Mohon tunggu...
Angel Graceline
Angel Graceline Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pelajar dengan minat tulisnya.

Pelajar SMA Kelas XII Jurusan IPS Sekolah Dian Harapan, Lippo Cikarang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pendekar Tanah Airku

12 Mei 2020   09:13 Diperbarui: 12 Mei 2020   09:32 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: instagram ykhaamelz

Tanpa pikir panjang, aku mengeluarkan seluruh tenagaku. Angin disekitarku mulai berguncang dan berhembus begitu keras. Pohon dan mobil disekitarku mulai berterbangan. Aku mengarahkan seluruh benda-benda asing ke arah prajurit Jepang. Setelah kondisi cukup aman, aku berlari dengan cepat menuju rumah yang disebutkan oleh Daan.

Setelah berlari cukup lama, aku melihat sebuah rumah coklat besar. Aku pun langsung berlari ke arah belakang rumah tersebut dan melihat Daan bersama perempuan-perempuan yang telah kami selamatkan.

"Kaia! Kamu tidak apa-apa?", tanya Daan dengan khawatir.

"Aku ti-tidak apa-apa...", ujarku terbata-tabata karena kelelahan.

"Baiklah, mari kita semua masuk ke dalam rumah.", ucap Daan dengan tenang

Kami menyelamatkan dengan total 12 jugun ianfu yang melayani di rumah itu. Hari sudah mulai pagi, aku duduk termenung di teras sambil memandangi matahari yang baru saja terbangun. Pikiranku dipenuhi dengan kecemasan yang meruak.

"Kai?", panggil Daan.

"Kenapa, ada suatu masalah? Astaga, kita kan harus berangkat menjaga wilayah Soekarno memproklamasikan kemerdekaan! Maaf, aku lupa.", ujarku sambil mencoba untuk berdiri.

"Bukan, bukan itu. Aku hanya ingin berterima kasih sudah membantuku. Diah dan perempuan-perempuan ini adalah jugun ianfu dari rumah terakhir. Aku sudah berhasil membobol dan membebaskan perempuan lainnya di daerah ini. Diah adalah sahabat kecilku dari Manado. Ia diiming-imingi akan menjadi suster di Jakarta, impian masa kecilnya. Ternyata semua itu kebohongan.", jelas Daan sambil menarik tanganku untuk kembali duduk.

"Tidak masalah, Daan. Aku senang dapat membantu. Tapi, kenapa wajahmu murung?", tanyaku kepadanya.

"Aku tidak mengerti mengapa pemimpin-pemimpin dimasamu begitu bodoh dan membiarkan Indonesia terpecah belah. Jika tahu semua itu akan terjadi, aku tidak akan memperjuangan kemerdekaan ini dengan begitu keras.", ujar Daan dengan lesu.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun