aku dulu. Aku pulangnya naik gojek aja" membereskan piring yang telah dipakai sarapan itu lalu mencucinya, itung-itung sebagai sogokan untuk bundanya.

"Oh kamu jadi sen buat masuk pecinta alam itu ?"

"Iya jadi bun, janji Senjani gak bakal kecapean"

"Mana ada pecinta alam gak ngerasa cape, kamu aneh-aneh aja"

"Hehe, kali ini aja ya bun izinin aku"

"Gak tau, nanti bunda pikirin lagi"

Setelah percakapan itu selesai dan membereskan piring selesai mereka langsung bergegas.

Senjani ke sekolah dan Dewi ke kedai kopi.

Dewi hari ini tidak fokus bekerja, ia sedang mempertimbangkan keinginan putri semata wayangnya.

Disatu sisi ia takut kalau putrinya itu merasa kecapean, disatu sisi juga ia tidak ingin membatasi putrinya itu.

Dan sudah pasti malam ini Dewi akan mengirim email kepada Dean, dengan harapan semoga dibalasnya dimimpi.

Hari sudah mulai sore, Dewi pulang ke rumah tanpa menjemput putrinya terlebih dahulu karena putrinya akan ada perkumpulan terlebih dahulu.

Tidak lama kemudian Senjani datang dengan senyuman yang selalu mampu membuat suasana hati Dewi berubah.

"Akhirnya nyampe juga, asalnya mau bunda susul ke sekolah. Gimana hari ini ? Keliatannya cape banget"

"Hari ini emang cape banget bun, kumpul terus hari terakhir juga kan. Makanya cape banget"

"Oh iya buat masalah perizinan, aku harap bunda izinin ya. Soalnya aku pengen banget masuk ke organisasi ini hitung-hitung cari pengalaman."

"Nanti deh bunda obrolin dulu sama papah kamu" Dewi tersenyum, padahal hatinya ingin sekali menolak permintaan anaknya itu.

"Kalo gitu aku juga mau minta izin sama papah" langsung pergi sambil ketawa karena baru kali ini Senjani mengikuti kelakuan bundanya.

Biasanya dia gak mau buat ngirim email, dia lebih suka langsung datang ke makam Alm papahnya itu.

Malam berlalu begitu cepat, pagi ini Dewi ngerasa berat banget untuk terbangun karena ia sudah tahu pasti anaknya itu menagih jawaban yang seminggu ini telah ia ajukan.

Dari semua keinginan Senjani, baru kali ini rasanya sangat berat untuk memberi keputusan.

Dan entah mengapa sangat susah sekali untuk bilang ke Senjani bahwa ia tidak menyetujuinya.

Ia tau pasti bahwa Senjani bukan anak mudah mengambil keputusan, pasti ia telah mempertimbangkan semuanya, tapi Dewi merasa baru kali ini anaknya mengambil keputusan dalam waktu yang cepat biasanya perlu beberapa bulan untuk ia mengambil keputusan, tapi ini satu minggu saja tidak, ia sudah sangat ingin masuk ke organisasi pecinta alam itu.

"PAGI BUNDA!!!" Sangat semangat Senjani pagi ini, karena ia tahu bahwa pagi ini bundanya akan menjawab permintaan yang ia ajukan beberapa hari lalu.

"Semangat banget keliatannya hari ini" Dewi yang memasukan air kedalam gelas Senjani.

"Jangan becanda, masih pagi lho ini bun. Masa gak inget apa yang aku mau dipagi ini, padahal kita udah terlalu sering membahasnya setiap hari malahan." Senjani sedikit menekuk mukanya karena jawaban bundanya itu.

"Iya bunda inget dan udah ada jawabannya, tapi emang harus sekarang banget bunda jawaba nya ?"

"Iya sekarang, soalnya aku harus ngasih keputusan ke senior aku hari ini juga"

"Kalo gitu bunda izinin, tapi ada syaratnya" tegas Dewi kepada Senjani.

"Apaan syaratnya, pasti aku ikutin kok"

"Syaratnya cuman satu, bunda gak mau kamu kecapean Senjani, apalagi bunda tahu kalau pecinta alam itu terlalu keras buat perempuan."

"Iya aku janji gak bakal kecapean, tapi dari jawaban bunda kok bikin aku sedih ya ? Kalo bunda gak bisa buat izinin aku gapapa kok, kan nanti kuliah bisa jadi gak harus sekarang juga" Senjani sedikit merasa bersalah terhadap Dewi karena nada bicara Dewi yang terdengar sangat khawatir saat mengatakan hal tadi.

"Nggk kok, bunda gak gitu. Gapapa kamu ikut aja, bunda pasti doain kamu yang terbaik sayang. Semangat terus ya, kalo ada apa-apa cerita ya sama bunda" senyum Dewi dengan sedikit kekhawatiran karena ia sangat takut jika anaknya itu terluka.

"Makasih ya bun, aku pasti bakal cerita kok semuanya ke bunda. Apalagi yang senjani punya cuman bunda, bunda Dewi istrinya papah Dean." Kalimat yang barusan Senjani ucapkan mampu membuat hati Dewi merasa lebih hangat.

"Dean lihatlah anakmu ini" ucap Dewi dalam hati sambil matanya menatap salah satu pigura foto keluarganya yang terpampang di dinding ruang keluarganya itu.

Foto Senjani yang sedang berulang tahun yang ke 5 tahun.

BAB 5 'MESHA'


Tepat hari ini Senjani telah memasuki kelas 11. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, Dewi merasa baru kemarin anaknya ngambis untuk masuk ke sma favorite didaerahnya sekarang anaknya kembali ngambis untuk masuk ke universitas.

"Senjani sayang, kamu udah mulai mikirin belum mau masuk kemana ?" Dewi menoleh ke arah senjani yang sedang belajar tetapi Dewi juga tetap fokus pada lalu lintas.

"Aku pengen ke hukum bun, gapapa ya aku linjur ?" Terus fokus pada bukunya itu.

"Ya udah kalau gitu, nanti kita mulai cari ya modulnya"

"Iya bun, biasa ya ke Palasari"

"Kenapa harus Palasari terus ? Padahal masih banyak tempat lain. 

Atau mau beli online juga boleh, terserah kamu aja deh Senjani.

"Ya udah bun ke Palasari aja"
Tidak terasa 20 menit pun berlalu, hari ini jalanan sedikit macet.

Maklum mau liburan semester.

Setelah Dewi sampai dikelas tak lama kemudian nama putrinya itu dipanggil.

"Mawardhani Tribhuwana Tunggadewi"

"Selamat ibu, putri ibu Mawar juarapertama. Nilainya tertinggi satu angkatan. Jadi saya berharap ini semua bisa bertahan" ucap bu Susi dengan bersemangat.

"Terimakasih banyak bu, semoga putri saya dapat mempertahankannya" senyum itu tidak luntur dari awal bu Susi mulai berbicara tentang prestasi anaknya itu.

Ada rasa bangga yang cukup besar terhadap putri cantiknya itu.

Saat Dewi keluar ruangan kelas, matanya langsung tertuju pada anaknya yang sedang meneruskan membaca bukunya itu.

"Senjani, sayang"

"Iya bun aku disini, mukanya happy banget. Aku dapet juara emangnya bun?"

"Kok tau ? Harusnya bunda yang ngasih tau kamu"

"Nggk aku nebak aja, emang bener aku dapet juara ya ?"

"Iya sayang, juara pertama lagi. Selamat ya putri bunda yang paling bunda sayang" Dewi mencubit pipi Senjani dengan gemas.

Hal itu membuat Senjani sedikit tersipu.

"Makasih banyak ya bidadari ku" Dewi hanya bisa tersenyum saat mendengar putrinya berbicara seperti itu.

"Oh iya sayang, nanti sore ke rumah papah yuk. Udah lumayan lama juga kita gak ngeliat papah"

"Ayo bun, jangan lupa beli bunga mataharinya dulu"

Setelah itu mereka bergegas pulang.
Sore pun tiba, bunga matahari yang telah mereka siapkan pun tak lupa dibawa.

"Hi pah, aku datang lagi hari ini buat nengok papah. Papah baik-baik aja kan disana ? Aku harap papah baik-baik aja. Oh iya pah akhir-akhir ini langit selalu mendung jadi aku gak bisa liat papah, papah lagi sedih ya ? Padahal aku jadi juara pertama loh pah, aku juga udah mulai mikirin mau masuk kuliah kemana. Pah kalo papah masih ada disini sama kita, papah bangga ya sama putri semata wayangnya ini ?" Senjani hanya tersenyum sekilas lalu dia menunduk dan menangis.

Dewi pun sama ia menangis setelah mendengar putrinya bilang seperti itu.

Entah mengapa akhir-akhir ini cuaca terasa mendung dan dingin, tanpa ada kehangatan yang mereka rasakan.

"Pah kalo boleh aku minta sama Tuhan, papah hadir ya di mimpi aku malam ini, udah berapa bulan ini papah jarang hadir ke mimpi aku. Meskipun aku lupa-lupa inget sama wajah papah, tapi rasanya selalu beda setiap papah hadir. Pah aku sama bunda kangen" tidak ada lagi yang Senjani ucapkan.

Selebihnya mereka habiskan waktu mereka untuk menangis.

"Sayang pulang yu, bunda pusing banget"

"Ayo bun pulang"

"Maaf juga udah bikin bunda ikut nangis, tapi gak tau kenapa akhir-akhir ini aku ngerasa sepi banget" setelah itu Dewi langsung memeluk putrinya itu.

Kalau boleh Dewi bilang, ia juga sama seperti anaknya rindu akang sosok Dunianya itu.

Karena Dewi merasa pusing, makan malam hari ini dia memesan makanan untuk malam ini melalui aplikasi, setelah itu tidak banyak pembicaraan.

Entah mengapa Senjani malam ini merasa khawatir terhadap bundanya itu, malam ini juga Senjani menginap di bundanya.

Tidak terasa, sang fajar pun mulai muncul untuk menerangi kehidupan dua insan yang sedang tertidur ini pun sedikit terusik karena cahayanya.

"Bunda udah baikan ?"

"Udah nak, tapi bunda mau ke dokter aja deh nanti soalnya bunda masih ada pusingnya sedikit"

"Ya udah kalau gitu aku anter ya ke dokternya, bunda istirahat  dulu aja, biar aku yang siapin sarapan buat pagi ini"
Setelah membuat sarapan, Senjani pun buru-buru meminta bundanya untuk bangun karena setelah itu mereka akan berangkat ke rumah sakit, soalnya Dewi akhir-akhir ini sering merasa pusing.

• Rumah sakit •

"Selamat pagi bu Dewi saya dokter Wisnu"

"Selamat pagi dokter"

"Boleh disebutkan bu keluhannya kenapa ?"

"Akhir-akhir ini saya sering merasa pusing, kadang setiap demam selalu ada ruam merah yang muncul dan yang paling saya gak kuat menahan rasa sakit yang begitu tajam di area dada"

"Dari yang barusan ibu sebutkan, kemungkinan ibu mengalami lupus. Tapi untuk lebih lanjutnya silahkan ibu untuk melakukan cek darah terlebih dahulu"

Dewi sedikit terkejut dengan apa yang dokter katakan barusan.

Yang ia takutkan beberapa hari ini takut menjadi kenyataan.

Disampingnya itu ada senjani yang mendengar semua pembicaraan dokter. 

Senjani tahu penyakit itu sangat berbahaya bahkan dapat merenggut nyawa.

Tidak menunggu waktu lama, Dewi langsung melaksanakan cek darah lalu menyerahkan hasil dari cek darahnya tersebut, apakah ia mengidap penyakit lupus atau tidak.

Dan benar saja hari dimana kedua insan ini merasa hidupnya hancur untuk kedua kalinya, bahwa hari ini Dewi di diagnosa mengidap penyakit lupus.

Seakan dunia berhenti kembali, tapi mau tidak mau Dewi harus menerima kenyataanya dan Senjani harus siap dengan segala yang terjadi.

Tidak ada sedikitpun pembicaraan diantara mereka selama perjalanan pulang, hanya ada suara gemercik air hujan dan lalu lintas kota.

Seakan semesta mengetahui bahwa kedua insan ini sedang hanyut dalan suasana yang mereka alami sekarang.

30 menit berlalu, akhirnya mereka sampai juga didepan rumahnya.

Karena hujan mereka dengan cepat masuk kedalam rumahnya. Senjani langsung masuk ke kamarnya sama halnya dengan Dewi.

Mereka sama-sama sedang menangisi semua yang sedang terjadi sekarang ini.

"Pah, papah kemarin keliatan sedih terus itu karena ini ya ? Papah pasti udah tau ya bunda sakit ? Kenapa papah gak bilang lewat mimpi ? Semalem Senjani nungguin papah datang tapi sampai tadi papah gak datang-datang. Atau papah hadir ke mimpi bunda ya ? Papah kuatin terus bunda ya di dalam mimpinya, Senjani mohon sama papah untuk kali ini" tanpa Senjani sadari ternyata Dewi sudah berada dibelakangnya.

Tanpa banyak bicara dewi langsung memeluk anaknya itu, Dewi tidak ingin terlihat rapuh didepan anaknya itu.

"Bunda gak kenapa-napa kok, kamu jangan takut. Bunda bakal terus disini sama kamu sampai kapanpun. Jangan nangis ya sayang nanti cantiknya ilang"

"Bun aku takut banget, penyakit ini juga yang dulu ambil papah dari kita kan ? Senjani takut" Senjani semakin menangis dipelukannya, dewi hanya bisa tersenyum karena ia tidak ingin putrinya itu merasa lebih sedih .

"Nggk kok Senjani, bunda gak bakal kemana-kemana. Kamu jangan takut ya ? Bunda janji bunda bakal disini nemenin kamu" janji Dewi yang dia sendiri tidak yakin akan hal itu.

Waktu begitu cepat berlalu.

Minggu, bulan bahkan sudah tahun terlewati kembali.

Sekarang Senjani sudah mulai duduk dikelas 12, masih dengan peringkat pertama.

Dewi pun semakin buruk keadaanya rambutnya sudah mulai rontok, sudah tidak ke kedai kopinya lagi, jalannya pun sudah dibantu kursi roda.

Tepat hari ini, hari yang ditunggu-tunggu oleh seluruh siswa dan siswi di Indonesia. Hari penerimaan SNMPTN, Senjani sangat berharap ia dapat masuk ia juga sedikit percaya diri karena nilai yang ia punya.

"Senja, hari ini pengumumannya ya ?"

"Iya bun, doain ya semoga Senja bisa lolos. Senja pingin jadi salah satu orang yang bisa menyembuhkan sakitnya bunda" Senja tidak jadi masuk ke hukum, ia lebih memilih masuk ke kedokteran karena dengan alasan ia ingin menjadi seorang dokter yang bisa menyembuhkan penyakit bundanya itu.

Tiba saatnya pengumuman penerimaan Perguruan Tinggi Negeri pun dimulai. Senjani mulai cek web penerimaannya, ia tidak menyangka bahwa yang tertulis disana adalah.

"selamat anda dinyatakan lulus SNMPTN.
PTN : Universitas Gadjah Mada
Prodi : Kedokteran" bak tersambar petir di siang bolong, Dewi orang pertama yang memeluk dan mengucapkan selamat kepada anaknya bahkan terdapat tangis kebahagiaan.

Tidak banyak yang Senjani katakan, dalam hatinya ia terus berterimakasih kepada Tuhan.

"Selamat ya Senjani, bunda bangga banget sama kamu nak. Terimakasih banyak ya Senjani untuk semuanya" tatapan Dewi yang haru akan kebahagiaan itu mampu membuat air mata yang dari tadi Senjani tahan keluar dari pelupuk matanya begitu saja.

Sore ini Senjani pergi ke makam Alm. Dean, tidak ditemani Dewi.

"Halo pah aku ini ketiga kalinya ya aku datang ke papah, maaf pah aku selalu merasa bingung dan tidak yakin setiap langkah yang aku ambil, terlalu banyak ketakutan  yang Senjani rasakan. Ternyata Tuhan berkata lain pah, hari ini anak semata wayang papah berhasil masuk ke universitas yang dia mau. Oh iya pah kayaknya kita bakal jarang ketemu untuk beberapa tahun ke depan. Aku sama bunda bakal tinggal di Yogyakarta. Aku izin ya bawa bunda kesana. Papah pantau kita terus ya" tidak ada kata yang Senjani ucapkan lagi setelah itu. Dia pergi setelah berdoa dan meletakan bunga matahari kesukaan Alm. Papahnya itu.

BAB 6 'Yogyakarta dan 5 Permintaan'

Minggu depan Senjani dan Dewi mulai pindah ke Yogyakarta. Akhir-akhir ini mereka mulai disibukan dengan beberapa hal.

Mulai dari packing barang-barang yang akan mereka bawa, tempat tinggal dan usaha apa yang mereka lakukan disana.

Sebelum berangkat mereka menghampiri dulu makan Dean, sebagai ucapan perpisahan karena untuk beberapa waktu kedepan mereka akan jarang bertemu dengannya.

"Halo Dean maaf aku baru kesini, akhir-akhir ini sakit ku semakin parah. Kamu hebat banget Dean dulu kamu bisa menahannya sendiri. Oh iya Dean aku mau minta maaf untuk beberapa waktu ke depan aku bakal jarang kesini. Putri kesayangan kita dia berhasil masuk ke kedokteran di UGM" Dewi tersenyum sangat manis.

"Pah, aku sama bunda izin ya buat pamit semoga apa yang aku ambil ini jadi berkah dan selalu diberi kemudahan. Papah bahagia banget ya disana ? Semalem aku liat papah sama bunda terang banget"
Senyum Senjani tidak pernah luntur, bak bulan sabit. Semua orang pasti akan menyukai jiga melihatnya senyumannya itu.

Tidak banyak yang mereka ucapkan lagi setelah itu, buket bunga hari ini pun terlihat berbeda.

Ada dua bunga lain terdapat disana selain bunga matahari. Yaitu bunga lily pink dan bunga tulip putih.

Setelah berpamitan mereka langsung pergi ke stasiun kereta api dan butuh waktu 8 jam untuk mereka sampai ke tujuan mereka.

Akhirnya mereka pun sampai dirumah yang sangat sederhana milik orang tua Dean.

Dewi langsung istirahat sedangkan Senjani sedang membereskan rumah itu, karena sudah belasan tahun rumah itu tidak ditinggali karena keluarga Dean pindah ke Bandung.

Sore hari pun tiba, dimana semuanya telah selesai.

Dewi telah bangun dan Senjani pun sempat untuk beristirahat sebentar.

"Senjani sini nak makan dulu"

"Iya bun Senjani langsung kesitu" Senjani bukan type orang yang menunda-nunda, setiap apapun yang bundanya katakan ia akan selalu menuruti nya saat itu juga.

"Oh iya Senjani, besok jadwal bunda ke kontrol. Bunda udah minta tolong Mbak Minah buat ngurusin administrasinya, tinggal datang saja ke rumah sakitnya"

"Iya bun aku tau kok, tadi mbak Minah udah hubungin aku. Besok pagi ya bun, biar gak terlalu lama ngantrinya"

"Iya kita berangkat pagi-pagi" makin hari kesehatan Dewi semakin menurun, badannya semakin kecil.

Itu yang membuat Senjani sangat khawatir tentang bundanya itu.

Pagi ini, Senjani dan Dewi pergi ke rumah sakit.

Ada beberapa pembicaraan yang menurutnya sangat sensitif bila Dewi mengetahuinya.

Tentang lupus yang telah menyerangnya itu kemana-mana.

Tapi bundanya itu sangat kuat.


"Senjani, tadi dokter bilang apa ? Lupusnya makin menyerang bunda ya ?"

"Nggk kok bun, gak bilang apa-apa. Bunda semakin membaik" senyum yang sangat terpaksa dari Senjani selama ini.

"Sayang jangan nutupin itu semua dari bunda, bunda yang merasakan semuanya. Makin hari bunda makin makin sakit. Bunda udah gak kuat lagi sebenernya. Tapi bunda masih pengen nemenin Senjani disini"

Kata-kata Dewi barusan mampu membuat Senjani tersentak. Pasalnya, ia takut akan keadaan bundanya sekarang ini.

"Senjani, kalau bunda suatu saat nanti pergi nyusul papah. Janji ya buat terus bahagia. Gapai semua mimpi kamu ya bunda sama papah bakal terus mantau kamu dari atas. Kita bakal jadi bintang paling terang karena kita sangat bahagia melihat putri kita sukses" Dewi langsung memalingkan wajahnya ke jendela jalanan.

"Jangan bilang kayak gitu bun, aku gak suka. Bunda pasti sembuh, percaya sama aku. Tahan ya sebentar lagi" Senjani memeluk Dewi.

Sebenarnya ia tidak suka jika telah dari rumah sakit  karena bundanya selalu membahas perpisahan.

Ia sangat khawatir jiga bundanya pergi meninggalkannya, ia akan dengan siapa di dunia ini.

Tujuan ia bertahan sampai dititik sekarang itu karena bundanya.

Ia selalu yakin ia bisa menyembuhkan penyakit bundanya itu.

Ia selalu yakin akan hal itu.

"Sayang, kalau bunda minta 5 permintaan ke kamu boleh gak ?"

"Bisa bun, tapi ada syaratnya"

"Apa syaratnya ?"

"Bunda bertahan" tidak ada lagi pembicaraan setelah itu.

Mereka diam membisu sepanjang perjalanan pulang.


Senjani tidak bisa tertidur malam ini, ia selalu kepikiran apa yang telah dokter katakan tadi.

Ia terlalu takut untuk hal itu, sudah banyak sekali pengobatan yang telah bundanya lakukan.

Tapi penyakit itu masih terus ada dalam tubuh bundanya.

Malam ini juga Senjani sedang mempertimbangkan  5 permintaan yang bundanya ajukan, meskipun ia belum tahu pasti apa yang sebenarnya permintaan itu. 

Sekarang sudah jam 03.00 pagi tapi rasa kantuk pun belum ada, ia keluar kamar dan melihat bintang.

Ia akan selalu melakukan hal itu jiga sedang merasa bimbang dengan apa yang sedang terjadi.

Ia akan mengirimkan banyak email kepada Alm. Papahnya.

Ia akan selalu melaporkan perkembangan bundanya.

Dan ia selalu memohon kepada Tuhan untuk tidak mengambil salah satu makhluknya itu, karena hanya itu yang Senjani punya.

"Pah, aku takut banget. Dokter tadi bilang keadaan bunda semakin buruk. Bunda juga minta 5 permintaan ke Senjani yang bahkan aku sendiri bingung untuk memenuhi permintaan itu"

Sarapan hari ini terasa sedikit berbeda, mereka lebih banyak diam.

Tiba-tiba Dewi berkata.

"Gimana buat 5 permintaanya ? Kamu mau gak ?"

"Senjani takut gak bisa memenuhi bun, Senjani takut bunda kecewa"

"Tapi emang apa permintaan bunda ?"

"Pertama bunda pengen kamu jadi dokter" belum apa-apa Senjani sudah merasa berat dengan permintaanya itu.

"Kedua, bunda pengen kamu bertahan dan bahagia" terdengar mudah tapi ternyata susah sekali.

Bahkan alasan dia bertahan sampai sekarang karena bundanya.

Ia terlihat sangat bahagia jiga sedang berada dekat bundanya.

Bagaimana jika Tuhan mengambil dunianya itu ? Mungkin ia merasa sangat hancur.

"Ketiga bunda pengen pulang ke Bandung sayang, bunda udah lama pengen nengok papah"

"Iya nanti kita pulang ya bun, kita nengok papah sekalian bawa bunga kesukaannya"

"Keempat bunda pengen liat senja setiap hari"

"Aku disini kok bun setiap hari, aku gak kemana-mana" jawabnya sedikit ketus karena kalimat yang bundanya ucapkan barusan sedikit menyinggung perasaanya.

"Bukan senjani, tapi senja"

"Dan yang terakhir bunda pengen ke banda neira"

"Aku kira bunda udah gak pengen lagi ke Banda Neira"

"Kata siapa, bahkan Banda Neira jadi alasan bunda masih semangat hidup selain adanya keberadaan kamu"

"Emang ada apa dengan Banda Neira ?"

"Banda Neira terlalu cantik untuk terlewati jika kita hidup. Syahrir pernah bilang 'jangan dulu mati sebelum ke Banda Neira' karena Banda Neira secantik itu" disetiap yang Dewi ucapkan barusan ia tidak pernah luntur akan senyumannya itu.

"Liburan semester sekarang kita kesana ya bun, biar aku yang bikin jadwalnya"

"Iya sayang, makasih banyak ya. Untuk biaya nya pakai tabungan yang dulu saja, itu sangat cukup untuk kita berdua" memang sudah lama Dewi ingin ke Banda Neira.

Makanya ia selalu menabung agar ia bisa pergi kesana.

5 permintaan Amita Dewi Mahika kepada Mawardhani Tribhuwana Tunggadewi.

Yang pertama ia turuti adalah permintaan keempat, Senjani akan selalu membawa bundanya ketika senja telah tiba.

Bunda selalu tersenyum saat menyaksikan fenomena alam itu, semua itu terasa sangat menyakitkan untuk Senjani. 

Senjani selalu takut dengan senja, meskipun senja memiliki keindahan tapi ia merasa kalau senja itu perpisahan.

Setiap harinya senja selalu mengabadikan momen dengan bundanya, tidak pernah ada senja yang terlewat dalam setiap harinya.

Liburan semester kali ini, Senjani pergi ke Banda Neira.

Salah satu pulau yang menjadi alasan bundanya untuk bertahan hidup sampai saat ini.

Hari ini hari yang sangat cerah dan terasa sangat hangat.

Dua insan ini akan menjelajahi Banda Neira dengan penuh semangat.

Senyum tidak pernah luntur dari paras cantik keduanya.

Pertama mereka terbang dulu ke Ambon, selama diperjalanan mereka mengambil banyak sekali foto untuk kenang-kenangan.

Banyak sekali tawa dan cerita yang mereka lontarkan.

Tidak terasa mereka pun sampai di Ambon, setelah mereka menaiki kapal untuk menyebrang ke pulau Banda Neira beberapa jam mereka lalui di atas kapal laut itu.

Banyak sekali yang mereka lakukan disana mulai dari bunda bercerita tentang masa mudanya, menceritakan bagaiman Senjani waktu kecil dan manis dan pahitnya kehidupan.

Ada satu cerita dimana Senjani merasa tertegun dengan apa yang yang telah orang tuanya lalui.

Dewi dan Dean bisa terbilang menikah di usia yang cukup muda, banyak sekali masalah yang mereka lalui karena pada dasarnya mental mereka belum terlalu kuat.

Tapi semuanya berubah ketika Senjani hadir ke dunia ini.

Mulai dari finansial yang menetap, emosi yang terkendali bahkan hal-hal yang sangat manis pun terjadi begitu saja.

Mereka berhasil menjadi orang tua untuk Senjani.

Senjani juga banyak cerita tentang perkuliahannya, meskipun mereka sering bertukar cerita, tapi kali ini rasanya beda.

Senjani yang menceritakan teman-temannya, Senjani yang menceritakan tentang dosennya dan Senjani yang menceritakan tentang pusingnya ia dengan prodinya.

Tapi ia sangat yakin bahwa ia akan berhasil menjadi dokter karena itu salah satu dari 5 permintaan bundanya.

Tak terasa waktu begitu cepat berlalu.

Sang surya pun mulai terbenam, senja di Banda Neira terasa sangat berbeda.

Senjani selalu mengabadikan setiap momen yang mereka lalui.

Benar kata bunda, Banda Neira terlalu cantik untuk terlewati.

Liburan semester selanjutnya, Senjani memenuhi permintaan ketiga bundanya yaitu pulang ke Bandung untuk menengok sang belahan jiwanya.

"Hi Dean, aku datang hari ini buat nengok kamu. Udah lama banget ya ? Maaf ya putri kamu akhir-akhir ini sibuk, dan kita baru bisa melihatmu sekarang"

"Oh iya Dean liburan semester lalu aku sama Senjani ke Banda Neira, tepat yang selalu menjadi impian untuk kita datangi sejak awal kenal. Tapi kamu malah pergi duluan. Dean aku masih ngirim email ke kamu sampai saat ini, kamu bener ternyata dunia terlalu menyakitkan untuk kita hadapi. Makasih banyak ya sering datang ke mimpi aku akhir-akhhir ini" Dewi berbicara dengan sangat bersemangat.

"Hi pah udah lama ya kita gak kesini, maaf ya pah akhir-akhir ini aku sibuk banget. Papah juga tau kan ya soalnya aku gak pernah sehari pun terlewat buat cerita sama papah. Papah jangan khawatir ya sama kita ? Kita bahagia pah disini, kita berhasil memenuhi permintaan papah, meskipun aku suka sedikit ngeluh"

"Hari ini juga kita bawa bawa buket bunga kesukaan papah, kita juga bakal sering kesini pah soalnya liburan senja cukup lama"

Setelah berdoa dan menyimpan bunga matahari diatas kuburan dunianya itu, lalu mereka pulang ke rumah.

Karena besok mereka akan pergi ke beberapa tempat.

Salah satu tempat yang mereka datangi adalah lembang park zoo.

Bunda sangat senang karena terakhir dia pergi ke kebun binatang itu saat Senjani umur 10 tahun.

"Setiap liat kura-kura bunda selalu inget sama papah"

"Emang ada apa antara kura-kura dan papah ?"

"Kura-kura hewan kesukaan papah, papah ngerasa kura-kura itu seperti dirinya. Papah tidak pernah melakukan sesuatu dengan terburu-buru itu sebabnya ia merasa dirinya seperti kura-kura" jadi dulu Dean type orang yang sangat pendiam, dan sikap itu menurun pada putrinya.

Senja hanya bisa tersenyum ketika mendengar bundanya bercerita tentang papahnya itu.

"Kalau bunda sukanya apa ?"

"Bunda ? Bunda sukanya harimau"

"Kenapa harimau ? Serem banget perasaan"

"Karena harimau terlihat sangat gagah dan tidak mudah untuk terkalahkan" jawaban bundanya cukup membuat Senjani diam, ia merasa jawaban setiap orang itu sama saja seperti mencerminkan dirinya sendiri.

"Kalau kamu suka apa senjani ?"

"Aku suka kura-kura sama kayak papah"

"Oh iya bun, besok kita ke palasari yuk sekalian kita lihat kedai kita dulu. Sekarang berubah jadi apa ya ?"

"Iya hayu besok ke palasari" setalah itu tidak ada percakapan karena hari udah mulai sore dan seperti biasa waktunya untuk menikmati senja.

Pagi ini Senjani dan Dewi sudah pergi ke palasari.

Sebelumnya mereka melihat terlebih dahulu ke kedainya dulu.

Ternyata kedai itu sekarang menjadi toko bunga, entah kenapa hari ini bunda terlihat sangat ceria bahkan ia memesan buket bunga lily pink kesukaannya kepada salah satu florist disitu.

Setelah buketnya itu diterima mereka langsung bergegas ke palasari. 

salnya mereka tidak akan membeli apa-apa, tapi tiba-tiba saja bunda membeli buku yang berjudul 

"sebuah seni untuk bersikap bodo amat" 

Senjani kira bundanya membeli untuk dirinya sediri ternyata tidak.

Bundanya memberikan buku itu untuk dirinya.

"Kok dikasih ke aku ? Bukannya ini punya bunda ?"

"Nggk ini bunda beli sengaja buat kamu, dan bunda yakin ini akan bermanfaat untuk kamu nanti"

"Hm yauda makasih ya bun, nanti aku baca bukunya" Dewi hanya tersenyum.

"Senjani, besok kita ke pantai ya ?"

"Iya besok kita ke Pangandaran bun"

"Bunda udah gak sabar, udah lama banget bunda gak ke pantai" Pantai adalah salah satu tempat favorite untuk Dewi karena bau salt nya yang menenangkan hati serta hamparan biru yang luas dan tidak ada ujungnya itu mampu memberi ketenangan untuk dirinya.

Setelah pulang dari palasari mereka pergi ke beberapa tempat salah satunya balai kota dan museum kota Bandung.

Tempat yang bakal selalu menjadi favorite untuk mereka berdua, serta suasana yang memberi ketenangan itu yang selalu mereka rindukan ketika mereka di sedang di Yogyakarta.


Pangandaran, pagi ini Dewi terlihat sangat lelah tetapi pada saat Senjani menawarinya untuk beristirahat ia menolaknya.

Seperti biasa mereka hanya sebatas menikmati hamparan pasir putih dan laut yang berwarna biru itu.

Semua tentang laut mereka sukai, deburan ombak serta aroma laut selalu memberi rasa damai terhadap mereka masing-masing.


"Bunda kenapa ? Kepala bunda sakit lagi ?" Senjani cemas saat melihat keadaan bundanya itu.

Sedangkan Dewi hanya bisa terhuyung pasrah karena kali ini rasanya begitu sakit ia rasakan.

"Ayo bunda ke dokter" ajak Senjani terburu-buru karena kondisi Dewi tiba-tiba drop.

Belum sempat ia membawa Dewi kedalam mobil.

Tiba-tiba Dewi pingsan dan membuat Senjani merasa sangat khawatir akan hal itu.

Tidak butuh waktu lama, Senjani langsung membawa Dewi ke rumah sakit terdekat, sepanjang jalan semua doa ia lafal kan.

Ia sangat takut sekarang, ia hanya bisa menangis.

"Bunda bertahan ya, sebentar lagi kita sampai" tidak ada respon dari Dewi karena pada dasarnya Dewi sedang dalam keadaan tidak sadar.

Sesampai di rumah sakit, Dewi langsung ditangani.

Sepanjang waktu yang Senjani lalui di rumah sakit ia hanya bisa menangis.

Ia tidak memiliki siapa-siapa.

Ia benar-benar hanya seorang diri.

Rasa khawatir dan takut ia hadapi sendiri.

Selang beberapa menit seorang dokter laki-laki keluar dari ruangan bundanya.

"Dokter bagaimana keadaan bunda saya ? Dia pasti baik-baik saja kan?"

"Keadaan Bu Dewi sudah kritis, karena hasil dari pemeriksaan dan rekap-rekap di beberapa bulan terakhir lupusnya sudah menyerang kemana-mana. Jadi saya menyarankan untuk segera mengurus administrasinya karena bu Dewi sangat butuh penanganan sekarang juga" bak tersambar petir, Senjani lututnya terasa kelu membuat dia tidak mampu menopang tubuhnya.

Seorang suster menolongnya untuk duduk.

Tidak banyak kata yang ia ucapkan tetapi air mata itu tidak pernah bisa berhenti membuat dia susah untuk berpikir.

"Saya mohon dokter selamatkan bunda saya, saya akan melakukan apapun" Senjani memohon kepada seorang dokter itu dan ia langsung mengurus semua administrasinya.

Selama ia menunggu bundanya ditangani lebih lanjut, ia selalu berdoa dan memohon supaya tidak terjadi apa-apa.

"Ya Tuhan selamatkan bidadari yang sangat hamba sayangi. Jangan ambil dia dari hamba"

"Pah, papah liat bunda kan ? Bunda lagi sekarat pah. Bunda lagi ditangani dokter. Senjani harus apa ? Senjani gak punya siapa-siapa lagi selain bunda, pah Senjani takut, Senjani gak kuat buat menjalani semuanya seorang diri" setelah itu ia kembali menangis rasa takut akan kehilangan orang yang ia sayangi itu selalu ia rasakan setiap hari.

Dokter sudah selesai menangani Dewi, Senjani langsung menghampiri bundanya itu lewat kaca.

Ia hanya bisa menatap bundanya karena semua tubuhnya dipasang alat-alat medis. 

Tak kuasa ia menahan semuanya.

"Bunda, tolong bertahan demi Senjani. Masih ada begitu banyak senja yang harus kita lalui. Masih ada permintaan bunda yang belum senjani penuhi. Masih banyak kebahagiaan yang ingin senjani salurkan ke bunda. Bun Senjani mohon untuk kali ini, tolong bertahan" setelah mengucapkan itu senjani tak mampu menahan semuanya lagi ia hanya bisa menangis tersungkur dilantai.

Tak ada siapa-siapa lagi disana hanya ada Senjani dan bundanya yang terpisah ruangan.

Tak disangka ternyata ada seseorang yang memperhatikan senjani, ia menghampiri senjani lalu memberinya sebotol air minum.

Senjani hanya menerima air minum itu dan ia tidak berniat untuk menanyakan siapakah orang yang telah memberinya air minum itu.

Hari pun terasa begitu cepat berlalu, hari ini tepat hari ketiga bundanya berada dirumah sakit.

Tidak ada perubahan sedikitpun yang bundanya alami, hanya ada suara EKG yang memberinya sedikit ketenangan. 

Hari ini juga ia berniat untuk menemui Dean, banyak sekali yang senjani lalui akhir-akhir ini.

"Halo pah, maaf senjani baru bisa kesini soalnya bunda drop pah. Pah, banyak sekali yang ingin senjani ceritakan. Tapi tiga hari ini Senjani selalu merasa takut akan keadaan bunda. Bunda tidak ada perubahan sedikit pun, bahkan setiap hari alat medis ditambahkan. Pah kalo senjani minta sama papah, papah jangan bawa dulu bunda ya pah. Senjani butuh banget bunda ada beberapa permintaan bunda yang belum senjani penuhi bahkan kalau bisa, Senjani akan mengulur waktu lebih lama lagi. Pah, senjani gak punya siapa-siapa lagi sekarang kecuali bunda, senjani takut banget pah sama dunia, dunia selalu jahat sama senjani, dunia selalu merampas kebahagiaan senjani, bahkan sekarang senjani udah gak tau lagi gimana caranya buat ngejalanin hidup pah. Senjani ikut nyerah aja ya pah ?" Setelah mengucapkan itu ia lanjutkan dengan menangis bahkan matanya sudah tidak mampu lagi untuk melihat kedepan. 

Matanya terlalu sembab karena ia tidak berhenti menangis selama tiga hari yang menurutnya tiga hari yang sangat menakutkan.

Hari ini tepat hari minggu dimana setiap orang akan merasa bahagia karena mereka dapat beristirahat sejenak dari pekerjaannya.

Lain haknya dengan Senjani ia merasa hari ini ia begitu lemas dan tak berdaya seakan dunianya sedang berhenti karena beberapa menit lalu ia mendengar ucapan dari sang dokter bahwa keadaan bundanya semakin memburuk bahkan seluruh tubuhnya penuh dengan alat dan suara EKG yang sedikit menenangkan dirinya pun menjadi ancaman untuknya sekarang.

Ia tidak pernah meninggalkan Dewi sedetikpun, ia terus menunggu bundanya itu didepan kaca.

Ia sangat berharap bundanya dapat sadar kembali.

Tapi ternyata Tuhan berkata lain tepat pukul 14.00 suara EKG mulai berhenti tapi tidak dengan tangisannya itu.

Dokter serta suster berlalu lalang memasuki ruangan ICU itu.

Terlihat sangat jelas dalam raut wajah mereka sebuah ketakutan.

Tak ada seorang pun yang berada disisi Senjani, ia menyaksikan semuanya sendiri dimana seorang dokter itu sedang menyelamatkan bundanya.

Tapi Tuhan berkata lain, tepat pukul 16.00 sang bunda kembali kepada pangkuan sang Ilahi.

Tidak ada salam perpisahan hanya kata sabar yang ia dapatkan dari dokter dan suster disitu.

Dunia benar-benar berhenti, tidak ada lagi kebahagiaan yang ia rasakan, tidak ada lagi waktu yang akan ia gunakan untuk menunggu.

Semuanya telah berhenti hari itu.

"Bun, ini bohongkan ? Senjani mimpikan ?"

"Bunda kenapa ninggalin aku bun ? Bahkan aku belum memenuhi permintaan bunda itu"

"Bunda aku mohon, bunda buat bangun. Aku gak punya siapa-siapa lagi selain bunda. Aku gak punya alasan lagi untuk terus hidup. Bun aku nyusul bunda ya" ia begitu pasrah, ia menangis dihadapan bundanya bahkan tidak ada sedikitpun rasa pusing.

Proses pemakaman pun berjalan lancar, ia tidak ada niatan untuk pergi dari makam kedua orang tuanya itu.

"Papah sama bunda udah ketemu ya"

"Bun mulai hari ini aku hidup sendiri, aku hidup tanpa bunda sama papah"

"Kalian tega banget ninggalin aku, kenapa gak ngajak aku ?"

"Semesta terlalu jahat buat aku, aku gak janji kalau aku bisa hidup bahagia. Karena alasan aku bahagia cuman bunda sama papah"

"Kalian gaada niatan buat jemput aku ?" Setelah mengatakan itu semua Senjani langsung berajak dari situ.

Ia akan selalu merasa sedih dan tak rela jiga pemandangan yang ia lihat rumah baru bundanya itu.

Waktu berjalan sebagaimana mestinya, senjani yang menyelesaikan pendidikannya sebagai dokter meskipun rasanya sangat beda.

Kesehariannya cuman belajar dan kerja part time di salah satu cafe di Yogyakarta ia lakukan semua ini untuk bertahan hidup karena dasarnya ia sudah tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, bahkan teman untuk berbagi ceritain ia tidak memilikinya.

Ia habiskan kesehariannya seorang diri.
Tepat hari ini Senjani berwisuda dengan ipk yang samgat besar.

Jika kedua orang tuanya ada pasti akan merasa sangat bangga dengan putri semata wayangnya ini.

Senjani langsung pulang ke Bandung karena ada beberapa hal yang akan selesaikan.

Tak lupa ia juga berkunjung kepada kedua orang tuanya.

"Halo papah sama bunda. kemari aku wisuda aku ipk ku juga besar. Bangga gak kalian liatnya ? Makasih ya udah lahirin aku kedunia ini meskipun setiap langkah yang aku ambil terasa berat tapi aku selalu nikmatin semua prosesnya. Papah sama bunda gimana kabarnya ? Jangan bosen ya setiap malam aku selalu mengeluh bahkan menangis" tidak ada tangisan dari senjani saat itu.

Tapi tidak terlihat bahagia juga, tatapannya sangat sendu.

Tiba-tiba seorang pria yang cukup tinggi dan berkulit sawo matang menghampiri senjani.

"Mawar udah belum ngobrolnya ? Jangan sampai terlambat soalnya pesawatnya jam 5" memang masih ada dua setengah jam lagi untuk ke jam 5, tapi alangkah baiknya tidak terlalu mepet.

"Bunda sama papah sebenarnya senjani mau minta izin sama kalian. Senjani ngambil beasiswa ke Singapura supaya Senjani bisa sah jadi dokter. Maaf ya terlalu tiba-tiba, tapi senjani baru bisa bilang sekarang" senjani tersenyum sangat cantik dan sedikit bersemangat dalam ucapannya itu.

Sebelum benar-benar pergi dari hadapan kedua orang tuanya, senjani meletakan dua buket bunga yang selalu menjadi favorite keduanya.

"Mawar ayo ini udah jam 3" ucapnya sedikit tegas.

"Iya sebentar" jawab senjani sedikit kesal.
Karena sudah sedikit kesal, pria itu menghampiri senjani lebih dekat lagi.

Tak disangka tiba-tiba dia jongkok disamping makam kedua orang tua senjani.

"Tante, om tenang aja anak tante sama om bakal bakal aman sama aku. Aku yang bakal jagain dia soalnya kita satu kampus. Dan satu lagi buat om, izin ya om, buat aku masuk kedalam kehidupannya" kalimat terakhir dari pria itu mampu membuat senjani melotot karena kaget, ia tidak menyangka kalau temannya ini bakal melakukan hal itu.

"Ngapain ngomong kayak gitu didepan bunda sama papah ?" Senjani bertanya dengan nada yang ketus dan muka yang ditekuk karena ia merasa bahwa temannya ini aneh.

"Gak kenapa-kenapa" jawabnya sambil memegang kepala bagian atas Senjani yang diiringi dengan tatapan hangat dan senyuman manisnya itu.

Setelah melakukan hal itu dia pergi meninggalkan Senjani sendirian.

Sedangkan senjani hanya bisa diam mematung lalu beberapa detik kemudian ia berteriak meneriaki nama pria itu dengan penuh kekesalan.

"DIKAAAAAA!!!"
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun